PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI DALAM
PENGELOLAAN PERSEROAN*
Oleh
Bismar Nasution**
A. Prinsip Fiduciary Duty
Teori fiduciary duty adalah
suatu kewajiban yang ditetapkan undang-undang bagi seseorang yang memanfaatkan
seseorang lain, dimana kepentingan pribadi seseorang yang diurus oleh pribadi
lainnya, yang sifatnya hanya hubungan atasan-bawahan sesaat. Orang yang
mempunyai kewajiban ini harus melaksanakannya berdasarkan suatu standar dari
kewajiban (standard of duty) yang paling tinggi sesuai dengan yang
dinyatakan oleh hukum. Sedangkan fiduciary ini adalah
seseorang yang memegang peran sebagai suatu wakil (trustee) atau suatu
peran yang disamakan dengan sesuatu yang berperan sebagai wakil,
dalam hal ini peran tersebut didasarkan kepercayaan dan kerahasiaan (trust
and confidence) yang dalam peran ini meliputi, ketelitian (scrupulous),
itikad baik (good faith), dan keterusterangan (candor). Fiduciary ini
termasuk hubungan seperti, pengurus atau pengelola, pengawas, wakil
atau wali, dan pelindung (guardian). termasuk juga di
dalamnya seorang lawyer yang mempunyai hubungan fiduciary denganclient-nya.[1]
Dalam pengelolaan perseroan atau
perusahaan, para anggota direksi dan komisaris sebagai salah satu organ vital
dalam perusahaan tersebut merupakan pemegang amanah (fiduciary)
yang harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan.
Di sini direksi memiliki posisi fiducia dalam
pengurusan perusahaan dan mekanisme hubungannya harus
secara fair. Menurut pengalaman common
law hubungan itu dapat didasarkan pada
teori fiduciary duty.[2] Hubungan fiduciary
duty tersebut didasarkan atas kepercayaan dan kerahasiaan (trust
and confidence) yang dalam peran ini meliputi, ketelitian (scrupulous),
itikad baik (good faith), dan keterusterangan (candor). Dalam
memahami hubungan pemegang kepercayaan (fiduciary relationship)
tersebut, common law mengakui bahwa orang yang
memegang kepercayaan (fiduciary) secara natural
memiliki potensi untuk menyalahgunakan wewenangnya. Oleh
sebab itu hubungan pemegang kepercayaan tersebut harus didasarkan
kepada standar yang tinggi.[3]
Negara-negara common law seperti
Amerika Serikat yang telah mempunyai standar yang jelas untuk menentukan apakah
seorang direktur dapat dimintai pertanggungjawabannya dalam tindakan yang
diambilnya, yaitu didasarkan pada standar duty of loyality danduty
of care. Kewajiban utama dari direktur adalah kepada perusahaan secara
keseluruhan bukan kepada pemegang saham baik secara individu maupun kelompok.[4] ,sesuai dengan
posisi seorang direktur sebagai sebuah trustee dalam
perusahaan. Posisi ini mengharuskan seorang direktur untuk tidak bertindak
ceroboh dalam melakukan tugasnya (duty of care)[5]. Selain itu dalam
melakukan tugasnya tersebut seorang direktur tidak boleh mengambil keuntungan
untuk dirinya sendiri atas perusahaan (duty of loyality).[6] Pelanggaran terhadap kedua prinsip
tersebut dalam hubungannya dengan Fiduciary Duty dapat
menyebabkan direktur untuk dimintai pertanggung jawaban hukumnya secara pribadi
terhadap perbuatan yang dilakukannya. baik kepada para pemegang saham maupun
kepada pihak lainnya.[7]
Doktrin atau prinsip fiduciary
duty ini dapat kita jumpai dalam Undang-undang No.1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas. Menurut Pasal l79 ayat (1) UUPT pengurusan PT
dipercayakan kepada Direksi Lebih jelasnya pasal 82 UUPT menyatakan, bahwa
Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan
tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar
pengadi.lan. sedangkan Pasal 85 UUPT menetapkan bahwa setiap anggota Direksi
wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk
kepentingan dan usaha Perseroan. Pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan
Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan
bersalah atau lalai menjalankan tugasnya tersebut.
Dalam konteks direktur, sangat penting
untuk mengontrol perilaku dari para direktur yang mempunyai posisi dan
kekuasaan besar dalam mengelola perusahaan, termasuk menentukan standar
perilaku (standart of conduct) untuk melindungi pihak-pihak yang akan
dirugikan apabila seorang direktur berperilaku tidak sesuai dengan
kewenangannya atau berperilaku tidak jujur.[8]
Untuk membebankan pertanggungjawaban
terhadap direktur atau pengurus korporasi, maka harus dibuktikan adanya
pelanggaran terhadap kekuasaan kewajiban kewenangan yang dimilikinya.
Pengurus korporasi dalam hal ini harus dapat dibuktikan telah melanggar good
faith yang dipercayakan padanya dalam menjalan korporasi atau
perusahaan, sebagaimana diatur dalam prinsipfiduciary duty.
Jika kita menghubungkannya dengan identification
theory dalam wacana common law sebagaimana telah
diuraikan diatas, kesalahan yang dilakukan oleh anggota direksi atau
pejabat korporasi lainnya hanya dapat dibebankan pada korporasi jika memenuhi
syarat: i) tindakan yang dilakukan oleh mereka berada dalam batas tugas atau
instruksi yang diberikan pada mereka, ii) bukan merupan penipuan yang dilakukan
untuk perusahaan, iii) dimaksudkan untuk menghasilkan atau mendatangkan
keuntungan bagi korporasi. Dengan kata lain, jika salah satu syarat ini
tidak dipenuhi, maka kesalahan tersebut tidak dapat dipikul oleh korporasi,
namun harus dipikul secara pribadi oleh organ korporasi yang melakukan tindakan
tersebut.
B. Duty of Care Atas Direksi
Salah satu cara untuk melihat apakah
direksi melakukan pengelolaan perseroan yang salah atau tidak bersalah adalah
menilai apakah mereka gagal melakukan tugasnya dalam pengelolaan perseroan
tersebut. Di samping itu, bisa pula dilihat dari berbagai kasus yang melibatkan
direksi dalam konflik kepentingan (conflict of interest).[9]
Dalam konteks itu, harus dipisahkan
penilaian berkenaan dengan kelalaian dan incompetence.[10] Hal ini dapat dipahami dari tradisicommon
law, seperti Amerika Serikat, dimana terdapat pendapat pengadilan
dalam Bayer v. Beran, 49 N.Y.S.2d 2, 6 (1944), yang
menyatakan, bahwa “it is unusual for directors to be liable for negligence
in the absence of fraud or personal interest.”[11]Tambahan lagi,
berbagai kasus menjelaskan bahwa dalam mengkritisi pengelolaan perseroan oleh
direksi bukan hanya didasarkan kepada peraturan perundang-undangan, namun
dilihat pula bagaimana direksi melakukan bisinis perseroan.[12]
Dipandang secara sekilas hukum perseroan
mengisyaratkan bahwa direksi harus mengelola perseroan dengan kehati-hatian (care)
yang semestinya sebagaimana halnya para pengemudi harus mengendarai mobilnya
dengan penuh kehati-hatian.[13]
Hukum perseroan di Indonesia juga telah
mengisyaratkan agar direksi dalam mengelola perseroan dengan kehati-hatian.
Pasal 85 ayat (1) UUPT menentukan, bahwa “setiap anggota direksi wajib dengan
itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan
usaha perseroan.” Namun ketentuan Pasal 85 ayat (1) tersebut tidak menjelaskan
batasan kehatian-hatian. Akibatnya, sulit menentukan kapan direksi perseroan
masuk pada kategori tidak mengelola perseroan dengan kehati-hatian.
Berbeda dengan The American Law
Institute Principles of Corporate Governance yang telah menentukan 3
(tiga) kategori “kehatian-hatian yang semestinya” (“due care”) dalam
peraturan perundang-undangan. Pertama, “care that an ordinarily prudent
person would exercise in like position and under similar circumstance.” Kedua,
care exercised by prudent person in this own affairs.” Ketiga,” in a
manner he reasonably believes to be in the best interests of the corporation.”[14]
Dalam hal kehatian-hatian direksi
mengelola perseroan tersebut perlu pula mengkaji pertimbangan bisnis (business
judgment). Hakim Shientag dalam perkara Casey v. Woodruff, 49 N.Y.S.2d 625,
643 (1944) berpendapat sebagai berikut:
“The fundamental concept of
negligence does not vary,wheter it is applied to the case of a simple personal
injury action or to liability of directors in the managenment of the affairs of
their corporation. A pedestrian crossing the street is under a duty to use
reasonable care. He is required to look before he crosses, “but the law
does not say how often he must look or precisely how far, or when or from
where…….. If he has used his eyes , and has miscalculated the danger, he may
still be free from fault,”Knapp v.Barret, 216 N.Y,230,110 N.E. 428, 429. The
law does not hold him guilty of negligence although if he had looked oftener
the accident might have been avoided. He discharges his duty when he has
acted with reasonable prudence. So it is with directors. The law requires the
use of judgment, the judgment of ordinary prudence, but it does not hold
directors liable simply because they might have use better judgment.
The question is frequently asked, how
does the operation of the so-called “bussines judgment rule” tie in with the
concept of negligence? There is no conflict between the two. When courts say
that they will not interfere in matters of bussines judgment, it is presupposed
that judgment-reasonable diligence-has in fact been exercised. A director
cannot close his eyes to what is going on about him in the conduct of the
bussiness of the corporation and have it said that he is exercising bussiness
judgment. Courts have properly decided to give directors a widw atitude in the
management of the affairs of a corporation provided alwalys that judgment, and
that means an honest, unbiased judgment, is reasonably axercised by them.[15]
Dalam sistem hukum perseroan di
Indonesia, Komisaris[16] adalah organ
atau badan pengawas mandiri PT. Berbeda dengan sistim hukum perseroan Anglo
Amerika yang tidak mengenal Komisaris. Tetapi ada kesan bahwa Board of
Directors yang dikenal dalam hukum perseroan Anglo Amerika mirip
dengan Komisaris. Tetapi jika diperhatikan kemiripan tersebut adalah semu.
Karena pada hakekatnya Board Of directors itu adalah organ
eksekuttif PT. Hal ini terlihat dari fungsi Board Of Directors sebagai
the Power and the duty to manage or direct the corporaton.[17].
Selanjutnya disebutkan bahwa[18] kewajiban Board
Of Directors adalah sebagai. berikut: .
a. Protect the assets and
other interest of the share holder of the corporations
b. To ensure the continuity
of the corporation by inforcing the articless and by laws and by seeing
that a sound board of directors Is maintained.
c. To make decisions that
are not delegable, such as the payment of dividends.
Komisaris dalam hukum perseroan di
Indonesia mirip dengan jabatan Komisaris, yang dikenal dalam hukum perseroan
Belanda.[19]Karena baik hukum
perseroan Indonesia maupun Hukum Perseroan Belanda menentukan bahwa tidak ada
keharusan bagi sebuah PT mempunyai komisaris. Kecuali PT tertentu di Indonesia,
seperti PT yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, peseroan yang
menerbitkan surat pengakuan utang, atau Perseroan Terbatas (Pasal 94 ayat (2)
UUPT dan juga PT persero sebagaimana ditentukan pasal 34 ayat (1).
Peraturan Pemerintah No.3 tahun 1983. Walaupun demikian sifat fakultatif dari
hukum perseroan tersebut, pembuat Undang-Undang mengandaikan bahwa setiap PT
yang mempunyai komisaris sebagaimana yang diatur dalam pasal 43, 52 dan 54 ayat
2 K.U.H.D serta Pasal 94 ayat (1) UUPT.
Penerapan prinsip duty of
care dapat dipahami dalam Francis v. United Jersey Bank,
392 A.2d. 1233(1978) dimana perkara ini relevan untuk
kondisi perusahaan termasuk perbankan di Indonesia. Perkara ini
menyangkut Pritchard & Baird Intermediaries Corp.
Pritchard & Baird suatu perusahaan yang bergerak dalam bisnis broker
reasuransi. Charles Pritchard Sr., pendiri perusahaan yang selama beberapa
tahun adalah pemegang saham utama dan sekaligus pengendah perusahaan. Pada tahun
1970 Pritctard Sr. mengajak anak-anaknya Charles Jr. dan William turut
mengelola perusahaan dan pada saat Pritchard Sr. meninggal pada 1973 kedua
anaknya tersebut mengambil alih kendali perusahaan.
Kedua anaknya tersebut telah
menggelapkan uang perusahaan dalam bentuk “pinjaman pemegang saham” dan
pembayaran-pembayaran yang tidak pada tempatnya (improper) kepada
anggota keluarga. Pengeluaran uang ini tercermin dalam laporan keuangan
perusahaan sebagai “pinjaman pemegang saham”. Akibat transaksi ini perusahaan
menjadi insolven, dan pada akhir 1975 bangkrut. Francis kemudian ditunjuk
sebagai trustee dalam kebangkrutan Pritchard & Baird.
Dalam upaya memenuhi kewajiban perusahaan, Francis menggugat: (1) warisan Richard
Sr., yang bertindak sebagai administraturnya adalah United Jersey; (2) warisan
Lilian Pritchard, isteri Richard Sr. dan komisaris perusahaan sejak saat
perusahaan berdiri sampai bangkrut. Lilian meninggal dunia pada saat proses
kebangkrutan dimulai. Pertanyaan utama dalam kasus ini adalah apakah Lilian
Pritchard telah bertindak sembrono(negligently) sebagai komisaris,
sehingga tidak mengetahui dan tidak menghentikan perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan anak-anaknya. Apabila jawaban terhadap pertanyaan ini benar, maka
warisannya dapat dijadikan sebagai sumber pembayaran kewajiban perusahaan.
Dalam kasus ini pendapat pengadilan sebagai berikut.
Komisaris bertanggungjawab atas
menajemen perusahaan secara umum, dan bertanggungjawab khusus dalam kaitannya
dengan distribusi aset kepada pemegang saham dan pemberian pinjaman kepada staf
dan direksi. Benar bahwa Mrs. Pritchard tidak pernah terlibat dalam bisnis
perusahaan dan hampir tidak memiliki pengetahuan mengenai kegiatan perusahaan.
Tergugat jarang datang ke perusahaan dan tidak pernah membaca dan mendapatkan
laporan keuangan perusahaan. Tergugat juga sudah tua dan tidak mengerti
seluk-beluk bisnis asuransi. Laporan keuangan Pritchard & Baird disusun
setiap tahun. Bentuk laporan keuangan ini sederhana tidak lebih dari tiga atau
empat halaman. Laporan keuangan tahunan perusahaan secara jelas memuat tentang
pembayaran yang dilakukan kepada keluarga Pritchard dan juga secara jelas
mencerminkan kesulitan keuangan perusahaan. Singkatnya, siapa saja yang melihat
laporan keuangan tersebut dan mengetahui sedikit tentang kegiatan perusahaan
akan mengetahui bahwa Charles Jr. dan William telah mencuri uang perusahaan
yang seharusnya dibayarkan kepada klien perusahaan.
Pengadilan menyatakan bahwa secara inheren tugas
komisaris adalah yang bersangkutan harus memiliki ide dasar atas bisnis
perusahaan. Komisaris harus mengetahui usaha apa yang dilakukan perusahaan dan
harus memiliki ide dasar tentang ruang lingkup kegiatan perusahaan. Dalam
hubungan ini, Mrs. Pritchard harus mengetahui bahwa Pritchard & Baird melakukan
bisnis broker reasuransi dan setiap tahun menangani jutaan dollar yang dimiliki
oleh atau harus dipertanggung-jawabkan kepada banyak nasabah. Dengan demikian
pengadilan berpendapat bahwa seorang komisaris pada posisi Mrs. Prichard
memiliki kewajiban “bare minimal” untuk meminta dan membaca
laporan keuangan tahunan lerusahaan dan bereaksi segera setelah membacanya.
Meskipun komisaris tidak diwajibkan mengaudit buku perusahaan, komisaris harus
familiar dengan status keuangan perusahaan dengan secara teratur mereview
laporan keuangan perusahaan dan bahwa seorang komisaris bukan hiasan tetapi
merupakan bagian penting dari corporategovernance dan tidak
dapat berlindung dibalik motto “dummy director”.
Pengadilan menyatakan bahwa tergugat
mampu mengetahui perbuatan yang dilakukan oleh anak tergugat. Mendeteksi
penyalahgunaan uang tidak memerlukan keahlian khusus atau kepintaran yang luar
biasa. Dengan membaca sepintas laporan keuangan akan dapat mengetahui perbuatan
tersebut. Dengan demikian apabila Tergugat membaca laporan keuangan, tergugat
akan mengetahui bahwa bahwa anaknya telah melakukan penggelapan uang.
Pengadilan berpendapat bahwa Tergugat
wajib membaca laporan keuangan dan melakukan usaha-usaha secukupnya untuk
mendeteksi dan mencegah perbuatan melanggar hukum pejabat dan komisaris
lainnya. Tergugat memiliki kewajiban untuk melindungi nasabah perusahaan
terhadap kebijakan dan praktik-praktik yang dapat mengakibatkan penyalahgunaan
uang yang dipercayakan kepada perusahaan. Tergugat telah melanggar kewajibaruiya
tersebut. Argumentasi bahwa tergugat hanya “figurehead director” tidak
dapat diterima. Dalam kontemplasi hukum tidak dikenal “figurehead
director”, hal ini telah lama dikenal dalam industri perbankan.
3A Fletcher, Cyclopedia of the Law of Private Corporations, #
1090 menyatakan:
It quently happ ens that persons become
directors of banking houses for the purp ose o capitalizing the position in the
community where the bank does business, without any intention of watching
or participating in the conduct of its affairs. It is a dangerouspracticc for
director, since such tgunheads and rubber stamps an universally held liable on
the ground that they have not discharged their duty nor exercised the required
amount of diligence exacted of them.
