Sabtu, 27 Juli 2013

Keadilan Restoratif dalam Penegakan Hukum


KEADILAN RESTORATIF DALAM PENEGAKAN HUKUM
Oleh: Moh. Mahfud MD.

Pendahuluan

Paper singkat ini sesungguhnya lebih merupakan pembuka atau pengantar untuk mendiskusikan aspek teoritis dan implementasi paradigma keadilan restoratif (restorative justice) dalam penegakan hukum. Sebagai pengantar, tentu banyak hal-hal terkait yang belum dituangkan dalam paper ini. Untuk itu, diskusi pendalaman yang lebih luas dari sekedar isi paper ini diperlukan dan diharapkan dapat terjadi dalam forum ini.

Dalam berbagai wacana aktual, keadilan restoratif dinilai sebagai pergeseran mutakhir dari model dan mekanisme yang bekerja dalam menangani perkara-perkara pidana dewasa ini. Pendekatan keadilan restoratif muncul sebagai paradigma baru merespon ketidakpuasan atas bekerjanya sistem peradilan pidana yang ada saat ini. Prinsip keadilan restoratif yang pada dasarnya merupakan upaya pengalihan dari proses peradilan pidana menuju penyelesaian secara musyawarah, tidak dapat diterapkan pada semua jenis atau tingkatan pidana. Akan tetapi dalam tindak pidana tertentu, penerapan prinsip ini boleh dikatakan jauh lebih efektif dibandingkan proses peradilan pidana yang konvensional.
Sebagai paradigma yang relatif masih baru, keadilan restoratif saat ini sudah pasti berhadap-berhadapan dengan sistem peradilan pidana konvensional. Namun demikian, bukan mustahil, paradigma keadilan restoratif bisa diterapkan seiring dan bergandengan dengan sistem peradilan pidana konvensional. 

Tujuan Hukum dan Penegakan Hukum
Secara teoretis terdapat tiga tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Ketiga tujuan tersebut harus dicapai bersama-sama tanpa saling menegasikan antara satu dengan lainnya. Walaupun dalam praktik dapat terjadi tarik menarik antara pertimbangan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan, namun tetap harus dapat dicapai titik temu antara ketiganya. Hukum harus mampu mewujudkan keadilan yang pasti dan bermanfaat, kepastian yang adil dan bermanfaat, serta kemanfaatan yang pasti dan adil.
Pencapaian tujuan hukum melibatkan pelbagai unsur sub-sistem hukum, salah satu yang memiliki peran besar adalah wilayah penegakan hukum. Penegakan hukum dalam bentuk tindakan dan keputusan lembaga-lembaga penegak hukum merupakan wilayah yang krusial karena di sinilah norma hukum yang bersifat umum dan abstrak diterapkan dalam perkara konkrit yang tentu berbeda-beda antara satu perkara dengan perkara yang lain. Dalam proses pelaksanaan ini memiliki ruang penafsiran yang sangat luas, yang tentu saja sudah seharusnya menjadikan tujuan hukum sebagai orientasi yang harus dicapai. Bahkan, dalam penerapan atau penegakan suatu aturan hukum dimungkinkan adanya diskresi yang tentu saja harus diambil terutama dengan pertimbangan pencapaian tujuan hukum itu sendiri. Namun keluasan ruang implementasi, penafsiran, dan diskresi juga membuka peluang kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.
Penegakan hukum juga menjadi sangat penting karena bagi masyarakat apa yang dipahami dan diketahui tentang hukum adalah apa yang dihadapi. Hukum adalah tindakan aparat hukum dan keputusan hukum yang diterima. Masyarakat memahami hukum dalam perspektif legal realistik, bukan hukum positivistik sebagai norma yang dimuat dalam aturan hukum. Bagi masyarakat, hukum pidana adalah proses pidana yang dimulai dari tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Polisi, penuntutan oleh Jaksa, dan putusan hakim. Keadilan bagi masyarakat diukur bukan dari bunyi norma undang-undang, melainkan apa yang dihadapi dan keputusan yang diterima. Demikian pula kepastian dan kemanfaatan hukum bagi masyarakat, adalah didasarkan pada realitas hukum yang dihadapi. Oleh karena itu, proses penegakan hukum memiliki peran penting dalam upaya mencapai tujuan hukum.

