KEADILAN
RESTORATIF DALAM PENEGAKAN HUKUM
Oleh: Moh. Mahfud MD.
Pendahuluan
Paper singkat ini
sesungguhnya lebih merupakan pembuka atau pengantar untuk mendiskusikan aspek
teoritis dan implementasi paradigma keadilan restoratif (restorative justice) dalam penegakan hukum. Sebagai pengantar,
tentu banyak hal-hal terkait yang belum dituangkan dalam paper ini. Untuk itu,
diskusi pendalaman yang lebih luas dari sekedar isi paper ini diperlukan dan diharapkan
dapat terjadi dalam forum ini.
Dalam berbagai wacana
aktual, keadilan restoratif dinilai sebagai pergeseran mutakhir dari model dan
mekanisme yang bekerja dalam menangani perkara-perkara pidana dewasa ini.
Pendekatan keadilan restoratif muncul sebagai paradigma baru merespon ketidakpuasan
atas bekerjanya sistem peradilan pidana yang ada saat ini. Prinsip keadilan
restoratif yang pada dasarnya merupakan upaya pengalihan dari proses peradilan
pidana menuju penyelesaian secara musyawarah, tidak
dapat diterapkan pada semua jenis atau tingkatan pidana. Akan tetapi dalam
tindak pidana tertentu, penerapan prinsip ini boleh dikatakan jauh lebih
efektif dibandingkan proses peradilan pidana yang konvensional.
Sebagai paradigma yang relatif masih baru,
keadilan restoratif saat ini sudah pasti berhadap-berhadapan dengan sistem
peradilan pidana konvensional. Namun demikian, bukan mustahil, paradigma
keadilan restoratif bisa diterapkan seiring dan bergandengan dengan sistem
peradilan pidana konvensional.
Tujuan
Hukum dan Penegakan Hukum
Secara teoretis terdapat
tiga tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Ketiga tujuan
tersebut harus dicapai bersama-sama tanpa saling menegasikan antara satu dengan
lainnya. Walaupun dalam praktik dapat terjadi tarik menarik antara pertimbangan
keadilan, kepastian, dan kemanfaatan, namun tetap harus dapat dicapai titik
temu antara ketiganya. Hukum harus mampu mewujudkan keadilan yang pasti dan
bermanfaat, kepastian yang adil dan bermanfaat, serta kemanfaatan yang pasti
dan adil.
Pencapaian tujuan hukum
melibatkan pelbagai unsur sub-sistem hukum, salah satu yang memiliki peran
besar adalah wilayah penegakan hukum. Penegakan hukum dalam bentuk tindakan dan
keputusan lembaga-lembaga penegak hukum merupakan wilayah yang krusial karena
di sinilah norma hukum yang bersifat umum dan abstrak diterapkan dalam perkara
konkrit yang tentu berbeda-beda antara satu perkara dengan perkara yang lain. Dalam
proses pelaksanaan ini memiliki ruang penafsiran yang sangat luas, yang tentu
saja sudah seharusnya menjadikan tujuan hukum sebagai orientasi yang harus
dicapai. Bahkan, dalam penerapan atau penegakan suatu aturan hukum dimungkinkan
adanya diskresi yang tentu saja harus diambil terutama dengan pertimbangan
pencapaian tujuan hukum itu sendiri. Namun keluasan ruang implementasi,
penafsiran, dan diskresi juga membuka peluang kemungkinan terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan.
Penegakan hukum juga
menjadi sangat penting karena bagi masyarakat apa yang dipahami dan diketahui
tentang hukum adalah apa yang dihadapi. Hukum adalah tindakan aparat hukum dan
keputusan hukum yang diterima. Masyarakat memahami hukum dalam perspektif legal
realistik, bukan hukum positivistik sebagai norma yang dimuat dalam aturan
hukum. Bagi masyarakat, hukum pidana adalah proses pidana yang dimulai dari
tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Polisi, penuntutan
oleh Jaksa, dan putusan hakim. Keadilan bagi masyarakat diukur bukan dari bunyi
norma undang-undang, melainkan apa yang dihadapi dan keputusan yang diterima.