Tidak terdapat alasan berdasarkan
peraturan bahwa yang dinyatakan oleh Flecher tersebut hanya berlaku terbatas
bagi perbankan. Pengadilan berpendapat bahwa Mrs. Pritchard telah lalai dalam
melaksanakan tugasnya sebagai komisaris Pritchard & Baird. Apabila yang bersangkutan
melakukan tugasnya dengan hati-hati (due care) dia akan
mengetahui perbuatan yang dilakukan oleh Charles Jr. dan William. Kelalaiannya
tersebut telah menyebabkan kerugian pada nasabah. Dengan demikian warisannya
harus dipergunakan untuk membayar kewajiban perusahaan.[20]
C. Duty
of loyality
Duty of loyalty kepada
perusahaan mencegah direksi mengambil kesempatan menguntungkan yang seharusnya
dimiliki oleh perusahaan. Dalam penggunaan properti misalnya komisaris secara
tegas dilarang menggunakan aset perusahaan dalam membangun usahanya pribadi.
Komisaris juga tidak diperkenankan memanfaatkan properti atau keuntungan
lainnya untuk kepentingan pribadi apabila perusahaan berkepentingan atau
perusahaan memiliki keinginan (expectancy) atas properti tersebut.
Sebagai contoh, apabila perusahaan telah menyewa suatu properti maka komisaris
tidak boleh membeli properti tersebut untuk dirinya. Suatu perusahaan dikatakan
memiliki ekspektansi apabila secara rasional dapat dilihat bahwa perusahaan
memiliki kepentingan atas properti tersebut. Dalam hal suatu kesempatan terkait
erat dengan bisnis perusahaan maka itu juga berarti suatu ekspektansi.
Dalam perkara Johnston v. Greene.[21] O memiliki
kepentingan besar atas perusahaan A, AC dan C dan banyak perusahaan lainnya.
Perusahaan A didirikan untuk membiayai atau menyewakan pesawat terbang,
akan tetapi tidak pernah melaksanakannya. Perusahaan A likuid dengan banyak
uang tunai. Kepada Perusahaan A ditawarkan kesempatan bisnis membeli perusahaan
yang memproduksi mur (nut) pesawat terbang. Yang ditawarkan adalah saham dan
hak paten yang dimiliki perusahaan. Sejumlah penasehat menyarankan bahwa lebih
baik memisahkan kepemilikan saham dengan kepemilikan hak paten. O
mempresentasikan tawaran bisnis tersebut kepada 3 komisaris perusahaan A yang O
merupakan salah satunya. Perusahaan A kemudian hanya membeli saham dan O kemudian
menjual hal paten kepada kelompok 37 orang. Pemegang saham Perusahaan A
menggugat O dengan tuduhan telah mengambil corporate opportunity. Pertanyaan
yang diajukan ke pengadilan adalah apakah O telah mengambil kesempatan yang
seharusnya diberikan kepada Perusahaan A. Pengadilan berpendapat O tidak
mengambil kesempatan dengan a pertimbangan. Pertama, O memiliki banyak hubungan
dengan perusahaan-perusahaan. Kesempatan bisnis tersebut ditawarkan kepadanya,
berarti secara individual. Perusahaan A tidak memiliki ekspektansi atas
kesempatan bisnis tersebut, karena tidak memiliki keterkaitan erat dengan
bisnis Perusahaan A. adalah benar bahwa A memiliki banyak uang tunai dan sedang
mencari peluang investasi. Ketiga, kesempatan telah diberikan kepada Perusahaan
A yang kemudian menolak pembelian hak paten. Terdapat alasan yang cukup bagi
Perusahaan A menolak pembelian paten atas saran dari penasehat. Keempat, O
tidak membeli hak paten untuk dirinya akan tetapi menjualnya kepihak lain.
Dengan demikian O telah bertindak adil.
Dalam perkara Lewis v.
Fuqua.[22] Pada tanggal 3
Maret, Fuqua Industries membeli 425.365 lembar saham Triton Prefered dari
American Financial Corp. (AFC) dengan harga 45 sen per lembar. Triton adalah
perusahaan holding dari negara bagian Delaware yang asset miliknya termasuk
project real estate dan sedang mengalami kerugian USD 160 juta. Sebulan
sebelumnya J.D. Fuqua (komisaris utama dan CEO perusahaan) telah membeli dua
juta lembar saham Triton dari AFC. Pada tanggal 7 Maret 14 tergugat membeli
sisa saham sejumlah 1.260.450 lembar yang dimiliki AFC. Beberapa waktu kemudian
Fuqua Industries membeli saham Triton yang dimiliki Abthony Wals dengan harga
30 sen lebih mahal. Lewis, pemegang saham Fuqua Industris mengajukan gugatan
derivatif terhadap Fuqua Industries. Lewis menuduh J.D. Fuqua dan lainnya telah
merampas kesempatan bisnis (business opportunity) Fuqua Industries. Fuqua
Industries kemudian menunjuk suatu komite yang terdiri dari satu orang untuk
mengkaji gugatan dan meminta agar pengadilan menolak gugatan atas dasar
rekomendasi komite tersebut. Permasalahannya adalah apakah ada alasan yang
tepat (reasonable) untuk menyimpulkan bahwa tidak ada kesempatan bisnis yang
dirampas sehingga gugatan harus ditolak. Pengadilan berpendapat tidak ada
alasan untuk menolak gugatan dengan pertimbangan. Pertama, tidak masuk akal
kesimpulan komite bahwa kesempatan membeli saham Triton bukan corporate
opportunity. Komite menggunakan empat elemen sebagai “fairness test”
dalam menyimpulkan apakah ada corporate oppotunity. Keempat
elemen tersebut adalah kepentingan (interest) atau ekspektansi (harapan),
bidang usaha (line of business), keuntungan praktis (practical advantage)
dan penggunaan sumber daya perusahaan.Kedua, berdasarkan elemen pertama
fairness test, komite menyimpulkan tidak ada kepentingan atau harapan karena
tergugat tidak memiliki kepentingan atas saham pada saat komisaris melakukan
pembelian. Komite seharusnya melihat keadilan transaksi tersebut secara
substantif bukan hanya keputusan bisnis (business judgement). Transaksi adalah
tidak wajar (reasonable) karena keputusan tidak membeli saham dibuat oleh
orang yang kemudian melakukan pembelian. Ketiga, atas dasar test kegiatan
usaha, komite menyimpulkan meski Triton berada pada kegiatan usaha yang sama
namun kebijakan perusahaan melarang perusahaan mengambil kesempatan.
Komite menyimpulkan bahwa Tergugat menjalankan kebijakan keuntungan yang tinggi
sedangkan Triton menderita kerugian sehingga tidak konsisten dengan kebijakan
perusahaan. Alasan ini juga tidak masuk akal karena perusahaan juga melakukan
pembelian sebagian saham. Keempat atas dasar test
practical advantage, komite menyimpulkan bahwa saham Triton bukan practical
advantage bagi Fuqua Industries karena kerugian Triton akan tercermin pada
laporan keuangan Fuqua Industries. Alasan ini juga tidak logis, karena dewan
komisaris telah memutuskan kerugian Triton dicatat dalam laporan keuangan Fuqua
Industries secara proporsional dengan jumlah saham yang dimiliki yaitu hanya
1.1%. Kelima, komite telah benar menyimpulkan bahwa tidak ada dana
perusahaan yang digunakan, akan tetapi elemen ini saja tidak cukup untuk
menyimpulkan tidak ada corporate opportunity yang dirampas. Terakhir,
tidak masuk akal menyimpulkan bahwa komisaris tidak memiliki kepentingan.
Gugatan menuduh bahwa komisaris mengalihkan kesempatan perusahaan membeli saham
Triton kepada mereka dan untuk keuntungan mereka sendiri. Oleh karena itu,
Penggugat berhak mendapatkan ganti rugi.
Beberapa alasan digunakan oleh komisaris
sebagai bantahan atas gugatan telah merampas corporate opportunity. Pertama,
kapasitas sebagai individu. Komisaris menyatakan bahwa kesempatan bisnis
tersebut diberikan kepada dirinya sebagai individu. Pertanyaan yang muncul
adalah bagaimana kesempatan tersebut datang kepadanya dan mengapa. Apakah
merupakan kesempatan bisnis yang secara rasional diminati perusahaan. Kedua,
perusahaan tidak mampu melaksanakan kesempatan yang ditawarkan. Secara umum,
komisaris dapat mengambil keuntungan atas suatu peluang bisnis yang tidak mampu
dilakukan oleh perusahaan. Misalnya perusahaan sedang berada dalam keadaan
insolven. Namun demikian, mengingat penilaian apakah perusahaan mampu atau
tidak memanfaatkan kesempatan bisnis yang ditawarkan bersifat relatif maka
seharusnya komisaris menjelaskan terlebih dahulu kesempatan tersebut kepada
dewan komisaris atau pemegang saham. Ketiga, perusahaan menolak peluang yang
ditawarkan. Apabila perusahaan, dalam hal ini komisaris independen atau
pemegang saham independen, setelah dijelaskan adanya kesempatan bisnis tersebut
dan menolaknya maka komisaris dapat memanfaatkan kesempatan bisnis tersebut.
Apabila komisaris telah terbukti
merampas peluang bisnis perusahaan maka apabila properti tersebut telah dijual,
keuntungan yang diperoleh dari penjualan tersebut harus diserahkan kepada
perusahaan. Disamping itu perusahaan dapat memaksa komisaris untuk menyerahkan
properti kepada perusahaan.[23]
BUSINESS JUDGMENT RULE
A. Tugas dan Wewenang Direksi
Secara legal mandate pengelolaan
perseroan “harus dikelola oleh direksi.”[24] Di samping itu,
direksi[25] sebagai organ PT
adalah mewakili kepentingan PT selaku subyek hukum mandiri. Karena keberadaan
PT adalah sebab keberadaannya (maison di etre) direksi. Oleh karena
apabila tidak ada PT, maka direksi juga tidak akan pernah ada. Hal ini menjadi
alasan bahwa direksi harus selamanya mengabdi kepada kepentingan PT. Dengan
perkataan lain, direksi wajib mengabdi kepada kepentingan semua pemegang saham,
bukan mengabdi kepada kepentingan satu atau beberapa pemegang saham. Artinya
direksi bukan wakil pemegang saham, tetapi merupakan wakil PT selaku persona
standi in judicio.
Menurut Pasal l79 ayat 1 UUPT pangurusan
PT dipercayakan kepada Direksi[26] Lebih jelasnya
pasal 82 UUPT menyatakan, bahwa ”Direksi bertanggung jawab penuh atas
pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili
perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.” Atas pengurusan Direksi ini
dapat memberi kesimpulan bahwa Direksi ditugaskan dan berwenang untuk hal-hal
sebagai berikut : pertama mengatur atau mengelola
kegiatan-kegiatan PT. Kedua, mengurus kekayaan PT. Ketiga, mewakili
PT di dalam dan di luar Pengadilan.
Selanjutnya Pasal 85 UUPT menetapkan
bahwa :
(1) Setiap anggota Direksi Wajib dengan
itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan
usaha Perseroan.
(2) Setiap anggota Direksi bertanggung
jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1).
(3) Atas nama perseroan, pemegang saham
yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri
terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian kepada Perseroan.
Ketentuan Pasa1 85 ayat 3 UUPT di atas
ini secara jelas memberikan hak derivatif (derivatif right) kepada
pemegang saham minoritas. Dengan perkataan lain UUPT memberikan hak kepada
pemegang saham minoritas untuk mewakili kepentingan perseroan mengajukan
gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang merugikan Perseroan.
Hukum perseroan di Amerika Serikat, telah mengatur 3 (tiga) tipe perangkat
hukum pemegang saham. Pertama, para pemegang saham boleh mengadakan
tindakan-tindakan atas nama mereka sendiri untuk restrukturisasi perusahaan
atau untuk menghalangi terjadinya pengingkaran kontrak pemegang saham mereka. Kedua, mereka
diperbolehkan melakukan class action yang mewakili mereka
sendiri atau pemegang saham lainnya, yang secara bersama-sama dirugikan sebagai
pemegang saham individu. Ketiga, mereka diperbolehkan melakukan derivative
suit.[27]
Tugas Direksi dalam mengatur atau
mengelola kegiatan-kegiatan usaha PT dan mengurus kagiatan PT diatas tidak
dapat dipisahkan dalam hal PT. Karena pengurusan kekayaan PT harus menunjang
terlaksananya kegiatan usaha PT. Dengan ini direksi hanya mempunyai 2 (dua)
tugas yaitu, pengelolaan dan perwakilan PT, Untuk pelaksanaan kedua tugas
Direksi itu perlu menjadi perhatian bahwa pengelolaan PT pada hakekatnya adalah
tugas dari semua anggota direksi tanpa kecuali (Collegiale besturrsverant
woordelijkheid). Dengan ini tugas dan wewenang untuk mengelola PT adalah
tugas dan wewenang setiap anggota Direksi.
Terdapat 2 (dua) alasan mengenai
tanggung jawab pribadi direksi secara tanggung renteng itu. Pertama,
PT adalah subjek hukum mandiri. Kedua, PT sebagai ciptaan hukum
mutlak memerlukan direksi yang ditugaskan untuk mengelola dan mewakilinya.
Berarti tanggung jawab direksi dalam mengelola PT adalah akibat dari tugas dan
wewenang yang dipercayakan padanya. Jadi selama direksi menjalankan
kewajibannya dalam batas-batas kewenangan dalam menjalankan tugasnya itu
dibebankan kepada PT. Prinsip ini berlaku di berbagai negara, baik negara yang
menganut sistim common law maupun sistim civil law.
Jika direksi dalam menjalankan tugasnya
berada di luar batas-batas kewenangannya (melanggar ketentuan Anggaran Dasar),
maka semua anggota Direksi bertanggung jawab secara pribadi. Dalam hal ini PT
tidak ikut bertanggung jawab, oleh karena direksi yang melanggar Anggaran Dasar
tidak mengikat PT. Di Indonesia dalam hal ini diatur dalam pasal 85 ayat
(2) UUPT.
Tanggung jawab direksi secara pribadi
tidaklah terjadi hanya karena kedudukannya sebagai direksi, tetapi untuk
dibebankan tanggung jawab tersebut, direksi tersebut harus telah melakukan
hal-hal terhadap tindakan perusahaan. Pertama, direksi
mengizinkan perbuatan tersebut. Kedua, direksi meratifikasi
perbuatan tersebut. Ketiga, direksi ikut berpartisipasi dengan
cara apapun dalam perbuatan tersebut.
Hukum perseroan di Indonesia telah
menentukan tugas dan wewenang serta tanggung jawab Direksi secara detail antara
lain sebagaimana terdapat dalam ketentuan pasal 56 UUPT, Pasal_ 59 UUPT, Pasal
79 UUPT, Pasal 82 UUPT, Pasal 85 UUPT, Pasal. 86 UUPT, Pasal. 87 UUPT dan Pasal
88 UUPT.
Pasal 56 UUPT menyatakan, bahwa dalam
waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku perseroan ditutup, Direksi. menyusun
laporan tahunan untuk diajukan kepada RUPS, yang memuat sekurang-kurangnya :
a. Perhitungan tahunan yang
terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan Perhitungan laba rugi
dan tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen
tersebut.
b. Neraca gabungan dari perseroan yang
tergabung dalam satu grup, disamping neraca dari masing-masing perseroan tersebut.
c. Laporan mengenai. keadaan dan
jalannya perseroan serta hasil yang telah dicapai;
d. Kegiatan utama perseroan dan
perubahan selama tahun buku;
e. Rincian masalah yang
timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan perseroan;
f. Nama anggota direksi
dan. Komisaris; dan
g. Gaji dan tunjangan lain bagi
anggota Direksi dan Komisaris.
Pasal 57 UUPT menentukan, bahwa :
(1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Komisaris.
(2) Dalam hal ada anggota Direksi atau
Komisaris tidak menandatangani laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus disebutkan alasannya secara tertulis.
Pasal 59 UUPT menyatakan, bahwa :
(1) Direksi wajib menyerahkan perhitungan
tahunan perseroan kepada akuntan publik untuk diperiksa apabila :
a. bidang usaha perseroan
berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat
b. perseroan mengeluarkan
surat pengakuan utang;
c. perseroan merupakan Perseroan
Terbuka.
(2) Dalam hal kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) tidak dipenuhi, perhitungan tahunan tidak boleh
disahkan.
(3) Laporan hasil pemeriksaan akuntan
publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada
RUPS melalui Direksi.
(4) Perhitungan tahunan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), setelah mendapat pengesahan RIIPS diumumkan dalam 7
(dua) surat kabar harian.
Pasa1 60 UUPT menyebutkan, bahwa :
(1) Persetujuan laporan tahunan dan
pengesahan perhitungan tahunan dilakukan oleh RUPS.
(2) Keputusan atas persetujuan laporan
tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diambil sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini. dan atau Anggaran
Dasar.
(3) Dalam hal dokumen perhitungan
tahunan yang disediakan ternyata tidak benar dan atau menyesatkan, anggota
Direksi dan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak
yang dirugikan.
(4) Anggota Direksi dan Komisaris
dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) apabila
terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya.
Pasal 79 UUPT menyatakan, bahwa :
(1) Kepengurusan perseroan dilakukan
oleh Direksi.
(2) Perseroan yang bidang usahanya
mengerahkan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang
atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota
Direksi.
(3) Yang dapat diangkat menjadi anggota
Direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan
tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang
yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan
negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
Pasal 82 UUPT menyatakan, bahwa Direksi
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan
perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan.
Dalam ha anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, maka yang berwenang
mewakili. perseroan adalah setiap anggota Direksi kecuali ditentukan lain dalam
Undang-undang dan atau Anggaran Dasar. Anggaran Dasar dapat menentukan
pembatasan wewenang anggota Direksi, yaitu sebagaimana diatur dalam pasal 83
UUPT.