Keadilan Dalam Penegakan Hukum
Salah satu persoalan yang menjadi perhatian masyarakat saat ini dalam proses penegakan hukum adalah tidak tercerminnya prinsip keadilan sebagai tujuan hukum. Masyarakat melihat berbagai penanganan perkara pidana belum mencerminkan keadilan baik dari sisi penanganan maupun dari sisi putusan hakim. Beberapa kasus yang sering menjadi perhatian adalah kasus pidana kecil yang dipandang masyarakat tidak layak untuk dihukum, atau bahkan di bawa ke pengadilan. Kasus-kasus ini misalnya adalah kasus yang dilakukan oleh anak-anak dan kasus pencurian barang-barang kecil yang dilakukan karena keterdesakan ekonomi.
Perhatian publik yang besar dan persepsi atas ketidakadilan dalam proses penegakan hukum tidak dapat dikatakan semata-mata persoalan pelaksanaan atau karena ketidakmampuan aparat penegak hukum. Sebaliknya, persoalan bersumber adanya perbedaan konsepsi keadilan yang dipahami oleh aparat penegak hukum dengan keadilan yang dirasakan oleh masyarakat.
Aparat hukum sebagai pelaksana hukum, sebagaimana para yuris lainnya, selama ini memahami keadilan sebagaimana diajarkan oleh Aristoteles, yaitu keadilan distributif dan keadilan korektif. Keadilan distributif adalah distribusi secara proporsional dalam lapangan hukum publik.  Sedangkan keadilan korektif adalah pembetulan sesuatu yang salah, memberikan kompensasi bagi pihak yang dirugikan, atau hukuman yang pantas bagi pelaku kejahatan.  Dalam perspektif penghukuman, keadilan adalah memberikan hukuman bagi seseorang yang melakukan tindak pidana. Keadilan ini bersifat individual dalam arti tidak melihat persoalan sosiologis dari tindak pidana itu sendiri serta hukuman yang akan dijatuhkan.