Demikian pula kepastian dan kemanfaatan hukum bagi masyarakat, adalah
didasarkan pada realitas hukum yang dihadapi. Oleh karena itu, proses penegakan
hukum memiliki peran penting dalam upaya mencapai tujuan hukum.
Keadilan
Dalam Penegakan Hukum
Salah satu persoalan yang
menjadi perhatian masyarakat saat ini dalam proses penegakan hukum adalah tidak
tercerminnya prinsip keadilan sebagai tujuan hukum. Masyarakat melihat berbagai
penanganan perkara pidana belum mencerminkan keadilan baik dari sisi penanganan
maupun dari sisi putusan hakim. Beberapa kasus yang sering menjadi perhatian
adalah kasus pidana kecil yang dipandang masyarakat tidak layak untuk dihukum,
atau bahkan di bawa ke pengadilan. Kasus-kasus ini misalnya adalah kasus yang
dilakukan oleh anak-anak dan kasus pencurian barang-barang kecil yang dilakukan
karena keterdesakan ekonomi.
Perhatian publik yang besar
dan persepsi atas ketidakadilan dalam proses penegakan hukum tidak dapat
dikatakan semata-mata persoalan pelaksanaan atau karena ketidakmampuan aparat
penegak hukum. Sebaliknya, persoalan bersumber adanya perbedaan konsepsi
keadilan yang dipahami oleh aparat penegak hukum dengan keadilan yang dirasakan
oleh masyarakat.
Aparat hukum sebagai
pelaksana hukum, sebagaimana para yuris lainnya, selama ini memahami keadilan
sebagaimana diajarkan oleh Aristoteles, yaitu keadilan distributif dan keadilan
korektif. Keadilan distributif adalah distribusi secara proporsional dalam
lapangan hukum publik. Sedangkan
keadilan korektif adalah pembetulan sesuatu yang salah, memberikan kompensasi
bagi pihak yang dirugikan, atau hukuman yang pantas bagi pelaku kejahatan. Dalam perspektif penghukuman, keadilan adalah
memberikan hukuman bagi seseorang yang melakukan tindak pidana. Keadilan ini
bersifat individual dalam arti tidak melihat persoalan sosiologis dari tindak
pidana itu sendiri serta hukuman yang akan dijatuhkan.
Keadilan
Restoratif Dalam Penegakan Hukum
Saat ini telah terdapat
perkembangan teori keadilan dan dipandang sebagai pemikiran keadilan yang
paling komprehensif, yaitu yang disampaikan oleh John Rawl. Rawls melihat kepentingan utama keadilan
adalah (1) jaminan stabilitas hidup manusia, dan (2) keseimbangan antara
kehidupan pribadi dan kehidupan bersama. Rawls memercayai bahwa struktur masyarakat
ideal yang adil adalah struktur dasar masyarakat yang asli dimana hak-hak
dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan
kesejahteraan terpenuhi. Kategori struktur masyarakat ideal ini digunakan untuk
menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau tidak, serta
melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial. Rawls berpendapat bahwa yang
menyebabkan ketidakadilan adalah situsi sosial sehingga perlu diperiksa kembali
mana prinsip-prinsip keadilan yang dapat digunakan untuk membentuk situasi
masyarakat yang baik.
Pemikiran keadilan John
Rawl merupakan pemikiran keadilan sosial yang dapat diterapkan dalam proses
penegakan hukum. Di dalam proses penegakan hukum atas suatu tindakan kejahatan
tentu harus dilihat akar persoalan tindak kejahatan itu sendiri apakah
dipengaruhi oleh struktur sosial yang tidak adil. Dalam kasus demikian tentu
tindakan penegakan hukum baru dapat dikatakan adil jika mempertimbangkan
kondisi dan struktur sosial. Di
Indonesia, Driyarkara pernah mengemukakan pemikiran tentang keadilan sosial
yang khas Indonesia, yaitu keadilan yang berintikan pada kemanusiaan. Dalam
perspektif ini, keadilan sosial adalah tindakan-tindakan yang memanusiakan
manusia.