Selanjutnya pasal 84 :
(1) Anggota Direksi tidak berwenang
mewakili perseroan apabila :
a. Terjadi perkara di depan
pengadilan antara perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau
b. Anggota Direksi yang bersangkutan
mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan.
(2) Dalam Anggaran Dasar ditetapkan yang
berhak mewakili perseroan apabila terdapat keadaan sebagaimana dimaksud.
(3) Dalam hal Anggaran Dasar tidak
menetapkan ketentuan tersebut RUPS mengangkat 1 (satu) orang pemegang saham
atau lebih untuk mewakili perseroan.
Pasal 136 UUPT menyatakan, bahwa :
(l) Direksi wajib :
a.
membuat dan memelihara Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, dan risalah rapat
Direksi; dan
b. menyelenggarakan pembukuan perseroan
(2) Daftar Pemegang Saham, risalah
dan pembukuan tersebut disimpan di tempat kedudukan perseroan.
(3) Atas permohonan tertulis dari
pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dan
mendapatkan salinan Daftar Pemegang Saham, risalah dan pembukuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
Pasal 87 UUPT menyatakan, bahwa Anggota
Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan
atau keluarganya pada perseroan terebut dan perseroan lain.
Pasal 88 UUPT mengatur tentang kewajiban
Direksi dalam hubungannya dengan peralihan dan penjamin kekayaan
perseroan.
(1) Direksi wajib meminta
persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau
sebagian besar kekayaan perseroan.
(2) Perbuatan Hukum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tidak boleh merugikan pihak ketiga yang beritikad baik.
(3) Keputusan RUPS untuk mengalihkan
atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan
sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan
disetujui oleh paling Sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara
tersebut.
(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak perbuatan hukum tersebut dilakukan.
Direksi dapat memberikan kuasa tertulis
kepada 1 (satu) orang karyawan perseroan atau lebih atau orang lain untuk dan
atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu. (Pasal 89)
Sedangkan Pasal 90 UUPT mengatur
tanggung jawab Direksi sehubungan dengan kepailitan akibat kesalahan atau
kelalaian Direksi :
(1) Direksi hanya dapat mengajukan
permohonan ke Pengadilan Negeri agar perseroan dinyatakan pailit berdasarkan
keputusan RUPS.
(2) Dalam hal kepailitan terjadi karena
kesalahan atau kelalaian Direksi. dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk
menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota Direksi secara
tanggung jawab renteng bertanggung jawab atas kerugian itu.
(3) Anggota Direksi yang dapat
membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak
bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut.
Direktur Independen.
Di samping pembahasan Direksi di muka,
masih ada isu mengenai perlunya direktur independen dalam sebuah perusahaan
telah muncul ketika ada wacana pembaharuan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan
Undang-Undang Pasar Modal. Isu ini muncul untuk menjamin perlindungan
terhadap kepentingan pemegang saham minoritas (yang bukan Pemegang Saham
Pengendali) agar tercermin dengan adanya wakil-wakil mereka yang duduk sebagai
Direksi. [28] Selain itu di
dunia internasional isu mengenai perlu direktur independen juga muncul karena
banyaknya kasus yang terjadi akibat kelemahan kontrol akibat sistem pengelolaan
perusahaan yang buruk. Hal ini memicu penerpan sistem direktur independen
dalam prinsip-prinsip good corporate governance. Selanjutnya,
kajian yang dibuat oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa lemahnya penerapan corporate
governance merupakan faktor yang menentukan parahnya krisis di Asia.
Kelemahan tersebut antara lain terlihat dari minimnya pelaporan kinerja
keuangan dan kewajiban-kewajiban perusahaan, kurangnya pengawasan atas
aktivitas manajemen oleh Komisaris dan Auditor, serta kurangnya insentif untuk
mendorong terciptanya efisiensi di perusahaan melalui mekanisme persaingan
yang fair.[29]
Di China misalnya, pengaturan mengenai
direktur independen dipicu oleh adanya skandal Shenzhen-listed Guangxia
(Yinchuan) Industry Co yang telah memanipulasi laporan keuangannya. Skandal ini
dianggap telah menambah panjang buruknya penerapangood corporate governance di
China. Sehingga pada tahun 2001 untuk mengatasinya China Securities
Regulatory Commission(CSRC) mengeluarkan sebuah regulasi tentang kewajiban
untuk mempekerjakan minimal 2 direktur independen dalam perusahaan yang
terdaftar dalam bursa. Menurut regulasi tersebut direktur independen diberi
wewenang mengajukan proposal untuk menyelenggarakan RUPS, menunjuk dan
memberhentikan kantor akuntan yang mengaudit perusahaan, mengangkat auditor
independen dan menawarkan laporan keuangan independen sebagai tambahan tugas
mereka sebagai direksi. Mereka juga dapat memberikan opini independen mengenai
transaksi besar perusahaan, mengatur tugas dan pembayaran personil manajemen
dan mengajukan keberatan apabila perusahaan mengambil kebijakan yang merugikan
kepentingan pemegang saham minoritas.[30]
Secara umum Direksi Independen dapat
juga mempunyai tugas dan wewenang untuk hal-hal tertentu. Misalnya,
perbuatan-perbuatan di bawah ini hanya dapat dilakukan oleh Direksi dengan
persetujuan tertulis dari Direktur Independen: [31]
1. Melepaskan atau
menjaminkan aktiva tetap (fixed asset) dan aktiva lancar (current
asset) perseroan.
2. Mengambil bagian baik
sebagian atau seluruhnya atau ikut serta dalam perseroan atau badan-badan lain
atau menyelenggarakan perusahaan baru.
3. Melepaskan sebagian
atau seluruhnya penyertaan perseroan dalam perseroan atau badan-badan lain.
4. Menerima atau
memberikan pinjaman jangka pendek, menengah, panjang baik yang bersifat
operasional maupun tidak operasional yang melebihi jumlah tertentu yang
ditetapkan oleh anggaran dasar.
5. Mengadakan perjanjian
atau kerjasama lisensi, manajemen atau perjanjian sejenisnya dengan badan usaha
atau pihak lain.
6. Mengadakan kerjasama
dengan pihak ketiga yang membawa konsekuensi keuangan perseroan secara material
pada Perseroan.
7. Mengikat perseroan
sebagai penjamin (borg atau avalist) yang mempunyai
akibat keuangan secara material pada Perseroan.
8. Untuk tidak menagih
lagi dan menghapuskan dari pembukuan piutang.
9. Penghapusan persediaan
barang yang melebihi jumlah tertentu yang mempunyai akibat keuangan secara
material pada Perseroan.
10. Mengeluarkan jumlah uang
melebihi suatu jumlah tertentu yang ditentukan dalam anggaran dasar.
11. Mengembangkan proyek baru yang
mempunyai akibat keuangan secara material pada Perseroan.
12. Melakukan
pengeluaran-pengeluaran non-rutin dan Perseroan.
13. Mengangkat staf
manajemen dua tingkat dibawah Direksi.
14. Menentukan gaji staf
manajemen dua tingkat dibawah Direksi.
15. Menunjuk konsultan hukum,
akuntan dan penilai independen.
16. Menentukan jumlah bonus bagi
karyawan.
Dari penjabaran di atas kita dapat
melihat pentingnya peran direktur independen untuk menjamin keberlansungan
prinsip-prinsipgood corporate governance. Oleh karena itu pemilihan
direktur independen harus dilakukan secara hati-hati dan seksama. Untuk
menjamin independensi direktur independen maka harus memperhatikan beberapa
ketentuan berikut ini:[32]
1. Orang tersebut bukan
seorang pemegang saham substansial dari perusahaan tersebut atau pekerja dari
pemegang saham substansial.
2. Selama tiga tahun
terakhir tidak dipekerjakan dalam kapasitas eksekutif dari perusahaan tersebut
atau perusahaan anggota lainnya.
3. Selama tiga tahun
terakhir tidak menjadi ketua dari penasihat profesional atau konsultan dari
perusahaan tersebut atau perusahaan anggota lainnya atau menjadi pekerja dari
perusahaan konsultan tersebut.
4. Tidak menjadi konsumen
atau pemasuk hal-hal hal-hal yang material dari perusahaan tersebut atau
anggota perusahaan lainnya atau menjadi pekerja dari perusahaan konsumen dan
pemasuk tadi.
5. Tidak mempunyai
hubungan kontraktual dengan perusahaan atau anggota perusahaan.
6. Tidak mengabdi atau
melayani kepada direksi dalam periode tertentu dimana dalam pelayanannya dapat
secara material mempengaruhi keputusan direksi tersebut.
7. Bebas dari segala
kepentingan dan segala hubungan bisnis yang menurut persepsi yang wajar
mengintervensi secara material kemampuan direksi untuk bertindak sesuai dengan
kepentingan perusahaan.
Selain hal-hal diatas perlu juga kiranya
memperhatikan hubungan antara direktur independen dengan direktur lainnya yang
mungkin akan mempengaruhi independensi dari direktur independen tersebut. [33] Perlu juga
kiranya diperhatikan hubungan antara direksi independen dengan organ perusahaan
lainnya untuk menjamin kelancaran tugas dari direktur independen
tersebut.
b. Pembelaan Direksi melalui
Business Judgment Rule
Business Judgment Rule merupakan sebuah
doktrin yang telah lama diterapkan untuk melindungi Direksi dalam
pertanggungjawaban hukum yang diambil dari keputusan-keputusan bisnis mereka.
Dalam kasus Gries Sports Enterprises, Inc. v. Cleveland Brown Football Co.,
Inc., 26 Ohio St.3d 15, 496 N.E2D 959 (1986), yang melibatkan pemegang saham
yang mengajukan gugatan minoritas dan/atau melawan direksi-direksi perusahaan
yang diduga melanggar prinsip-prinsip keadilan dalam pengambilalihan saham
kepada perusahaan lain. Pengadilan menerangkan bahwa Business Judgment Rule adalah
sebagai berikut:
Business Judgment Rule adalah sebuah
prinsip dalam kepemimpinan perusahaan yang menjadi tujuan dari Common
Law sejak 150 tahun yang lalu. Business Judgment Rule telah
lama diterapkan sebagai awan yang melindungi Direksi dari tanggung jawab yang
diambil dari keputusan-keputusan bisnis mereka. Apabila direksi-direksi dalam
pelaksanaan tanggung jawab yang dimandati atas perlindungan tersebut, maka
pengadilan tidak boleh mencampuri hal tersebut atau memberikan pendapat lain
atas keputusan direksi. Sebaliknya jika direksi tidak dimandati atas
perlindungan Business Jugdment Rule maka pengadilan wajib
memeriksa keputusan-keputusan tersebut apakah perilaku direksi memang untuk
kepentingan perusahaan dan dengan itikad baik serta memperhatikan pemegang
saham minoritas perusahaan. Prinsip Business Judgment rule merupakan ketentuan
yang dapat dikesampingkan jika direktur bertindak lebih baik daripada
pengadilan yang akan mendalilkan Business Judgment Rule dan
apabila direksi bertindak dalam keputusan bisnis yang bebas dari self-dealing (atau
untuk kepentingan pribadi) dan dapat menunjukan tindakan tersebut dilaksanakan
berdasarkan alasan yang wajar serta itikad baik. Pihak yang menggugat keputusan
dewan direksi menghadapi resiko akan adanya ketentuan akan ditolaknya gugatan
jika pada akhirnya dapat dibuktikan bahwa direksi membuat keputusan bisnis yang
tepat.
Business Judgment Rule selain
melindungi tanggung jawab pribadi seorang direksi apabila terjadi pelanggaran,
ia juga dapat diberlakukan terhadap pembenaran-pembenaran keputusan bisnis
dimana perintah-perintah yang ditujukan kepada Dewan Direksi, atau terhadap
keputusan-keputusan itu sendiri, terhadap kasus yang menitikberatkan kepada
keputusan bisnis yang merupakan tanggung jawab dari pembuat keputusan. Business
Judgment Rule yang diterapkan terhadap direksi/pembuat keputusan lazim
disebut doktrin Business Jugdment Rule, dan Business
Jugdment Rule yang diterapkan terhadap keputusannya langsung disebut
Business Judgment Rule.
Dalam kasus gugatan derivatif oleh
pemegang saham terhadap keadilan dalam transaksi bisnis yang diajukan terhadap
mayoritas direktur perusahaan, seorang direksi haruslah memenuhi syarat: (1)
tidak terlibat (2) independen (3) mengetahui hal tersebut agar dapat dilindungi
Business Judgment Rule. Jika direktur gagal dalam memperoleh dukungan terhadap
3 persyaratan tadi, maka dia tidak akan dilindungi oleh Business Judgment Rule.
Hal ini tidaklah berarti semua keputusan bisnis itu salah; hanya untuk
mengalihkan perlindungan yang diberikan oleh Business Judgment Rule bila
direktur tersebut tidak dapat membuktikannya. Jika ternyata Business Judgment
Rule itu memang ternyata tidak dapat diterapkan terhadap seorang direksi maka
pengadilan-lah yang akan berperan di dalam menentukan kebenaran keputusan
bisnis tersebut. Apabila hal ini terjadi, tidak berarti bahwa direktur tersebut
bertanggungjawab secara pribadi. Jika dalam kasus dimana dititikberatkan pada
tanggung jawab pribadi direksi yang menimbulkan keputusan bisnis tersebut
daripada keputusan bisnis itu sendiri, maka direktur tersebut tidak dapat
bertanggungjawab secara pribadi kecuali pengadilan telah membuktikan bahwa
keputusan tersebut adalah tidak wajar dan merupakan kegagalan dari direktur
tersebut.
Dalam Perkara Smith vs Van Gorkom
terlihat fakta sebagai berikut, Trans Union Corporation merupakan perusahaan
perdagangan umum yang merupakan induk perusahaan. Pimpinan dan CEO-nya adalah
Jerome W.Van Gorkom yang hampir pensiun. Dewan Direksi terdiri dari 5 orang
dari 5 perusahaan dan 5 direksi eksternal. Ke-4 direktur eksternal merupakan
CEO dari perusahaan publik raksasa; dan yang kelima adalah ketua dari
University of Chigago Business School.
Pada saat kasus ini terjadi, Trans Union
memiliki cash flow (uang tunai) yang berlimpah dalam operasi perusahaannya.
Tetapi Trans Union juga mengahadapi kesulitan dalam menghasilkan pendapatan
yang dikenakan pajak untuk menghindari bertambahnya kredit investasi yang
dikenakan pajak, hal ini telah menjadi suatu masalah selama beberapa tahun terakhir.
Pada bulan Juli tahun 1980, pihak management Trans Union Corporation
menyerahkan Rencana Kerja Tahunan 5 tahun ke depan kepada dewan perusahaan.
Laporan tersebut berisi solusi-solusi alternatif terhadap masalah-masalah yang
dihadapi oleh Trans Union Corporation antara lain perusahaan masih mempunyai
waktu yang cukup untuk mengambil tindakan-tindakan dalam rangka menyelesaikan
masalah tersebut tanpa menyebutkan adanya kemungkinan penjualan perusahaan.
Pada tanggal 27 Agustus, Van Gorkom
bertemu dengan pihak-pihak senior perusahaan untuk membicarakan masalah kredit
investasi, dalam pembicaraan tersebut disebutkan kemungkinan penjualan Trans
Union kepada perusahaan besar lain yang memiliki taxable income atau melalui
penjualan saham ke publik (yang dibicarakan lebih lanjut pada 5 September).
Pada pertemuan tersebut, salah seorang CEO, Donald mempresentasikan
perhitungan-perhitungan awal berdasarkan harga jual $50 sampai dengan $60 per
lembar saham, tetapi tidak menyatakan bahwa harga tersebut merupakan harga yang
wajar bagi perusahaan. Van Gorkom kemudian menolak ide untuk mengadakan leveraged
buyout, dia menyatakan bahwa dia akan menjual sahamnya sendiri dengan harga
$55 per lembar saham.
Tanpa mengadakan Rapat Konsultasi dengan
Dewan Direksi atau pegawai perusahaan lainnya, Gorkom memutuskan untuk bertemu
Jay A.Pritzker, seorang ahli pengambilalihan perusahaan yang ia kenal. Sebelum
pertemuan tersebut, Van Gorkom memerintahkan Carl Peterson, seorang karyawan
Trans Union untuk mempersiapkan perhitungan yang mungkin akan terjadi apabila
akan dilakukanleveraged buy out dengan harga jual saham $55 per
lembar saham. 2 hari kemudian, Pritzker menasehati Gorkom bahwa ia tertarik
untuk membeli dengan harga yang ditawarkan. Tanggal 18 September, setelah lebih
dari 2 pertemuan yang melibatkan karyawan Trans Union dan seorang konsultan
eksternal, Van Gorkom mengetahui bahwa pritzker lebih setuju untuk
melakukan cash-out merger (merger dimana pemegang saham dari
perusahaan yang digabungkan akan menerima uang tunai sebagai akibat dari
penjualan saham) dengan harga $55 per lembar saham. Pritzker juga dapat memilih
opsi untuk membeli satu juta saham, Trans Union Treasury Stock pada harga $38
per lembar saham. (75 sen diatas harga pasar). Pritzker juga meminta dewan
Trans Union agar memenuhi permintaaanya dalam 3 hari yaitu tanggal 21 September
dan meminta penasehat hukumnya untuk menyusun dokumen-dokumen merger tersebut.