Keadilan Restoratif Dalam Penegakan Hukum
Saat ini telah terdapat perkembangan teori keadilan dan dipandang sebagai pemikiran keadilan yang paling komprehensif, yaitu yang disampaikan oleh John Rawl.  Rawls melihat kepentingan utama keadilan adalah (1) jaminan stabilitas hidup manusia, dan (2) keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan bersama. Rawls memercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil adalah struktur dasar masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan terpenuhi. Kategori struktur masyarakat ideal ini digunakan untuk menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau tidak, serta melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial. Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan adalah situsi sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip-prinsip keadilan yang dapat digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik.
Pemikiran keadilan John Rawl merupakan pemikiran keadilan sosial yang dapat diterapkan dalam proses penegakan hukum. Di dalam proses penegakan hukum atas suatu tindakan kejahatan tentu harus dilihat akar persoalan tindak kejahatan itu sendiri apakah dipengaruhi oleh struktur sosial yang tidak adil. Dalam kasus demikian tentu tindakan penegakan hukum baru dapat dikatakan adil jika mempertimbangkan kondisi dan struktur sosial.  Di Indonesia, Driyarkara pernah mengemukakan pemikiran tentang keadilan sosial yang khas Indonesia, yaitu keadilan yang berintikan pada kemanusiaan. Dalam perspektif ini, keadilan sosial adalah tindakan-tindakan yang memanusiakan manusia.
Berdasarkan pada perkembangan konsepsi keadilan muncullah konsep keadilan restoratif (restorative justice). Keadilan restoratif mendekati suatu tindak pidana secara berbeda. Tindak pidana dipandang sebagai penyakit masyarakat yang harus disembuhkan, bukan sekadar sebagai tindakan melanggar aturan hukum. Oleh karena itu untuk menyembuhkannya diperlukan peran bersama antara pelaku, korban, dan masyarakat. Penyembuhan inilah yang menjadi perhatian utama, bukan pada penghukuman terhadap pelaku. Penyembuhan hanya dapat dilakukan dengan melibatkan semua pihak karena tindak pidana itu tidak dilihat semata-mata sebagai tindakan dengan motivasi individual, melainkan hadir karena kondisi sosial yang perlu diperbaiki bersama. Pelaku dalam hal ini juga menjadi korban dari ketidakadilan sistem sosial.
Konsep keadilan restoratif dalam hukum pidana Indonesia telah mulai diterapkan dalam hukum pidana anak. Anak pelaku tindak pidana mendapatkan perlakuan khusus karena pada hakikatnya juga merupakan korban dari kondisi sosial tertentu yang perlu diperbaiki dengan peran bersama. Hal ini perlu didorong untuk diterapkan pada kasus-kasus pidana tertentu yang saat ini menjadi perhatian masyarakat. Pencurian ringan karena kondisi keterdesakan ekonomi sudah seharusnya menggunakan pendekatan keadilan restoratif. Pencurian sebagai tindak pidana yang terjadi karena struktur dan kondisi sosial yang tidak adil adalah “penyakit” atau persoalan bersama dari masyarakat yang tidak dapat disembuhkan hanya dengan menghukum pelaku. Bahkan, penghukuman itu menjadi tidak adil karena tanpa melihat konteks sosial. Oleh karena itu fokus utama penyelesaian hukum bukan pada penghukuman, tetapi mengembalikan kepada kondisi semula, mengoreksi pelaku bahwa tindakan mencuri tidak dapat dibenarkan, mengoreksi masyarakat bahwa melestarikan ketidakadilan yang membuat seseorang hanya memiliki pilihan mencuri untuk bertahan hidup juga merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
Tentu saja penerapan keadilan restoratif demikian dapat berbenturan dengan asas legalitas dan tujuan kepastian hukum. Namun benturan itu dengan sendirinya tidak akan terjadi ketika yang dimaksud dengan kepastian hukum adalah kepastian hukum yang adil. Dan ketika keadilan restoratif sudah diterima dan diterapkan dengan sendirinya akan mengukuhkan kepastian hukum, bahwa terdapat tindak pidana dengan karakter tertentu yang sudah seharusnya ditegakkan secara khusus pula. Penerapan keadilan restoratif dapat dimulai dari proses penyelidikan dan penyidikan di mana Polisi memiliki keleluasaan bertindak atau diskresi demi kepentingan umum.

*****

Daftar Pustaka
Chand, Hari. Modern Jurisprudence. Kuala Lumpur: International Law Book Services, 1994.

Darji Darmodiharjo. Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995.

Hadisuprapto, Paulus. Pidato Pengukuhan Guru Besar, Peradilan Restoratif : Model Peradilan Anak Indonesia Masa Datang. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2006.

Hirsch, A. V. & Julian V. Roberts & Anthony Bottoms. Restorative Justice and Criminal Justice. Canada: Hart Publishin, 2003.

Hyronimus Rhiti. Filsafat Hukum. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2011.

Rawl, John. A Theory of Justice. New York: The Belknap Press of Harvard University Press, 1999.

Tamanaha, Brian Z. Realistic Socio-Legal Theory. Oxford: Oxford University Press, 1997.

Marshall, Tony F. Retorative Justice an Overview. London: Home Office, Information & Publications Group, 1999.







[1] Pengantar Ceramah Umum pada Rapat Kerja Teknis Fungsi Reskrim Polri TA 2012, Selasa, 13 Maret 2012 di Jakarta.
[2] Ketua Mahkamah Konstitusi RI.