Berdasarkan pada
perkembangan konsepsi keadilan muncullah konsep keadilan restoratif (restorative justice). Keadilan
restoratif mendekati suatu tindak pidana secara berbeda. Tindak pidana
dipandang sebagai penyakit masyarakat yang harus disembuhkan, bukan sekadar
sebagai tindakan melanggar aturan hukum. Oleh karena itu untuk menyembuhkannya
diperlukan peran bersama antara pelaku, korban, dan masyarakat. Penyembuhan
inilah yang menjadi perhatian utama, bukan pada penghukuman terhadap pelaku.
Penyembuhan hanya dapat dilakukan dengan melibatkan semua pihak karena tindak
pidana itu tidak dilihat semata-mata sebagai tindakan dengan motivasi
individual, melainkan hadir karena kondisi sosial yang perlu diperbaiki
bersama. Pelaku dalam hal ini juga menjadi korban dari ketidakadilan sistem
sosial.
Konsep keadilan restoratif
dalam hukum pidana Indonesia telah mulai diterapkan dalam hukum pidana anak.
Anak pelaku tindak pidana mendapatkan perlakuan khusus karena pada hakikatnya
juga merupakan korban dari kondisi sosial tertentu yang perlu diperbaiki dengan
peran bersama. Hal ini perlu didorong untuk diterapkan pada kasus-kasus pidana
tertentu yang saat ini menjadi perhatian masyarakat. Pencurian ringan karena
kondisi keterdesakan ekonomi sudah seharusnya menggunakan pendekatan keadilan
restoratif. Pencurian sebagai tindak pidana yang terjadi karena struktur dan
kondisi sosial yang tidak adil adalah “penyakit” atau persoalan bersama dari
masyarakat yang tidak dapat disembuhkan hanya dengan menghukum pelaku. Bahkan,
penghukuman itu menjadi tidak adil karena tanpa melihat konteks sosial. Oleh
karena itu fokus utama penyelesaian hukum bukan pada penghukuman, tetapi
mengembalikan kepada kondisi semula, mengoreksi pelaku bahwa tindakan mencuri
tidak dapat dibenarkan, mengoreksi masyarakat bahwa melestarikan ketidakadilan yang
membuat seseorang hanya memiliki pilihan mencuri untuk bertahan hidup juga
merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
Tentu saja penerapan
keadilan restoratif demikian dapat berbenturan dengan asas legalitas dan tujuan
kepastian hukum. Namun benturan itu dengan sendirinya tidak akan terjadi ketika
yang dimaksud dengan kepastian hukum adalah kepastian hukum yang adil. Dan
ketika keadilan restoratif sudah diterima dan diterapkan dengan sendirinya akan
mengukuhkan kepastian hukum, bahwa terdapat tindak pidana dengan karakter
tertentu yang sudah seharusnya ditegakkan secara khusus pula. Penerapan
keadilan restoratif dapat dimulai dari proses penyelidikan dan penyidikan di
mana Polisi memiliki keleluasaan bertindak atau diskresi demi kepentingan umum.
*****
Daftar Pustaka
Chand,
Hari. Modern Jurisprudence. Kuala
Lumpur: International Law Book Services, 1994.
Darji
Darmodiharjo. Filsafat Hukum: Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995.
Hadisuprapto,
Paulus. Pidato Pengukuhan Guru Besar, Peradilan Restoratif : Model Peradilan
Anak Indonesia Masa Datang. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2006.
Hirsch, A. V. &
Julian V. Roberts & Anthony Bottoms. Restorative
Justice and Criminal Justice. Canada: Hart Publishin, 2003.
Hyronimus
Rhiti. Filsafat Hukum. Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2011.
Rawl,
John. A Theory of Justice. New York:
The Belknap Press of Harvard University Press, 1999.
Tamanaha,
Brian Z. Realistic Socio-Legal Theory.
Oxford: Oxford University Press, 1997.
Marshall,
Tony F. Retorative Justice an Overview.
London: Home Office, Information & Publications Group, 1999.