Pada tanggal 19 Sepetember, tanpa
melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan bagian legal dari perusahaan Trans
Union, Van Gorkom memperkerjakan ahli merger eksternal. Dia juga menyusun
pertemuan dengan manajemen senior perusahaaan dan dewan direksi untuk hari
selanjutnya, tetapi tidak semua karyawan dan direksi mengetahui kesepakatan Van
Gorkom dengan Pritzker tersebut, hanya yang mengetahui pertemuan merekalah yang
mengetahui perihal penjualan saham perusahaan. Bagian managemen senior
menyatakan bahwa permintaan Pritzker untuk membeli perusahaan Trans Union
adalah sepenuhnya tidak wajar. Roman (karyawan senior) keberatan baik terhadap
harga saham yang ditawarkan maupun terhadap penjualan saham Treasury Stock yang
dinilai tidak wajar. Sesaat setelah pertemuan tersebut, Gorkom menghadap dewan
direksi. Dia menyampaikan prensentasi yang menggariskan hal tentang tawaran
dari Pritzker tetapi tak menyinggung keinginan merger yang telah diadakan
sebelumnya, Gorkom menyatakan bahwa Pritzker akan membeli secara keseluruhan
saham Trans Union dengan harga $ 55 per lembar saham, dalam 90 hari Trans Union
akan meyetujui hal ini tetapi bukan untuk menolak tawaran ini dan menyampaikan
tidak memberikan tawaran lain, apalagi hingga informasi tersebar ke pembeli
lain. Dewan-dewan Trans Union bertindak pada malam hari minggu, 21 Spetember
dan menyatakan agar Pritzker memperoleh perihal keuangan 10 Oktober dan jika
Pritzker setuju, maka Trans Union akan memberi ofsi menjual 1 juta saham baru
pada harga $38. Menurut Van Gorkom bahwa isu untuk dewan apakah mereka setuju
atas harga $55 per lembar saham atau lebih baik, dengan cara meletakan Trans
Union di pasar saham selama 90 hari maka kita akan mengetahui apakah $55
merupakan harga yang wajar atau tidak. Penasehat hukum eksternal meyatakan
bahwa dewan direksi akan digugat jika mereka tidak menyetujui penawaran ini dan
pendapat-pendapat yang wajar dari seorang bankir investasi tidak diperlukan
oleh hukum.
Pada pertemuan dewan, Romans menyatakan
bahwa berdasarkan studinya yang berhubungan degan kemungkinan leveraged
but out tidak akan mengindikasikan harga saham yang wajar.
Bagaimanapun, ini adalah pendapat dia
bahwa $55 merupakan harga wajar hanya pada range pertama.
Pada akhirnya dewan direksi menyetujui
merger tersebut dengan 2 syarat:
1. Trans Union memiliki
hak untuk menerima tawaran yang lebih baik selama 90 hari pada saat percobaan
harga pasar;
2. Trans Union dapat
menginformasikan hal ini kepada pembeli potensial lainnya.
Van Gorkom menandatangani dokumen merger
sebelumnya yang tidak diubah, yang juga tidak dibaca oleh dirinya sendiri atau
anggota dewan lainnya. 22 September, Trans Union membuat pernyataan publik yang
meyatakan merger Trans Union yang telah definif dilakukan dengan Marmon Group,
sebagai perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan induk Pritzker. Dalam
waktu 10 hari salah seorang karyawan senior perusahaan mengancam untuk
mengundurkan diri. Van Gorkom menenmui Pritzker yang setuju untuk mengubah
perjanjian merger yang menyetujui bahwa dewan yang tidak sepakat tersebut akan
tetap bersama Trans Union untuk setidaknya 6 bulan setelah merger.
Dewan melakukan perubahan tanggal 8
Oktober tanpa memperhatikan teks tersebut dan setuju untuk mengubah hal tentang
90 hari dan permusyarawaratan dengan pembeli potensial yang lain. Dewan
direktur juga memberi kuasa pada perusahaan untuk memperkerjakan bankir-bankir
investasi guna mempertimbangkan tawaran tersebut.
Walaupun perubahan perjanjian tersebut
belum dilakukan, Trans Union kembali mengadakan pertemuan press pada hari
berikutnya untuk menyatakan bahwa pencarian terhadap pembeli lain bisa
dilanjutkan dan melibatkan bankir investasi untuk hal tersebut. Pernyataan itu
juga menyebutkan bahwa Pritzker telah memperoleh kemitraan keuangan seperti
yang dijanjikan dan memperoleh $1 juta saham Trans Union pada harga $38 per
lembar saham dan jika Trans Union belum menerima tawaran yang lebih baik hingga
Februari 1981, pemegang sahamnya akan rapat untuk memutuskan tawaran Pritzker.
Van Gorkom melaksanakan
perubahan-perubahan perjanjian merger pada 10 Oktober, tanpa berkonsultasi
terlebih dahulu dengan dewan direksi dan jelaslah hal ini terjadi tanpa adanya
pengetahuan dari pihak perusahaan di dalam memusyawarahakan kesepakatan yang
lebih baik.
Trans Union hanya menerima dua tawaran
yang lain selama masa market test. Salah satunya ialah berasaal dari General
Electric Credit Corporation, tetapi pada saat itu Trans Union tidak akan
membatal/mencabut perjanjiannya dengan Pritzker untuk memberi tenggang waktu
kepada General Electric Credit Corporation. Tawaran lainnya yaitu Leverages
Buyout dari pihak manegemen Trans Union sendiri yang disampikan oleh
Kohlberg, (KKR Co) yang diadakan awal Desember dengan harga saham $60 per
lembarnya. Terdapat ketidakpastian pihak KKR dalam penyelesaian aset-aset dan
keuangan bank sebagaimana pihak KKR sendiri menyatakan bahwa hal tersebut talah
selesai 80% dengan kondisi dan prasyarat yang sama dengan persetujuan pihak
Pritzker. Van Gorkom tidak memandang tawaran KKR tersebut secara tegas karena
ketidakjelasan keuangan mereka, walaupun tawaran Pritzker pun diwarnai keadaan
yang sama.
Van Gorkom tetap menolak untuk
melakukan press release. Rencana pihak KKR untuk menyampaikan
tawarannya terhadap Trans Union ditarik dengan singkat sebelum pertemuan
diadakan, dengan alasan bahwa karyawan senior Trans Union telah menarik
keputusan pembelian oleh KKR setelah Van Gorkom berbicara kepadanya. Van Gorkom
menolak mempengaruhi putusan direksi-direksi dan direksi tidak menyebutkan
apa-apa dalam pertemuan dewan setelah hari itu.
Pemegang saham mengajukan gugatannya
tanggal 19 Desember 1980. Pernyataan-pernyataan managemen yang dikuasakan penuh
dan resmi dikirim tanggal 21 Januari, terhadap pertemuan yang dijadwalkan 10
Februari 1981. Dewan direksi Trans Union bertemu pada tanggal 26 Januari dan
memberikan persetujuan terakhir atas merger dengan Pritzker dan tambahan atas kuasa-kuasa
resmi. Pada tanggal 10 Februari 1981, pemegang saham setuju mergernya degan
Pritzker dengan suara terbanyak.
Pertanggungjawaban Pidana oleh Korporasi
Korporasi sebagai badan hukum sudah
tentu memiliki identitas hukum tersendiri. Identitas hukum suatu
korporasi atau perusahaan terpisah dari identitas hukum para pemegang sahamnya,
direksi, maupun organ-organ lainnya. Dalam kaidah hukum perdata (civil law),
jelas ditetapkan bahwa suatu korporasi atau badan hukum merupakan subjek hukum
perdata dapat melakukan aktivitas jual beli, dapat membuat perjanjian
atau kontrak dengan pihak lain, serta dapat menuntut dan dituntut di pengadilan
dalam hubungan keperdataan. Para pemegang saham menikmati keuntungan yang
diperoleh dari konsep tanggung jawab terbatas, dan kegiatan korporasi
berlangsung terus-menerus, dalam arti bahwa keberadaannya tidak akan berubah
meskipun ada penambahan anggota-anggota baru atau berhentinya atau meninggalnya
anggota-anggota yang ada. Namun sampai saat ini, konsep pertanggungjawaban
pidana oleh korporasi sebagai pribadi (corporate criminal liability)
merupakan hal yang masih mengundang perdebatan. Banyak pihak yang tidak
mendukung pandangan bahwa suatu korporsi yang wujudnya semu dapat melakukan
suatu tindak kejahatan serta memiliki criminal intent yang
melahirkan pertanggungjawaban pidana. Disamping itu, mustahil untuk dapat
menghadirkan korporasi dengan fisik yang sebenarnya dalam ruang pengadilan dan
duduk di kursi terdakwa guna menjalani proses peradilan.
Baik dalam sistem hukum common
law maupun civil law, sangat sulit untuk dapat
mengatribusikan suatu bentuk tindakan tertentu (actus reus) serta
membuktikan unsur mens rea (criminal intent) dari suatu
entitas abstrak seperti korporasi. Di Indonesia, meskipun undang-undang diatas
dapat dijadikan sebagai landasan hukum untuk membebankan criminal
liability terhadap korporasi, namun Pengadilan Pidana sampai saat ini
terkesan enggan untuk mengakui dan mempergunakan peraturan-peraturan
tersebut. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya kasus-kasus kejahatan
korporasi di pengadilan dan tentu saja berdampak pada sangat sedikitnya
keputusan pengadilan berkaitan dengan kejahatan korporasi. [34] Akibatnya,
tidak ada acuan yang dapat dijadikan sebagai preseden bagi lingkungan peradilan
di Indonesia.
Jika kita melihat praktek common
law, Pengadilan Inggris sendiri pertama kali memberlakukan
pertanggungjawaban pidana korporasi hanya bagi kasus-kasus pelanggaran kewajiban
hukum oleh korporasi-korporasi quasi-public [35] yang hanya
bersifat pelanggaran ketertiban umum (puclic nuisance). Sejalan
dengan semakin meningkatnya jumlah dan peranan korporasi, pengadilan memperluas
pertanggungjawaban pidana korporasi pada bentuk-bentuk pelanggaran
atau kejahatan yang tidak terlalu serius yang tidak
memerlukan pembuktian mens rea atau criminal
intent (offenses that did not require criminal intent), yang
didasarkan pada doktrinvicarious liability. [36] Hal ini diikuti
oleh pengadilan di Amerika Serikat yang turut memberlakukan ketetapan
yang serupa. [37]
Pembebanan pertanggungjawaban pidana
korporasi terhadap kejahatan yang memerlukan pembuktian mens rea baru
dilakukan setelah melalui waktu dan perkembangan yang lambat. Di Amerika
Serikat, penerapan corporate criminal liability pertama kali
diterapkan dalam kasus New York Central & Hudson River Railroad
Company v. United States, dimana pemerintah Amerika Serikat mendakwa
perusahaan New York Central telah melanggar Elkins Act [38] section I.
Dalam wacana common law, ada
beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan pertanggungjawaban
pidana korporasi.
Menurut business judgment rule,
pertimbangan bisnis (business judgment) dari para anggota Direksi tidak akan
ditantang (diganggu gugat) atau ditolak oleh pengadilan atau oleh para pemegang
saham, dan para anggota Direksi tersebut tidak dapat dibebani tanggung jawab
atas akibat-akibat yang timbul karena telah diambilnya suatu pertimbangan
bisnis (business judgment) oleh anggota direksi yang bersangkutan,
sekalipun apabila pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal
tertentu. Business judgment rule adalah “a presumption that
in making a business decision, the directors of corporationacted on an informed
basis in good faith and in the honest belief that the action was token in the
best interest of the company”[39]
Mengenai perbuatan-perbuatan dan
pertimbangan bisnis apa saja yang tidak dilindungi oleh business judgment rule,
sangat penting untuk diketahui oleh masyarakat dan hakim. Apabila kita
mempelajari putusan-putusan pengadilan Amerika Serikat, dapat diketahui bahwa
ternyata Pengadilan-pengadilan tidak seragam dalam merumuskan
pengecualian-pengecualian rule tersebut. Beberapa pengadilan
berpendapat bahwa pertimbangan (judgment) seorang anggota direksi tidak
dapat diganggu gugat kecuali apabila pertimbangan (judgment) tersebut
didasarkan suatu kecurangan (fraud), atau menimbulkan benturan
kepentingan (conflict of interest), atau merupakan perbuatan yang
melanggar hukum (illegality). Sedangkan beberapa pengadilan yang lain
berpendapat bahwa seorang direktur, yang dalam mengambil pertimbangan yang
telah menimbulkan kerugian bagi perseroan, tidak dilindungi oleh business
judgment rule apabila kerugian tersebut adalah sebagai akibat kelalaian
berat (gross negligence) dari anggota direksi yang
bersangkutan.[40]
Ide dasar dari tidak berlakunya
perlindungan business judgment rule bagi anggota direksi
perseroan dalam hal terdapat kecurangan(fraud) dan terdapat
benturan kepentingan (conflict of interest) sedangkan para anggota
direksi itu ternyata telah berupaya untuk mengedepankan kepentingan pribadinya
atau telah terdorong untuk membuat syarat-syarat transaksi yang dilakukannya
demi kepentingan pribadinya adalah karena judgment yang telah
diambilnya itu tidak dapat dikatakan sebagai ”discretionary exercises of
power on behalf of the corporation” yang ingin dilindungi dengan rule
tersebut. Sedangkan ide yang berada dibelakang pengecualian terhadap
berlakunya business judgment rule apabila terdapat perbuatan
yang melanggar hukum (illegality exception) adalah karena ”shareholders
derivative suits can be a useful supplement to the enforcement activities of
public prosecutors and regulatory agencies”[41]
Sepintas tampaknya doktrin business
judgment rule menyisihkan kekuatan berlakunya doktrin-doktrin duty
of care. Praktis semua pengadilan di Amerika Serikat sepakat bahwa anggota
direksi tidak harus bertanggungjawab atas terjadinya kerugian perseroan apabila
anggota direksi dalam mengambil suatu pertimbangan (judgment) dilakukan
dengan itikad baik. Namun kebanyakan dari pengadilan juga berpendapat bahwa
tidak seharusnya para anggota direksi itu bertindak sembrono (act
negligently) atau melakukan kelalaian yang berat (act in a grossly
negligently way). Bila demikian halnya, maka anggota direksi yang
bersangkutan harus bertanggungjawab atas kerugian perseroan yang telah
ditimbulkannya.[42]
Menurut Prof. Clark seorang guru besar
hukum pada Harvard University Laws School, agar kedua doktrin ini tidak saling
berbenturan tetapi dapat sejalan satu dengan lainnya, maka perlu dijadikan
pegangan formulasi berikut : ”the directors’ business judgment rule cannot
be attacked unless their judgment was arrived at in negligent manner, or was
tainted by fraud, conlict of interest, illegality”.[43]
Atau secara lain dirumuskan bahwa
“ the business judgment rule presuppoes that resonable
deligences lies behind the judgment in question”. Prof. Clark mengakui
bahwa untuk membuat kedua konsep tersebut konsisten satu sama lain tidaklah
mudah karena memisahkan antara apa yang disebut a honest mistake dan a
negligent mistake sangat sulit dilakukan.[44]
Berkaitan dengan tindakan anggota
direksi atau pejabat korporasi yang mengambil tindakan untuk kepentingan dan
keuntungan bagi korporasi, terdapat pula doktrin dalam hukum korporasi yang
melindungi para direktur Direktur yang beritikad baik tersebut sebagaimana
terdapat dalam teori Business Judgment Rule yang merupakan
salah satu teori yang sangat popular untuk menjamin keadilan bagi para direktur
yang mempunyai itikad baik. Penerapan teori ini mempunyai misi utama, yaitu
untuk mencapai keadilan, khususnya bagi para direktur sebuah perusahaan
terbatas dalam melakukan suatu keputusan bisnis. [45]
Salah satu tolak ukur untuk memutuskan
apakah suatu kerugian tidak disebabkan oleh keputusan bisnis (business
judgment) yang tidak tepat sehingga dapat menghindar dari pelanggaran prinsip duty
of care adalah: pertama, memiliki informasi tentang
masalah yang akan diputuskan dan percaya bahwa informasi tersebut benar Kedua, tidak
memiliki kepentingan dengan keputusan dan memutuskan dengan itikad baik. Ketiga, memiliki
dasar rasional untuk mempercayai bahwa keputusan yang diambil adalah yang
terbaik bagi perusahaan.[46] Sehingga,
apabila terbukti bahwa tindakan atau keputusan yang diambil oleh direktur untuk
memberlakukan suatu kebijakan korporasi yang didasarkan atas business
judgment yang tepat dalam rangka meraih keuntungan sebanyak-banyaknya
bagi korporasi, maka apabila ternyata tindakan yang diambil tersebut
menimbulkan kerugian yang melahirkan pertanggungjawaban pidana, tidak dapat
dibebankan pada pribadi pengurus (direksi atau pejabat korporasi
lainnya), tetapi dibebankan pada korporasi. Pertanggungjawaban oleh pengurus
hanya dimungkinkan apabila terbukti terjadi pelanggaran duty of
care dan duty of loyalty.
Jika kita melihat praktek yang
diterapkan di Kanada, berdasarkan Undang-undang Hukum Pidana Kanada, direksi
dan pejabat korporasi lainnya dapat bertanggung jawab secara pribadi Private
Member’s Bill C-284 bahwa penjatuhan pertanggungjawaban pidana terhadap direksi
dan pejabat-pejabat korporasi lainnya.
c. Penerapan Doktrin Business
Judgment Rule Untuk Pembelaan Direksi
Penerapan doktrin business judgment rule
tersebut dapat dipahami dari berbagai pendapat pengadilan, di negara lain
seperti Amerika Serikat. Misalnya dalam perkara Call v. Exxon Corp ,United
District Court, S.D New York, 1976, 418 F.Supp.508, dimana Hakim Robert L.
Carter, menyatakan bahwa para tergugat bertindak, sesuai dengan peraturan Rule
56, F.R.Civ.P, dalam kesimpulan pendapatnya untuk membahas gugatan Penggugat
dengan dasar bahwa Special Committee on Litigation (“Special Committee”),
mewakili Dewan Direksi dari Exxon Corporation (“Exxon”), yang dengan itikad
baiknya telah melaksanakan business judgmentmereka yang menyatakan
bahwa pelaksanaan gugatan atas dasar apa yang terdapat dalam gugatan Penggugat
adalah berlawanan dengan kepentingan Exxon. Mosi Penggugat dengan ini disanggah
tanpa prejudice setelah Penggugat menghadirkan penemuan yang
berkaitan dengan pokok perkara.
Fakta dari perkara Call v. Exxon Corp adalah
Gugatan Penggugat timbul dari alleged pembayaran Exxon
Corporation sekitar $ 59 juta yang berasal dari dana perusahaan yang ditujukan
untuk penyuapan atau dengan kata lain sebagai pembayaran berkenaan “politik”,
yang dengan cara yang tidak selayaknya telah diberikan kepada partai politik
Itali dan pihak-pihak lainnya pada periode 1963-1974, dalam rangka untuk
memenuhi kepentingan politisnya dan menurut dugaan untuk komitmen politis
lainnya.
Penggugat menggugat Exxon dan para
pemegang sahamnya. Gugatan ini terdiri dalam empat hal.
1. masing-masing Tergugat
digugat atau bisa digugat berdasarkan SEC Pernyataan Keuangan atau berdasarkan
laporan palsu lainnya atau yang menyesatkan, dalam arti mereka tidak
mengungkapkan adanya kontribusi politik yang illegal ini, hal ini melanggarSection
13 (a) dari Securities Act 1934 dan Rule 13a-1.
2. bahwa masing-masing
Tergugat telah menggunakan surat menyurat atau perangkat peralatan dari interstate
commerce untuk mengajukan atau sebab untuk mengajukan pernyataan
mewakili yang palsu dan menyesatkan dan mandat dari pemegang saham Exxon dan
hal ini telah melanggar ketentuan Section 14(a) dari Securities
Exchange Act 1934 dan Rule 14a-9 dan hal
yang diatur dibawahnya, pernyataan-pernyataan ini dapat dijadikan referensi
berkaitan dengan kontribusi politik illegal tersebut.
3. masing-masing Tergugat
digugat atas tindakan atau tidak bertindak bagi pemegang mandat perusahaan (waste),
tindakan menghancurkan barang bukti (spoliation) dan mengggunakan asset perusahaan
dengan tidak benar.
4. masing-masing Tergugat
telah melanggar tugas fiduciarynya terhadap Exxon.
Penggatan menuntut bahwa masing-masing
Tergugat bertanggungjawab secara sendirisendiri maupun secara bersama-sama
atas segala kerugian, termasuk kerugian akan goodwill yang
diderita oleh Exxon. Lebih jauh lagi dalam tuntutannya, di atas hal-hal lain,
sejak awal penyelidikan yang dilakukan oleh independen auditor bekerjasama
dengan penasehat Penggugat, yaitu tentang pemilihan secepatnya atas 4 anggota Direksi
yang namanya diajukan oleh Penggugat, dan dalam 12 bulan, pemilihan Chairman
dari Dewan Direksi dan President, dan pengaturan kembali komposisi Anggota
Direksi dan Eksekutif Komite, setidaknya terdiri dari 55% independent diluar
direksi tersebut.
Pada tanggal 24 September 1975, Dewan
Direksi Exxon secara bulat memutuskan, sesuai Article III, Section I,
dari Exxon-By Law, untuk mendirikan suatu Komite Khusus Litigasi (Special
Committee on Litigation), terdiri dari komposisi Exxon Direktur: Jack F.Bennet,
Richard P Dobson dan Edward G Harness, dan menunjuk Komisi Khusus ini untuk
menentukan tindakan atau langkah Exxon berkaitan dengan permasalahan yang
timbul dan tindakan-tindakan yang tertunda (pending) sehubungan dengan
pengeluaran-pengeluaran yang telah dilakukan kepada pihak Italia tersebut.
Pada tanggal 23 Januari 1976, setelah
penyelidikan yang diperkirakan berlangsung selama 4 bulan, termasuk wawancara
dengan lebih dari 100 saksi, Komite Khusus ini mengeluarkan “Determination
and Report of Special Committee of Litigation” (“Report”), dokumen yang
terdiri dari 82 halaman berisi kesimpulan tentang apa yang ditemukan oleh
Komite beserta rekomendasi-rekomendasi lain. Fakta yang ditemukan oleh Komite
ini akan dijelaskan secara singkat seperti di bawah ini .
1. Komite melaporkan gambaran
pola pembayaran yang dilakukan secara rahasia untuk berbagai tujuan antara
tahun 1963 dan 1972 dan kontribusi politik untuk partai politik Italia dalam
masa yang sama. Total pembayaran rahasia ini sejumlah 39 juta dolar, dilakukan
melalui account rahasia bank yang tidak nampak dalam pembukuan cabang Exxon di
Italia, Esso Italiana. Kontribusi politik, berjumlah total 20 juta dolar,
disalurkan melalui kantor Koran dan public relation yang berhubungan dari
partai politik Itali, pembayaran ini terlihat dari invoice fiktif yang
dilaporkan ditujukan untuk jasa service.
2. Beberapa direktur Exxon yang
disebut para Penggugat dalam gugatan ini sadar dan mengetahui akan adanya
pembayaran politis ini sebelum berhenti bekerja pada tahun 1972. Beberapa dari
Tergugat hanya diberitahukan akan adanya pembayaran ini, sedangkan yang
lainnya, yang dalam posisi yang bertanggungjawab dalam menejemen perusahaan
mendesak agar kontribusi ini dapat dihapuskan secepat mungkin. Beberapa direktur
yang juga Tergugat ini, mengetahui bahwa pembayaran dilakukan melalui beberapa
account rahasia bank, tetapi nampaknya pengetahuan tentang pembayaran ini hanya
terbatas pada pembayaran untuk kontribusi politik.
3. Setelah meneliti kembali
secara teliti, menganalisa dan menyelidiki, dan dengan advis dari penasehat
Khusus (Special Counsel), Komite Khusus secara bulat pada 23 Januari
1976 memutuskan terjadi pertentangan dengan kepentingan Exxon, dan pemegang
sahamnya Exxon, atau semua orang atas namanya, dalam hal melangsungkan atau
tetap melakukan tindakan hukum (legal action) terhadap direktur Exxon
baik yang terdahulu maupun yang sekarang masih menjabat atau officer lainnya.
Kemudian Komite ini memutuskan untuk segera dan memberi otorisasi kepada
officer Exxon dan General Counsel agar mengusahakan untuk tidak dilakukannya
tindakan/gugatan derifatif seluruh pemegang saham yang berhubungan dengan
pembayaran yang dilakukan atau untuk Esso Italiana S.p A, gugatan ini ditujukan
atas direktur Exxon terdahulu maupun yang sekarang masih menjabat.
Bila diamati dari kasus
dalam perkara ini tidak perlu dipertanyakan bahwa hak-hak yang sedang
diperjuangkan dalam gugatan ini adalah hak mempertahankan dari Exxon, dan bukan
kepunyaan Penggugat yang menggugat untuk kepentingan perusahaan. Karena memang
kepentingan perusahaan yang sedang dipertaruhkan, hal ini adalah tanggung jawab
dari para direktur perusahaan untuk menentukan, pada saat itu, apakah untuk
kepentingan perusahaan tindakan ini harus dilakukan. ” Sepertinya keputusan
dari direktur perusahaan ini disandarkan kepada business judgment of the
management.[47]
Prinsip ini, yang kemudian diketahui
sebagai business judgment rule, telah diucapkan oleh Mr.Justice Brandeis di
Pengadilan di United Copper Securities Co. v. Amalgamated Copper Co.supra, 244
US. Pada 263-64, 37 Sct. Pada 510. Dalam hal ini para direktur dari perusahaan
memilih untuk tidak membawa tindakan yang menentang penggabungan industri-industri
(antitrust) terhadap pihak ketiga.
Mr. Justice Brandeis mengatakan bahwa ia
atau setidaknya sebuah perusahaan akan mencari dan menjalankan tidakan mengenai
sebab-sebab dari kerugian melalui jalur pengadilan, seperti pertanyaan bisnis
lainnya,persoalaan biasa internal menejemen, hal ini diserahkan kepada
kebijaksanaan dari direksi, apabila tidak ada instruksi yang diambil melalui
suara dari para pemegang saham. Campur tangan pengadilan jarang untuk
mengkontrol apakah kebijaksanaan itu intra vires bagi perusahaan, kecuali
direksi bersalah dalam hal pelaksanaannya yang kemudian dapat disamakan dengan
pelanggaran kepercayaan, atau hal ini berdiri di hubungan dua pihak yang
melindungi dari pelaksanaan pendapat yang tidak prejudice.[48]
Dapat dilihat bahwa jelas tidak adanya
pernyataan tidak benar, kolusi, kepentingan pribadi, ketidak jujuran atau
pelaksanaan pelanggaran atas kepercayaan lainnya, dan tidak adanya pernyataan
dari business judgment yang dilaksanakan, tidak pernah terdengar, pengadilan
tidak boleh dorongan/anjuran dari pemegang saham yang mencampuri dengan
judgment dari officer dari perusahaan.
Pertanyaan yang tetap muncul adalah
apakah itikad baik yang ditunjukkan dari pihak direktur perusahaan sudah dapat
menjamin dismissal yang dilakukan berdasarkan alasan business judgment
rule.
Dalam hal ini, Penggugat mempertanyakan
independensi dari penilai Komite Khusus, mempersoalkan bahwa penilaian dari
Komite Khusus, sepertinya, putusan dari yang digugat atau yang berbuat salah,
atau putusan dari badan yang berada dibawah kontrol dari pihak yang dituduh dan
telah berbuat salah. Makanya, Penggugat berkeras bahwa adalah putusan dari
seluruh Dewan Direksi yang membuat dan menetapkan putusan dari Komite Khusus
ini, yang memimpin gambaran yang,diambil Exxon dalam gugatan ini.
Argumentasi tersebut jelas kehilangan
arah. Fokus dari business judgment rule adalah penyelidikan
atas siapa yang sebenarnya bermuslihat dalam putusannya membuat otoritas,
bukan atas mereka yang mungkin memliki otoritas semacam itu pada waktu yang
berbeda dan dalam situasi yang berbeda pula. Yang kurang dapat diterima akal
adalah keputusan dari Komite Khusus yang memutuskan untuk tidak menggugat hanya
karena sebuah advis. Memang, dalam melakukan penyelidikan dan mencapai
konklusinya, Komite Khusus melaksanakan kuasa sepenuhnya dari Dewan.
Argumentasi Penggugat selanjutnya adalah
menyatakan bahwa pembayaran politis yang dilakukan tersebut adalah illegal dan
ketidaklegal tersebut menghapuskan kasus ini dari wilayah business
judgment rule. Namun, walau asumsi yang menyatakan bahwa pembayaran yang
dilakukan di Itali telah dilakukan, namun business judgment rule meskipun
demikian dapat diaplikasikan. Keputusan untuk tidak menggugat dengan
pertimbangan untuk hal ini telah berlalu yang bisa jadi illegal adalah tidak
sendiri dalam pelanggaran atas hukum dan tidak berakibat dalam kelanjutan dari
yang dinyatakan pelanggaran dari hukum.
Lagi pula, hal ini adalah keputusan dari
direksi perusahaan bahwa pencarian penyebab dari tindakan berdasarkan dari
peraturan yang sudah sempurna adalah bukan hal yang terbaik bagi perusahaan.
Pendapat ini, seperti putusan bisnis yang lainnya, harus dibuat oleh direktur
perusahaan sebagai pelaksanaan business judgmentnya. Efek dari konklusi
businessnya ini, tidak dapat dipengaruhi oleh pernyataan yang illegal dari
tindakan awal yang timbul pada penyebab tindakan tersebut.[49]
Selanjutnya, konklusi adalah semua
pandangan yang lebih appropriate dari fakta bahwa tidak ada petunjuk (scintilla)
bukti pada catatan sebelumnya yang menyatakan bahwa pembayaran yang dilakukan
di Itali itu adalah illegal baik bila dipandang dari sudut hukum Amerika
Serikat mau pun hukum Itali. Sebaliknya, Komite Khusus dalam basis
investigasinya yang intensif, dan dengan persetujuan dari Penasehat Khususnya (Special
Counsel) memutuskan bahwa tidak ada dasar yang menyimpulkan bahwa
pembayaran di Itali itu illegal.
Pada bulan belakangan ini, legalitas dan
moralitas dari kontribusi politik asing, penyuapan dan pembayaran-pembayaran
lain yang dilakukan oleh perusahaan Amerika telah diperdebatkan. Contohnya
issue yang ini, namun demikian, bukan karena apakah pembayaran dilakukan oleh
Esso Italiana kepada Partai Politik Italia atau pembayaran-pembayaran tanpa
otorisasi lain adalah proper atau improper. Apakah pengadilan berpola pikir
seperti ini juga dalam menilai isu ini, sangatlah diperlukan untuk melibatkan
diri dalam hal bagaimana setiap perusahaan mengambil keputusan bisnisnya dan
menghubungkan antara putusan dari direktur dan putusan dari pemegang saham
sehubungan dengan tindakan yang diambil oleh perusahaan. Seperti dikatakan oleh
Mr. Justice Brandeis dalam menyimpulkan opini dalam Ashwander v.Tennesee Valley
Authority,297 U.S (288), pada 343,56 S.Ct (466), pada 481, ” bila pemegang
saham dapat memaksa para officer untuk melaksanakan setiap hak hukum,
pengadilan dari memilih officer , lebih kepada arbiter dari yang ditentukan
perusahaan “Lagi pula, isu apakah Komite Khusus, mewakili Dewan Direksi Exxon,
dan dalam hal melaksanakan business judgmentnya menetapkan bahwa gugatan yang
diajukan kepadadirektur terdahulu maupun yang sekarang adalah bertentangan
dengan kepentingan terbaik dari perusahaan.
Sekali lagi, mengutip Mr.Justice
Brandeisyang berpendapat “Adanya kepercayaan bahwa tindakan perusahaan, yang
diambil ataupun di contemplated, yang illegal memberikan hak bagi para pemegang
saham untuk mencampuri dan ini dimiliki oleh warga negara lainnya. Pemegang
saham bukanlah sebagai guardian dari publik. Fungsi untuk menjaga (guardian)
publik yang melawan undang-undang diserahkaepada public officials.”[50]
Penggugat juga mempertanyakan
ketidakberkepentingan dan kebonafidan dari Komite Khusus, menyatakan bahwa
anggota dari Komite Khusus mungkin saja terlibat secara pribadi dengan
transaksi yang dipertanyakan ini., atau setidaknya tertarik untuk menyatakan
tindakan yang salah ” dalam cara yang diperhitungkan untuk merusak pelaksanaan
business judgment atas nama perusahaan.”[51]
Dengan hal ini didalam pikiran, saya
cenderung untuk menyimpulkan bahwa pada tahap gugatan ini adalah premature
untuk menyimpulkan summary judgment. Penggugat harus memberikan kesempatan
untuk test bona fides dan indenpendensi dari Komite Khusus melalui penemuan,
dan bila perlu pada saat sidang plenary. Masalah dari niat, motivasi dan itikad
baik tidak diperlukan untuk kesimpulan disposisi ini ( summary disposition.)
Selanjutnya, mosi Para Tergugat untuk
summary judgment ditolak tanpa prejudice setelah Penggugat menemukan penemuan
yang relevan.Dari hal itu terdapat catatan sebagai berikut :
1. Gall melibatkan
putusan oleh direksi indenpenden yang diperkirakan untuk tidak melaksanakan
gugatan derivative kepada para direktur lainnya. Dalam meminta business judgment
rule , Hakim Carter bertumpu pada United Copper Securities Co., kasus yang juga
melibatkan putusan direktur untuk tidak menggugat pihak ketiga yang tidak
terkait. Apakah situasi ini benar-benar dapat diperbandingkan ?
2. Alat yang diadapsi
oleh Exxon untuk mengusahakan dismissal dari gugatan Gall telah secara luas
diketahui oleh Dewan Direksi sejak 1976, dalam usahanya untuk mendapatkan
dismissal atas gugatan derivative yang tidak mereka kehendaki untuk
dilanjutkan. Hal ini merupakan akibat dari diskusi yang dilakukan untuk
memenuhi gugatan Penggugat tentang kebonafidan dari business judgment dari
dewan ( atau, seperti Gall, komite khusus dari Dewan) untuk tidak melanjutkan
litigasi yang tidak dikehendaki ini. Bagaimana dengan argumen bahwa Penggugat berhak
untuk menyidangkan gugatan mereka dan pendekatan Gall dapat menyebabkan
pelaksanaan yang salah tersebut tidak dihukum? Apakah problem ini memang
semudah itu? Haruskan direksi yang benar-benar independen dan tidak mempunyai
kepentingan untuk dapat menetapkan litigasi apa yang dapat dilakukan?
3. Perkembangan dari
independent litigation committee telah menghasilkan berbagai komentar pandangan
hukum. Pertimbangkan argumen policy seperti berikut ini:
a)
Cox.Searching for the Corporation’s Voice in Derivative Suit Litigation : A
Critique of Zapata and the ALI Project, 1982 Duke L.J 959,960-961 (1982):
Sebagai point awal, bahwa perusahaan mempunyai legitimasi kepentingan untuk
membangkitkan alasan pada setiap tahapan litigasi bahwa gugatan apabila dilaksanakan
akan merupakan hal yang lebih merugikan daripada menguntungkan. Gugatan
derivative yang dilakukan atas para menejer dan direktur akhirnya akan berakhir
pada charges pada perusahaan untuk biaya litigasi para Tergugat, biaya litigasi
dari perusahaan sendiri dalam partisipasti atas para Tergugat tidak mempunyai
angka yang pasti, seperti kehilangan moral, waktu yang terbuang bagi para
pekerja, dan rusaknya nama baik dari perusahaan. Walau pun para Tergugat
mengakui kesalahannya, jumlah yang diperoleh setelah dipotong biaya pengacara,
bagi Penggugat mungkin tidak memadai untuk menutupi biaya gugatan ini, bila
gugatan malah tidak selesai, biaya yang diperlukan bisa lebih tinggi.
Gugatan derivatif dari Penggugat ini
adalah self-selected; tanpa menentukan atau perjanjian ia menunjuk dirinya
sendiri untuk menjadi pembicara atas nama kepentingan perusahaan. Karena
Penggugat biasanya tidak mempunyai suatu kepentingan finansil yang nyata atas
perusahaan, kemungkinan akan berakibat merugikan secara ekonomi dalam pelaksanaannya
tidak dapat diekspektasi dalam mengarahkan niatnya untuk menjalankan litigasi.
b) Komentar, The Propriety of
Judicial Deference to Corporate Boards of Directors,96 Harv. L.Rev.
1894,1896-1897,19051908(1983):Dewan perusahaan adalah suatu kelompok, yang
lebih menunjukkan tingkah laku tertentu yang cenderung untuk diidentifikasikan
oleh para periset dalam bidang sosial pisikologi sebagai suatu kelompok yang
dinamik.
Setiap konstruksi yang dapat
mempengaruhi pendapat kolektif yang diputuskan oleh dewan mungkin mempunyai
solusi untuk masalah tertentu akan dipertimbangkan akibat destruktifnya,
diketahui sebagai “penyesuaian” (conformity) atau “groupthink“,
kelompok yang secara dinamik memikirkan dan menunjukkan hal yang memang perlu
dihasilkan.
Conformity ini bisa saja ke
arah luar (outward): masing masing mungkin secara umum setuju namun
sebenarnya mereka tahu bahwa keputusan tersebut tidak benar. Lalu mungkin saja
kelompok ini kemudian membentuk suatu pandangan masing-masing individu untuk
suatu pendapat yang benar: individual dapat menyandarkan pada persepsi kelompok
dan mengevaluasinya dan mencapai suatu konklusi.
Hal yang timbul baik dari inward (ke
dalam) maupun outward (keluar) dari confirmity ini dalam suatu ruang rapat
Dewan akan menimbulkan keragu-raguan tentang arti sepenuhnya dari persetujuan
Dewan tersebut. Malah sebenarnya keduanya, baik inward atau outward adalah
hampir sama, seperti yang akan ditunjukkan dari pernyataan; Dewan direksi
mempunyai karakterisasi dari jenis faktor, pandangan social psikologi, yang
ditambah dengan tingkatan conformity dalam kelompok tersebut.
Ketika Dewan telah memutus untuk mencari
dismissal atau menuntut, implikasinya terhadap kelompok dinamik ini jelas
mempertanyakan apakah dalam hal peraturan hukum telah sesuai dengan putusan
yang mempunyai disposisi dari mosi untuk menghentikan (gugatan) ini. Para
direksi sadar suara yang diberikan untuk melanjutkan gugatan dapat
mengakibatkan kerugian besar bagi menejemen, dengan pihak mana para direktur
harus berasosiasi, baik secara profesional maupun dengan cara sosialisasi
dan kepada siapa para direktur ini wajib berhutang jabatan prestisiusnya. Pada
saat bersamaan, kelompok Dewan ini, akan menjadi faktor yang menimbulkan
setidaknya outward conformity.
Direksi maka dengan ini akan memberikan
suara seperti bagaimana menejemen manginginkan mereka bertindak : mereka akan
secara rutin memutus untuk mencari cara untuk menghentikan (dismissal) gugatan.
Peradilan yang menghormati putusan Dewan yang mana hal ini berarti juga menghormati
putusan perlawanan dari menejemen dan hal ini serius dapat merusak kemampuan
para pemegang saham untuk melindungi kepentingannya.
Ketika putusan untuk tidak melanjutkan
gugatan dibuat dengan penunjukan khusus, oleh komite yang tidak mempunyai kepentingan
sama sekali, argumentasi bahwa persetujuan yang anggota Dewan adalah tidak
relevan secara hukum mungkin kelihatan tidak persuasif.
Tergugat menejemen tidak hadir ketika
komite meninjau ulang fakta-fakta yang ada dan ketika pencapaian putusan tentang
gugatan itu, lebih jauh lagi, komite selalu terdiri dari direktur-direktur baru
yang ditunjuk untuk tujuan awal membentuk staff dari komite. Komite ini makanya
bukan subjek dari tekanan yang timbul dari hubungan yang ada antara anggota
Dewan dan menejer. Namun meskipun demikian, anggota komite mengetahui bahwa
mereka akan tetap berkerjasama,- baik secara profesional maupun secara sosial
dengan Para Tergugat Direksi setelah mereka memutuskan sesuatu tentang gugatan
itu.
Sebagai tambahan, direktur yang baru
ditunjuk mungkin merasa segan dengan mereka yang baru menunjuk mereka. Makanya,
tekanan atas anggota member dalam memutuskan pendapat mereka sesuai dengan
keinginan dari Tergugat menejemen tidak akan lebih ringan dari tekanan yang ada
pada Dewan. Seperti putusan dari Dewan, putusan dari Komite Khusus adalah
esensial yang dibuat oleh perlawanan menejemen dan tidak boleh ada konsekwensi
legalnya.
Untuk suatu pernyatan yang lebih keras
lagi bahwa direksi mempunyai ” struktural yang berat sebelah” (structural bias)
dalam hal menghentikan derivative litigasi, lihat Cox and Munsinger, Bias ini
Boardroom: Psychological Foundations and Legal Implications of Corporations
Cohesion, 48 Law & Contem.Prob 83 (1985). Banyak pengacara perusahaan yang
menolak apa yang menjadi pokok dasar dari argumen ini, yang mana juga tidak
diterima oleh beberapa analis yang familiar dengan riset ilmu pengetahuan.
Lihat Haft, Business Decisions by the New Board: Behavioral Science and
Corporate Law, 80 Mich.K.rev. 1 (1981).
4. Beberapa kasus pra-1981
menerima tanpa reservasi alasan-alasan yang dikemukakan Gall. Auerbach
v.Bennet, 47 N.Y 2d 619,419 N.Y @d 920,393 N.E 2d 994 (1979) ( New York Law
sudah jelas dibentuk oleh New York Court of Appeals); Abbey v.Control Data
Corp, 603 F.2d 724 (8th Cir.1979) (Delaware law): Lewis v.Anderson, 615 F 2d
778 (9th Cir.1979) (California Law), Burks v. Lasker, 441 U.S 471,99 S Ct.
1831,60L.Ed 404 (1979), menyangkut dismissal dari gugatan perusahaan investasi,
isu major dalam hal ini apakah kontrol dari state atau federal law (represented
oleh Investment company Act 1940). Pengadilan beranggapan bahwa state law yang
mengontrol, tetapi komentar yang berjalan adalah ” mungkin ada suatu situasi
yang membuat direktur independen secara masuk akal percaya bahwa hal yang
terbaik bagi kepentingan pemegang saham adalah mengurungkan niatnya untuk
menggugat, dan pada beberapa kasus tertentu” akan konsisten dengan peraturan
yang memperbolehkan direktur yang independen untuk menghentikan gugatan,
walaupun tidak frivolous.” 441 US pada 483-485, 99 S.Ct pada 1841. Opini yang
timbul menunjuk kepada “this generally accepted principle” dan pernyataan yang
menyatakan bahwa keputusan untuk tidak mnggugat pelaku kesalahan (wrongdoer) ”
adalah tidak berbeda” dengan putusan bersama direktur. Galef v.Alexander, 615 F
2d 51 ( 2d.Cir 1980). Di lain pihak, melakukan business judgment rule dengan
pendekatan seperti yang dilakukan oleh Gall dalam mengajukan gugatannya
berdasarkan section 14(a) adalah ” komunikasi dari menejemen adalah akurat dan
lengkap selayaknya seluruh fakta material” dan pencapaian tujuan “akan
benar-benar membuat putus asa jika direktur yang dijadikan Tergugat dalam suatu
tindakan gugatan derivative karena melakukan informasi yang tidak layak
sehubungan dengan proxy solicitation diperboleh untuk melakukan dismissal atas
suatu tindakan dengan hanya berdasarkan alasan pendapatnya bahwa gugatan
tersebut bukan yang terbaik bagi kepentingan perusahaan.” 615 F2d PADA 63.
5. Satu pertanyaan praktis
yang melibatkan prosedur yang diikuti oleh Gall adalah sejauh mana keharusan
independensi dari komite litigasi” (litigation committee)? Kalau anda adalah
pengacara dari penggugat yang menghadapi prospek dari tipe pembelaan Gall,
apakah anda tidak menyebut nama seluruh direksi sebagai Tergugat di setiap
kasus. Dapatkah seorang direktur yang tidak mempunyai hubungan langsung dapat
dikatakan independen untuk memuaskan prinsip Gall, jika disebut (nominal
defendant)? Akhirnya bagaimana jika menggugat bahwa putusan komite komite independen
itu sendiri merupakan pelanggaran dari tugas fiduciary: walau prospek dari
gugatan semacam itu sangat tipis, dapatkah hal itu digunakan untuk
mendiskualifikasi direksi dari serving atas “litigation committee”
Dari pendapat pengadilan di muka dapat
dipahami berbagai unsur untuk menerapkan business judgment rule.
Dalam perkara lain, Zapata Corp. vs.
Maldonado Supreme Court of Delaware, 1981, 430 A.2d 779 dimana Pengadilan
Delaware Chancery menggambarkan kontroversi hal-hal pokok mendasar menyangkut
kasus ini sebagai berikut: “Fakta-fakta yang relevan, ditafsirkan dengan sangat
menguntungkan bagi Maldonado, yang menunjukkan bahwa pada tahun 1970 Dewan
Direksi Zapata mengadopsi stock option plan dengan memberi kebebasan pada
beberapa officer tertentu dan direksi untuk membeli Saham umum Zapata pada $
12.1S per saham. Rencana ini disediakan untuk melaksanakan pilihan (options)
dalam five angsuran yang terpisah satu sama lain, yang mana yang terakhir
terjadi pada tanggal 14 July 1974. Pada tahun 1971, rencana ini diratifikasi
oleh para pemegang saham dari Zapata. Pada saat tanggal pelaksanaan final dari
kehendak ini semakin dekat, Zapata merencanakan untuk penawaran tender sejumlah
2.300.000 dari sahamnya sendiri. Pengumuman dari penawaran tender diharapkan
akan dilaksanakan sebelum tanggal 14 July 1974, dan diprediksikan bahwa akibat
dari pengumuman ini akan meningkatkan harga pasar saham Zapata dari $ 18 – $
19 per saham mendekati harga penawaran tender sebesar $25 per saham.
“Direksi Zapata, kebanyakan diantaranya
adalah yang mempunyai opsi (optionees) dalam pelaksanaan hal ini berdasarkan
rencana tahun 1970, menyadari bahwa dari optionees ini akan mendatangkan
penambahan pertanggungjawaban yang substansial atas federal income tax (pajak
pendapatan federal) bila dilaksanakan setelah tanggal pengumuman penawaran
tender dan bahwa penambahan tanggung jawab ini dapat dihindari bila pelaksanaan
dilaksanakan sebelum pengumuman. Hal ini disebabkan karena jumlah modal yang
diperoleh untuk pajak pendapatan federal bagi yang para optionees ini akan sama
jumlahnya dengan perbedaan antara pilihan harga $ 12,15 dan pilihan harga pada
tanggal pelaksanaan : $18
-$19 bila dilaksanakan lebih awal dari
pengumuman penawaran tender, atau hampir mendekati $ 25 apabila dilaksanakan
secepatnya setelah pengumuman. “Dalam rangka untuk mengurangi tanggung jawab
atas pajak pendapatan federal tersebut, optionees ini akan mengadakan
pelaksanaannya dengan cara: direksi Zapata mempercepat tanggal pelaksanaannya yaitu
pada tanggal 2 July 1974. Pada hari itu dilaksananakanlah rencana ini dan
direksi meminta agar New York Stock Exchange untuk menangguhkan perdagangan
saham Zapata dengan alasan pending karena “akan adanya pengumuman yang
penting”. Pada tanggal 8 July 1974, Zapata mengumumkan penawaran tender. Harga
pasar saham Zapata naik ke $ 24.50″ 413 A 2d. 1251, 1254-5.)
Hakim Quillen menyatakan bahwa, hal ini
adalah banding yang didasarkan karena permasalahan yang tidak dapat ditentukan
atau kontroversial dari perintah pengadilan Chancery yang dibuat pada 9 April
1980, oleh yang menolak usul alternatif dari Pembanding-Tergugat Zapata
Corporation ( Zapata) untuk menolak gugatan atau untuk summary Judgment. Isu
ini yang dimaksud ini sampai ke pengadilan dengan jalan yang agak
berbelit-belit.
Pada bulan Juni 1975, Willian Maldonado,
pemegang saham dari Zapata, melaksanakan gugatan derivative di pengadilan
Chancery atas nama Zapata melawan 10 (ten) officerss dan/atau direktur dari
Zapata, dan menyatakan, secara esensial bahwa mereka ini telah melanggar
tugas-tugas fiduciarynya. Tuntutan Maldonado yang pertama tidak menuntut bahwa
Dewan yang mengakibatkan tindakan ini, malah menyatakan bahwa tuntutan tersebut
adalah sia-sia karena seluruh direktur disebut sebagai Tertgugat dan dinyatakan
berpartisipasi dalam tindakan-tindakan yang telah disebutkan.[52]
Pada bulan Juni 1979, empat dari
Tergugat-direktur tidak lagi duduk di Dewan, dari direktur yang masih tetap
menjabat menunjuk 2 direktur baru dari pihak luar untuk duduk di Dewan.
Kemudian Dewan membentuk “Komite penyelidik Independen” (Independent
Investigation Comimee (Committee/ Komite), terdiri dari 2 direktur, untuk
menyelidiki tindakan dari Maldonado, begitu juga dengan gugatan derivative yang
sama yang kemudian sedang di-pending di Texas, dan untuk menentukan apakah
perusahaan akan melanjutkan atau tidak litigasi ini. Tujuan Komite dinyatakan
sebagai “final tidak hal yang akan ditinjau ulang oleh Dewan Direksi dan dengan
segala pertimbangan tunduk kepada perusahaan.”
Penyelidikan berikutnya, pada bulan
September 1979 Komite memutuskan, bahwa setiap tindakan harus“ melakukan
penolakan dengan segera karena hal ini bertentangan dengan kepentingan terbaik
dari perusahaan”. Sebagai akibatnya, Zapata bergerak ke tindakan penolakan atau
ke summary judgment.
Pada tanggal 18 Maret 1980, Pengadilan
Chancerry, dalam laporan opini, basis dari perintah tanggal 9 April 1980
menolak mosi Zapata, berpegang pada hal bahwa hukum Delaware tidak mendukung
penolakan seperti ini.
Lebih khusus lagi, berpegang pada
peraturan “business judgment” tidak merupakan suatu penjaminan bagi penguasa
untuk menolak tindakan derivative dan bahwa para pemegang saham mempunyai hak
individu untuk tetap memelihara gugatan derivative dalam beberapa contoh
tertentu.[53]
Kami membatasi pandangan kami atas
permohonan banding tentang permasalahan yang kontroversial ini kepada, apakah
Komite mempunyai kekuasaan yang dapat mengakibatkan gugatan ini dapat
dihentikan. Kami mulai dari mempelajari secara teliti dengan menimbang
pernyataan dari Vice Chancellor yang menyatakan, dalam bagian, bahwa peraturan
“business judgment” tidak memberi kekuasaan kepada dewan direksi perusahaan
untuk mengakhiri gugatan derivative”. 413 A.2d pada 1257. Konklusinya ini
secara tertentu berhubungan dengan beberapa pengadilan federal, menerapkan
hukum Delaware, berpegang pada hal bahwa peraturan business judgment
memungkinkan dewan (atau Komite mereka) untuk mengakhiri gugatan derivative.
Seperti syarat yang paling banyak
digunakan, dan seperti disposisi yang diberikan di bawah ini, kami dapat
mengerti bahwa komentar Vice Chancellor bahwa ” peraturan Business judgment
tidak relevan dengan pertanyaan apakah Komite mempunyai otoritas/kekuasaan
untuk memaksa untuk menghentikan gugatan “.413 A.2d pada 257. Sebuah Perusahaan
berdiri karena dimungkinkan oleh legislative, dan mempunyai otoritas karena diberikan
oleh badan pembuat undang-undang. Direksi dari perusahaan Delaware (Directors
of Delaware Corporation) mendapatkan kekuasaan pengambilan keputusan menejerial
mereka yang meliputi putusan: apakah inisiatif, atau supaya jangan ikut
campur, litigasi, [54]dari 8 Del.C # 141
(a). [55]
Undang-undang ini bersumber dari
kekuasaan direktorial. Peraturan “business judgment” adalah peraturan
tentang kebaikan yang dibentuk dari hal yang berhubungan dengan pengadilan,
dalam suatu situasi tertentu, dalam keputusan Dewan.[56]
Apabila dipandang secara defensif, hal
ini bukan membuat suatu otoritas. Dalam pengertian ini peraturan “business
judgment” tidak relevan dengan pembuatan putusan oleh perusahaan, sampai pada
saat putusan dibuat. Secara umum digunakan sebagai pembelaan secara diam-diam
untuk menyerang keputusan yang ada. Kekuasaan pengambilan keputusan menejerial
Dewan, bagaimana pun, datang dari # 141 (a).
Apa yang diberikan oleh kreasi judicial
(Judicial creation) dan legislatif berhubungan karena peraturan “business
judgment” dikembangkan untuk memberikan pengenalan dan rasa hormat kepada
keahlian bisnis direksi ketika mereka melaksanakan kekuasaan menejerialnya
berdasarkan #141 (a).
Dalam kasus-kasus sebelumnya, walaupun
keputusan perusahaan untuk menghentikan atau ke arah summer judgment, secara
harafiah, putusan yang dihasilkan dari pelaksanaan tugas direksi (sebagaimana
didelegasikan oleh Komite dalam business judgment, pertanyaan dari “business
judgment”, dalam pengertian defensif, tidak akan menjadi relevan sampai dengan
dan kecuali keputusan untuk mengakhiri gugatan derivative dianggap sebagai
tidak patut. Pertanyaan ini tidak sampai diutarakan oleh Vice Chancellor karena
ia berketetapan bahwa pemegang saham mempunyai hak individual untuk tetap
memelihara/mempunyai hak atau gugatan derivative.
Maka oleh karena itu, fokus dari kasus
ini adalah kekuasaan untuk mengutarakan bagi perusahaan dalam hal apakah
gugatan akan dilanjutkan atau diakhiri/dihentikan. Seperti dapat kita lihat,
masalah pada bentuk banding sekarang ini mempunyai 3 aspek: konklusi dari
pengadilan dalam hal yang berkaitan dengan hak para pemegang saham atas gugatan
derivative; Kekuasaan perusahaan berdasarkan hukum Delaware oleh Komite Dewan
yang menyebabkan dihentikannya pelaksanaan litigasi untuk kepentingan
perusahaan; dan peranan dari pengadilan Chancerry dalam menyelesaikan konflik
antara pemegang saham dan Komite.
Sesuai dengan hal ini, kita baik kembali
kepada konklusi dari pengadilan Chancerry menyangkut hak penggugat Pemegang
Saham dalam gugatan derivative. Kami mendapatkan bahwa adalah ketetapannya
bahwa pemegang saham, begitu tuntutan dibuat dan ditolak, memiliki suatu
indenpendensi, hak individual untuk melanjutkan gugatan derivativenya atas
pelanggaran tugas fiduciary di atas keberatan yang diajukan oleh perusahaan,
sebagai sebuah peraturan absolut, adalah salah.
Mckee v. Rogers. Del Ch. 156 A.191
(1931)., yang menyatakan “sebagai peraturan yang umum bahwa pemegang saham
tidak diizinkan” untuk mencampuri wilayah keputusan untuk memilih kebijaksanaan
yang terkait dengan keputusan direktur dan menuntut atas nama perusahaan ketika
badan menejemen menolak 156 A pada 193.
Ketentuan Mckee, tentu saja, tidak boleh
dibaca secara luas bahwa penolakan Dewan akan menjadi ketetapan pada setiap
contoh. Anggota Dewan, berkewajiban kepada perusahaan untuk pelaksanaan terbaik
atas tugasnya sebagai fiduciary, tidak akan memperbolehkan penghentian akan
gugatan derivative, karena hal ini akan merupakan pelanggaran dari tugas
fiduciary mereka. Perselisihan pada umumnya menyangkut kontrol akan timbulkan
gugatan dalam dua konteks. Konsisten dengan tujuan dari tuntutan, putusan Dewan
yang menyebabkan gugatan dihentikan yang merupakan gangguan bagi perusahaan,
setelah tuntutan dibuat dan ditolak, akan tetap dihormati dindahkan kecuali hal
ini salah.[57]
Lihat e.g United Copper Securities Co. v
Amalgamated Copper Co. 244 U.S.261, 263 -64, 37 S.Ct 509, 510, 61 L.Ed. 1119,
1124 (1917). Klaim yang dilakukan atas suatu keputusan yang salah untuk tidak
menuntut adalah eksepsi yang pertama dan konteks pertama dari perselisihan
(dispute). Ketidakadaan penolakan yang salah, pemegang saham dalam situasi
seperti itu adalah hanya karena kurangnya kekuasaan menejerial hukum.
Tetapi tidak dapat dinyatakan secara
langsung bahwa, tidak adanya penolakan yang salah dari Dewan, pemegang saham
jadi tidak akan pernah mempunyai hak individual untuk mengadakan gugatan.
Seperti yang dinyatakan oleh Mckee,”well settled” kecualian ada dalam
ketentuan yang umum.
Pemegang saham dapat menuntut dalam
kapasitas dan hak derivativenya untuk menuntut dasar gugatan atas nama
perusahaan, tanpa tuntutan pendahuluan kepada direksi, ketika kelihatannya
bahwa tuntutan ini akan sia-sia, bahwa para officer dibawah pengaruh yang
mensterilisasi diskresi dan juga bukan orang yang layak untuk melaksanalan
litigasi.”
156 A pada 193 (penekanan ditambahkan).
Kekecualian ini, konteks kedua dari perselisihan, konsisten dengan pernyataan
di bawah ini bahwa ” hak individual pemegang saham untuk menggugat tidak
matang, walaupun, kecuali dia dapat menunjukkan tuntutan akan sia-sia.”
Tuntutan, ketika diperlukan dan ditolak
(kalau tuntutan tidak salah), menghilangkan kemampuan hukum pemegang saham
untuk mengadakan gugatan derivative.[58]
Tetapi dalam hal tuntutan ini beralasan
patut, pemegang saham mempunyai kemampuan untuk melakukan gugatan atas nama
perusahaannya. Konklusi ini, bagaimana pun, tidak menjelaskan pertanyaan
sebelumnya. Hal ini lebih membawa kita kepada pertanyaan untuk diputuskan.
Disinilah kita membagi perusahaan dengan pengadilan di bawah ini, Derivative
merupakan pelaksanaan dari hak-hak perusahaan dan hal yang diperoleh akan
kembali ke perusahaan. “hak dari pemegang saham untuk memenuhi hak litigasi
perusahaan, karenanya, hanya semata-mata bertujuan melindungi dari ketidak
adilan dimana yang kelihatannya bahwa hal material perusahaan tidak terlindungi
“.
Kami tidak melihat ada alasan yang
melekat dari “dua phase” gugatan derivative, pemegang saham menggugat untuk
memaksa perusahaan untuk menuntut, dan tuntutan perusahaan akan berakibat
secara otomatis berada sepenuhnya dalam kontrol di tangan pemegang saham yang
berlitigasi dari hak-hak perusahaan dalam litigasi. Sebaliknya, bagi kita
kelihatannya ketentuan yang tidak fleksibel itu akan mengenali hak seseorang
atau kelompok, diluar yang lain di dalam perusahaan. Makanya, kami menolak
pandangan dari Vice Chancellor yang menyatakannya sebagai aspek pertama dari
masalah banding.
Pertanyaan yang hendak diputus menjadi:
Kapan, jika sekiranya, apakah dewan komite yang diotorisasi diperbolehkan untuk
mengadakan litigasi, dilaksanakan secara patut oleh pemegang saham derivatif
dalam kapasitas haknya sendiri, dapat dihentikan?
Seperti telah dicatat di atas, Dewan
mempunyai kekuasaan untuk memilih untuk tidak melakukan litigasi ketika ada
tuntutan untuk melakukannya, sepanjang bila putusan tersebut tidak salah.
Bila Dewan menetapkan bahwa gugatan akan
merugikan perusahaan, ketetapan Dewan akan berlaku. Walau pun gugatan tersebut
dapat diterima situasi akan timbul bila kelanjutan dari litigasi tidak sesuai
dengan kepentingan perusahaan. Penyelidikan kami adalah, dalam situasi seperti
itu, ada prosedur yang diperbolehkan berdasarkan # 141 (a), dimana perusahaan
dapat melepaskan dirinya sendiri dari litigasi yang merugikan. Jika tidak ada,
maka seorang pemegang saham dalam suatu masalah yang ekstrem dapat mengontrol
nasib dari seluruh perusahaan. Pemikiran ini secara tegas dinyatakan oleh Ninth
Circuit in Lewis v. Anderson, 9th Cir., 615 F 2d.778, 786 (1979) cert.
menolak,_______U.S._______101 C.St. 206, 66 L Ed.2d 89 (1980): “
Memperoleh seorang pemegang saham untuk
mengantisipasi keseluruhan Dewan direksi dengan menuntut terhadap mereka yang
memberikan terlalu banyak pengaruh kepada pemegang saham yang tidak setuju ini.
“Tetapi, ketika mempelajari apa yang maksudnya, termasuk mempelajari mekanisme
dari Komite dalam kasus ini, potensial dari penyalahgunaan harus dapat segera
dikenali. Hal ini membawa kita kepada aspek kedua dan ketiga dari masalah
banding ini.
Sebelum kita melalui pertimbangan yang
wajar atas mekanisma dari permasalahan ini harus jelas bahwa Komite Independen
mempunyai otoritas kekuasaan dari perusahaan untuk menghentikan gugatan
derivative tersebut. Bagian 141 (c) memperbolehkan Dewan mendelegasikan seluruh
otoritasnya kepada Komite. Menurutnya, komite yang mempunyai otoritas yang
telah secara patut didelegasikan kepadanya mempunyai kekuasaan untuk
menghentikan atau summary judgement apabila seluruh dewan menghendakinya.
Walaupun tuntutan tidak dilakukan dalam
kasus ini, dan putusan yang menetapkan apakah litigasi tidak sesuai dengan
Dewan, Dewan Zapata, kelihatannya bagi kami, menahan seluruh kekuasaan
perusahaan yang menyangkut putusan litigasi. Jika Maldonado melakukan
tuntutannya kepada Dewan dalam masalah ini, dapat saja hal menggugat tersebut
akan ditolak. Maldonado kemudian dapat menyatakan dengan tegas bahwa keputusan
untuk tidak menggugat adalah salah dan, jika benar, akan dapat diperbolehkan
untuk menggugat. Dewan, bagaimana pun, tidak akan pernah untuk kehilangan
otoritas peraturan menejerial-nya. Tuntutan itu sendiri memerlukan bukti-buti
bahwa kekuasaan menejerial berada di tangan Dewan. Ketika penggugat gugatan
derivative diperbolehkan untuk menggugat setelah adannya penolakan yang salah,
otoritas Dewan untuk memilih apakah meneruskan litigasi ini tidak konklusinya
telah tercapai melalui pelaksanaan dari otoritas tersebut. Tidak dihiraukan
karena salah.
Hampir sama dengan, peraturan 23.1,
dengan memperbolehkan tuntutan pada beberapa contoh, tidaklah melucuti Dewan
dari kekuasaannya akan menyelamatkan penggugat dari biaya dan penundaan atas
gugatan sia-sia yang dihasilkan dari kemungkinan pelaksanaan kekuasaan Dewan
dalam hal penolakan atau dalam kebalikannya untuk memberikan kontrol litigasi.
Tetapi Dewan benar-benar memberikan kekuasaannya berdasarkan #141 (a) untuk
membuat putusan yang menyangkut litigasi perusahaan. Masalahnya adalah satu
dari diskualifikasi, bukan karena tidak adanya kekuasaan dalam Dewan.
Penelitian atas kekuasaan perusahaan
menyelidiki kemudian fokus kepada apakah Dewan, diwarnai oleh kepentingan
diri sendiri dari sebagian besar pemegang sahamnya, dapat secara hukum sah
untuk mendelegasikan kekuasaannya kepada Komite yang terdiri dari 2 orang
direktur yang tidak mempunyai kepentingal sama sekali dalam hal ini. Kami
mendapati bahwa ketentuan ini memerlukan suatu jawaban yang meyakinkan atas pernyataan
ini. Seperti telah dinyatakan, di bawah ketentuan yang telah dijelaskan pada
peraturan #141 (c), Komite dapat melaksanakan seluruh kekuasaan Dewan untuk
melanjutkan resolusi dari Dewan. Lebih lagi, setidaknya, secara analogi, pada
peraturan kami mengenai kepentingan para direktur pada, 8 Del.C # 141,
kelihatannya jelas bahwa hukum Delaware dibentuk untuk membolehkan direktur
yang tidak mempunyai kepentingan untuk bertindak untuk kepentingan Dewan.
Kami tidak berfikir bahwa kepentingan
yang mewarnai sebagian besar pemegang saham diwarnai halangan hukum bagi
pendelegasian kekuasaan dari Dewan kepada independen Komite yang memang terdiri
dari anggota-anggotanya yang tidak mempunyai kepentingan sama sekali di
dalamnya. Komite dapat benar-benar bertindak secara patut untuk perusahaan
untuk menghentikan derivative litigasi yang dipercaya akan merugikan
kepentingan terbaik dari perusahaan.
Fokus kami sekarang berpindah kepada
Pengadilan Chancerry yang menghadapi pernyataan tegas dari pemegang saham bahwa
gugatan derivative, yang dilaksanakan secara patut, harus dilanjutkan demi
kepentingan perusahaan dan pernyataan tegas dari perusahaan, telah dilakukan
secara patut oleh Komite yang bertindak dalam otoritas dari perusahaan,
bahwa hal gugatan derivative yang sama tersebut harus dihentikan untuk
kepentingan terbaik perusahaan.
Dengan resiko dari pernyataan yang nyata
ini, problemnya sebenarnya relatif mudah. Jika, dilain pihak, perusahaan dapat
secara konsisten merebut itikad baik gugatan derivative yang bermaksud baik
melalui mekanisme yang digunakan oleh Komite, gugatan derivative ini akan
kehilangan banyak, jika tidak semuanya, yang secara umum efektifitasnya dikenal
sebagai intra-corporate yang berarti kebijaksanaan Dewan Direksi. Jika
sebaliknya perusahaan tidak dapat melucuti diri mereka sendiri dari ketidak
bergunaan atau litigasi yang merugikan dan menghentikan gugatan, gugatan
derivative, yang dikreasikan untuk kepentingan dari perusahaan, akan berakibat
kebalikannya, akibat yang tidak dikehendaki
Makanya kepada kami berkeinginan untuk mendapatkan hal (point) yang
menyeimbangkan dimana niat baik dari pemegang saham untuk membawa penyebab dari
tindakan perusahaan tidak bisa secara tidak adil diinjak-injak oleh Dewan
Direksi, tetapi perusahaan dapat menghindarkan dirinya dari hal litigasi yang
merugikannya.
Pengadilan berpendapat bahwa Direktur
yang mempunyai kepentingan: kuorumnya :
(a) Tidak kontrak atau transaksi antara
perusahaan dan satu atau lebih direkturnya atau officernya, atau antara
perusahaan dan perusahaan lain, partnership, association, atau organisasi lain
dimana satu atau lebih direkturnya atau officernya, atau mempunyai kepentingan
keuangan ( financial interest), akan tidak berlaku atau dapat tidak berlaku
hanya karena alasan ini, atau hanya semata-matanya karena direktur atau officer
hadir atau berpartisipasi dalam pertemuan Dewan atau Komite yang memberikan
otoritas kontrak atau transaksi, atau hanya karena dia atau mereka memberi
suara yang sudah dihitung untuk tujuan tersebut, jika:
1) Fakta material dalam
hubungannya atau kepentingan dan seperti pada kontrak atau transaksi yang
diungkapkan atau telah diketahui pada Dewan Diresksi atau Komite, dan Dewan
atau Komite dengan itikad baiknya meng-otorisasi kontrak atau transaksi dengan
pemungutan suara yang meyakinkan dari mayoritas direktur yang tidak ada
mempunyai kepentingan samasekali, walaupuh jumlah direktur yang tidak mempunyai
kepentingan tersebut kutang dari kuorumnya;
2) Fakta material dalam
hubungannya atau kepentingan dan seperti pada kontrak dan transaksi yang
diungkapkan atau telah diketahui oleh pemegang saham yang berhak untuk diadakan
pemungutan suara, dan kontrak atau transaksi yang dalam pemungutan suara
berdasarkan pemegang saham; atau
3) Kontrak atau transaksi
fair bagi perusahaan sesuai waktu diotorisasi, disetujui atau diratifikasi,
oleh Dewan Direksi, Komite, atau pemegang saham;
4) Direktur pada umumnya
atau yang berkepentingan dapat diperhitungkan dalam penentuan kehadiran dalam
suatu forum di meeting dari Dewan Direksi atau Komite yang meng-otorisasi
kontrak atau transaksi”
Seperti telah kita catat, pertanyaan
tersebut telah diperlakukan oleh pengadilan lain sebagai suatu ” business
judgment” dari Dewan Komite. Jika “Komite, terdiri dari independen dan para
direktur yang tidak mempunyai kepentingan”, dalam melaksanakan tinjauan
yang patut atas masalah sebelumnya, dengan mempertimbangkan banyaknya faktor
variasi dan tercapainya, dalam itikad baik, business judgment yang menetapkan
bahwa gugatan bukanlah suatu hal yang terbaik bagi perusahaan”, gugatan ini
harus dihentikan. Isu yang ada menjadi semata-mata independen, beritikad baik,
dan investigasi yang rasional. Konklusi yang terutama dari Komite, berdasarkan
pandangan itu, adalah bukan subjek dari judicial review.
Kami tidak puas, bagaimana pun,
penerimaan dari rasionalisasi ” business judgment” pada tingkat gugatan
derivative ini adalah point yang patut dan seimbang. Sementara kami mengakui
analogi dengan kasus normal menyangkut judgment dari Dewan, sepertinya bagi
kami ada resiko yang wajar dalam situasi realitas seperti yang diperlihatkan
dalam kasus ini untuk men-justify penyebabnya di bawah kesetiaan
dan ketaatan teori dari Business Judgment.
Konteks dalam hal ini adalah gugatan
terhadap direktur dimana tuntutan atas Dewan dimaafkan. Kami merasa beberapa
penghargaan harus diberikan pada fakta bahwa engan sebaik-baiknya. Hal itu
bukan kasus penolakan Dewan. Lebih lagi, gugatan ini diajukan pada bulan Juni
1975, dan, sementara para pihak tidak diragukan lagi akan mengambil pandangan
yang berbeda dalam tingkatan aktifitas litigasi, kita harus memikirkan tentang
kreasi dari “Komisi Investigasi Independen” empat tahun kemudian, setelah
pemilihan dua direktur baru dari luar tersebut. Situasi dapat berkembang dimana
mosi tersebut dapat diajukan setelah beberapa tahun dari litigasi yang kuat
berdasarkan alasan yang tidak ada hubungannya dengan tuntutan hukum.
Lebih lagi, meskipun konfiksi kami bahwa
hukum Delaware memberikan kekuasaan perusahaan kepada Komite yang telah
diotorisasi dengan patut, kami harus berhati-hati dan sadar bahwa direktur
hanya memberikan judgment pada rekan direkturnya dalam suatu perusahaan yang
sama dan rekan direktur lain, dan pada contoh ini, yang dirancang untuk
melayani baik direktur dan anggota Komite. pertanyaan yang sudah dengan
sewajarnya timbul adalah apakah ” hanya untuk kemuliaan Tuhan kulakuan empati
mungkin tidak memainkan peranannya. Dan lebih pertanyaan lebih jauh lagi
muncul, apakah penyelidikan tentang independen, itikad baik, dan investigasi
yang masuk akal cukup untuk menjaga dari tindakan penyalahgunaan, atau mungkin
penyalahgunaan yang di bawah sadar.
Ada jalur lain untuk ekplorasi disamping
konteks faktual dari litigasi yang kami anggap berguna. Sifat dari mosi ini
tidak terdapat adanya sesuatu yang tersimpan, seperti misalnya diillustrasikan
selanjutnya dalam alternatif. Mungkin lebih baik dipertimbangkan sebagai dasar
dari mosi summary judgment untuk penghentian karena pemegang saham yang gagal.
Tetapi hal ini tidak secara pas masuk ke dalam kategory yang digambarkan
dalam Rule 12 (b) dari peraturan pengadilan Chancerry atau pun apakah hal itu
berhubungan langsung dengan Rule 56 karena pertanyaan dari isu yang asli dari
fakta yang terdapat pada klaim pemegang saham tidak dapat dicapai.
Apakah pengadilan Chancerry akan
terbujuk dengan pelaksanaan dari kekuasaan Komite sebagai hasil dari mosi
summary untuk penghentian dari gugatan derivative, dimana tuntutan dari sejak
awal tidak dibuat, harus diletakkan, dalam judgment kita, dalam diskresi yang
independen dari Pengadilan Chancerry. Kami kemudian mengarahkan jalan tengah
antara kasus yang mengandung indenpenden business judgment dari Dewan Komite
dan kasus ini sebagaimana ditetapkan di bawah akan mengandung kontrol yang
terkendali dari pemegang saham. Dalam melaksanakan jalan tersebut, kami
mengenali bahwa “substantif final dari judgment dimana tuntutan hukum tertentu
harus mempunyai keseimbangan dari banyak faktor etika, komersial, promosi
lation, employee relation, fiskal dan juga legal”.
Tapi kami yakin bahwa faktor tersebut
tidak ” melebihi jangkauan judicial (hal-hal yang menyangkut pengadilan)” dari
pengadilan Chancerry yang secara teratur dan kompeten berhubungan dengan
fiduciary relationship, disposisi dari trust property, persetujuan dari
settlements, dan tujuan dari permasalahan-permasalahan yang hampir sama. kami
mengenali bahayanya darai suatu judicial yang melampaui tujuan yang dicapai
tetapi alternatif lain yang kelihatannya bagi kami akan lebih berat adalah
pandangan baru dari judicial diluar itu. Lebih lagi, kami gagal untuk
menyeimbangkan seluruh kepentingan yang terlibat, kami akan berada dalam nama
praktek dan ekonomi judicial yang menutup putusan judicial yang dipenuhi. Pada
point ini, kami tidak yakin bahwa hal tersebut memang diperlukan atau memang
diinginkan.
Setelah tujuan dan melalui lestigasi
dari gugatan derivative, sebuah indenpenden Komite dapat menyebabkan
perusahaannya mengajukan mosi pre-trial untuk menghentikan pengadilan
Chancerry. Dasar dari mosi ini adalah kepentingan terbaik dari perusahaan,
sebagaimana ditetapkan oleh Komite. Mosi ini harus menyangkut catatan tertulis
yang menyeluruh dari investigasi dan hal-hal yang ditemukan dan juga
rekomendasi.
Dibawah supervisi yang baik dari pengadilan,
berhubungan dengan kelanjutan pada summery judgment, setiap sisinya harus
mempunyai kesempatan untuk dibuat sebagai catatan. Sebagaimana pada isu
terbatas yang diperlihatkan oleh mosi yang dicatat di bawah, pihak yang
mengambil tindakan harus dipersiapkan untuk menghadapi beban normal berdasarkan
Rule 56 yang tidak mempunyai isu yang mendasar sebagai fakta material dan pihak
yang bertindak itu berhak untuk menghentikannya sebagai hal dari hukum.[59] Pengadilan harus
menerapkan dua langkah percobaan atas mosi tersebut.
Pertama, pengadilan harus
menyelidiki hal independensi dan itikad baik dari Komite dan dasar yang
mendukung konklusi tersebut. penemuan yang terbatas akan diperlukan untuk
mem-fasilitasi penyelidikan tersebut. Perusahaanlah yang harus terbebani untuk
membuktikan keindependen-annya, itikad baik dan investigasi yang dapat diterima
akal, daripada menduga keindependen-an, itikad baik dan tanpa hal yang masuk akal
sama sekali. Jika pengadilan menetapkan baik Komite tidak indenpenden atau
tidak menunjukkan dasar dari konklusinya, atau, jika pengadilan tidak puas
dengan alasan lain yang berhubungan dengan process, termasuk tapi tidak
terbatas kepada itikad baik dari Komite, pengadilan harus menolak mosi dari
perusahaan. Jika, walaupun, pengadilan puas dan menunjukkan penemuan akan dasar
itikad baik yang dapat diterima akal dan juga rekomendasi-rekomendasi,
pengadilan dapat dilanjutkan, untuk langkah selanjutnya.
Langkah kedua mempersiapkan,
kami percaya kunci yang esensial dalam menggaris bawahi keseimbangan antara
klaim perusahaan yang sesuai hukum yang berlaku seperti terlihat dalam gugatan
derivative pemegang saham dan kepentingan terbaik dari perusahaan seperti terlihat
oleh Komite investigasi Independen. Pengadilan harus menetapkan, independen
business judgmentnya sendiri, apakah mosi tersebut harus dijamin.[60]
Hal ini berarti, tentu saja, hal
tersebut dapat timbul dimana Komite dapat mendirikan independensinya dan
suaranya berdasarkan dari putusan yang beritikad baik dan tetap menolak mosi
dari perusahaan. Langkah kedua ini dimaksudkan untuk merintangi hal ini dimana
tindakan perusahaan memenuhi kriteria dari langkah pertama, tetapi akibatnya
kelihatan tidak memuaskan semangat (spirit) yang ada di dalamnya, atau di mana
tindakan perusahaan secara sederhana akan mengakhiri secara prematur keluhan
pemegang saham yang berhak untuk mendapat pertimbangan lebih jauh lagi dalam
kepentingan perusahaan. Pengadilan Chancerry tentunya mesti berhati-hati
mempertimbangkan dan menimbang sejauh mana pemaksaan kepentingan perusahaan
ketika berhadapan dengan tuntutan hukum yang semberono tersebut. Pengadilan
Chancerry harus, ketika diperlukan, memberikan pertimbangan yang khusus kepada
masalah hukum tersebut dan juga hal kebijaksanaan publik sebagai tambahan
kepada kepentingan perusahaan.
Jika independen business judgment dari
pengadilan terpuaskan, pengadilan dapat berlanjut untuk mengabulkan mosi,
subjek, tentu saja, atas persyaratan atau kondisi judgment yang dipandang oleh
pengadilan perlu atau diinginkan. Perintah pengadilan Chancerry yang tidak
dapat ditentukan atau kontroversial ini kebalikan dan penyebab diserahkan
kembali kepada kelanjutan konsistensi lebih jauh dengan opini ini.
Dari pendapat pengadilan sebagaimana
diuraikan dimuka dapat pula diamati sebagai berikut ini :
1. Beberapa pengadilan
menolak untuk memberikan pendapat oleh Komite Litigasi yang bersifat final yang
kelihatannya memang diperlukan dalam pra-putusan Zapata. Antaranya adalah kasus
Joy v. North, 692 F.2d 880 (2d Cir.1982), cert. Menolak sub no. Ci~ytrust v.
Joy, 460 U.D.1051, 103 S Ct.1498 (1983) (nominal diputus berdasarkan Connecticut
law); Hasan v. Cleve Trust Realty Investor, 729 F.2d 372 (6th Cir.1984) (tidak
ada presumption dari kebiasaan atau itikad baik untuk mendukung putusan Komite
Litigasi); In Matter of Continental lilinois Securities Kitigation, 732 F.2d
1302 (7th Cir.1984). Sementara dimana ada ketidak sepakatan dalam kasus-kasus
ini, mayoritas opini merefleksikan skeptisme tentang kebijaksanaan dari
penerimaan tanpa kritik atas prinsip yang dituduhkan Penggugat atas transaksi
perusahaan yang harus dibatalkan hanya untuk menyerang independensi dan itikad
baik dari Komite Litigasi.
2. Secara mendasar
menerima pendapat “structural bias”. Pengadilan dalam Miller v.Register &
Tribune Syndicate, Inc,336 N.W.2d (Iowa 1983), berpegang pada bahwa Dewan
Direksi tidak dapat untuk mendelegasikan kekuasaannya untuk mengikat perusahaan
kepada Komite independen Litigasi bila Dewan Direksi sendiri tidak dapat
bertindak karena mayoritas sudah tertarik dalam transaksi; dalam situasi
seperti ini pengadilan menyarankan bahwa Komite ditunjuk oleh perintah
pengadilan (judicial order).
Menjadi penting pula disini memahami
kasus, duty of care and the business judgement rule, dalam
perkara litwin v. allen Supreme Court of New York,1940 25 N.Y.S 2d 667, dimana
Hakim Shientang berpendapat bahwa ini adalah gugatan yang dilakukan oleh
seseorang yang mempunyai 36 shares saham dari Guaranty Trust Company (“Trust
Company”) diluar dari 900.000 outstanding melawan Direksi Guaranty Trust,
anggota dari firma banking J.P Morgan & Co, dan direktur-direktur dari
Cabang dari Trust Company dengan nama Guaranty Company of New York C’Guaranty
Company. Gugatan dimaksudkan untuk menjatuhkan pertanggungjawaban pada Tergugat
atas kerugian yang ditimbulkan dari 4 buah transaksi. Opini yang dinyatakan di
bawah ini berhubungan dengan diskusi umum di peradilan and transaksi ke empat
dimana pertanggungjawaban dipermasalahkan.
Faktanya sebagai berikut ini, 16 Oktober
1930, transaksi melibatkanTrust Company dan atau Guaranty Company senilai $
3.000.000 untuk membeli Surat Hutang convertible Missouri Pacific melalui J.P
Morgan & Co, dengan harga sama, dengan opsi pada penjual, Alleghany
Corporation dapat membeli kembali dengan harga yang sama dalam waktu 6 bulan.
Musim gugur,1930 pertama kali muncul
keperluan Alleghany Corporation akan dana sebesar $10.500.000. Alleghany telah
membeli aset di Kansas City dan St.Joseph, Missouri dan saldo harga sejumlah $
10.000.000 tambah bunga harus dibayar tanggal16 Oktober. Karena ada
keterbatasan pihak Alleghany dalam meminjam uang maka, tidaklah dapat dilakukan
peminjaman uang sedangkan uang diperlukan untuk memenuhi pembayaran aset-aset
yang dibeli tersebut.Pembicaraan bagaimana cara mendapatkan uang pun dimulai.
Keadaan ini penting untuk dicatat dalam pikiran, untuk dapat melihat pola transaksi
sebagaimananya sehingga dapat sepenuhnya dimengerti.
Karena tidak dapat meminjam, maka cara
Alleghany untuk mendapatkan uang adalah dengan cara melepas beberapa surat
berharganya. Diantaranya adalah Surat Hutang convertible 5V2 %
Missouri Pacific senilai $23.500.000. Surat-surat ini tidak dijamin dan
berhubungan dengan surat obligasi Missouri Pacific lainnya. Semua convertible
dan di saham umum seharga 10 saham senilai $1.000 obligasi. Pada tahun 1929,
Guaranty Company berpartisipasi untuk penambahan $1.500.000 dengan menanggung
obligasi ini pada 97 1/2 . Pada suatu ketika pada tahun 1929, obligasi terjual
setinggi 124 dan tidak pernah turun dari itu kecuali pada November 1929 dimana
mereka dijual pada 97. Antara 1 Oktober dan 10 Oktober 1930 saham umum Missouri
Pacific turun menjadi 53 sampai dengan 44. Ada penurunan pada obligasi yaitu
107 pada April 1930 lalu ke 107 pada 1 Oktober 1930 dan seterusnya menurun
sekitar 2 point sehingga menjadi 105′/2 pada tanggal pelaksanaan transaksi pada
16 Oktober 1930.
Van Sweringens mengusulkan $10.000.000
dari obligasi ini dijual pada J.P Morgan & Co secara tunai dan pada harga
yang sama, hal yang terakhir ini akan memberi opsi kepada Alleghany untuk
membelinya kembali dalam waktu 6 bulan sejumlah yang dibayarkan. Bila Transaksi
dilaksanakan dengan cara ini, maka sama halnya seperti Alleghany mendapatkan
pinjaman juga.
Tergugat menyatakan bahwa mereka
diberitahukan bahwa Van Sweringens berkeras atas opsi membeli kembali dalam
waktu 6 bulan berkaitan dengan tidak ada kemungkinan bahwa mereka akan
kehilangan kontrol atas obligasi ini karena obligasi ini convertible dan
privilige untuk melakukan itu mungkin dilakukan oleh pihak ketiga dalam
kesempatan beredarnya saham ini di pasar, hal ini lepas dari kenyataan bahwa saham
umum Missouri Pacific mengutip disekitar 44, sementara harga konversi adalah
100.
Kenyataan adalah tujuan satu-satunya
dari opsi ini adalah untuk menjadikan transaksi jadi secepatnya menjadi
pinjaman tanpa mesti melalui jalur pinjaman biasa.
Seketika sebelum Trust Company
memberikan komitmen tertulisnya kepada J.P Morgan & Co untuk ikut dalam
pembelian obligasi tersebut, Guaranty Company mengikatkan dirinya kepada Trust
Company untuk mengambil obligasi terse but dari Trust Company pada akhir dari jangka
waktu 6 bulan, yaitu pada 16 April 1931, dengan harga yang sama dengan yang
telah dibayar oleh Trust Company dan hal ini sudah termasuk pada harga yang
sama ditambah bunga, jika Alleghany gagal untuk melaksanakan opsinya untuk
membeli kembali.
Penurunan di pasar terus berlanjut. pada
23 Oktober 1930, Executive Committee dari Trust Company menyetujui transaksi
obligasi Missouri Pacific pada 103 ½. Pada 5 November 1930 ketika Board of
Director dari Trust Company memberikan persetujuannya obligasi, terjual 102 7/8
dan pada 18 November 1930 ketika Board of Director dari Guaranty Company setuju
atas komitmen ini, obligasi telah turun ke 98 5/8. Dan pada akhir dari jangka
waktu 6 bulan yaitu pada tanggal16 April 1931 obligasi terjual pada harga atas
86 dan terendah81 (perkiraan pada minggu akhir 18 April), dan Guaranty Company
mengambil alih obligasi ini dari Trust Company pada harga yang sama dengan
bunga accrued dan membukukannya sebagai investasi.
Transaksi utama muncul dalam perkara ini
terjadi pada Oktober 1930. Terjadi crash di pasar saham pada Oktober 1929. Dan
pada April 1930 terjadi kemajuan di pasar saham. Tak lama kemudian secara
perlahan mulai terjadi penurunan di pasar saham pada Oktober 1930, yang
kemudian diikuti lagi dengan pukulan yang lebih berat lagi. Halluar biasa yang
terjadi, dapat dikatakan, tidak dapat dipastikan waktu itu, tapi jelas
berhubungan dengan masa sebelumnya. Orang-orang yang menilai keadaan pada
Oktober 1930 dan telah mengalami keadaan sebelumnya pada berfikir panik dan
mengira bahwa depresi keadaan pasar telah mencapai dasarnya dan semuanya akan
selesai dan akan ada suatu perubahan yang lebih baik. Namun ternyata pengalaman
dan perkiraan berubah menjadi kekeliruan , tetapi hal tersebut tetap tidak
jelas hingga tahun 1931. Untuk menilai gugatan transaksi ini, kita tidak hanya
perlu melakukan pemeriksaan tentang latar belakang terjadinya, namun yang lebih
penting lasi kita harus menempatkan diri kita dalam situasi terjadinya
permasalahan pada waktu itu dan mencoba menempatkan diri kita dalam posisi yang
mengikat mereka.
Dalam perkara ini tidak ada bukti yang
jelas mengenai pengaruh yang tidak selayaknya atau dominasi dari directors atau
officers dari Trust Company atau Guaranty Company dari J.P Morgan & Co.
Ketika J.P Morgan disarankan oleh Shriver bahwa akan ada keikutsertaan dalam
pembelian dengan peningkatan $5.000,000 Shriver diberitahukan bahwa komitmen
itu hanya bisa diterima bila penambahan hanya sebesar $ 3.000.000 karena First
National Bank of New York akan memberikan jumlah yang sama sementara Morgan
& Co akan ikut dalam penambahan dengan saldo sejumlah $4.500.000. Lebih
lanjut, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa para Tergugat officers atau
directors ini berlaku secara bad faith atau ingin mengambil keuntungan atau diuntungkan
atau mendapatkan sesuatu untuk pribadinya dari transaksi ini.
Saya akan melanjutkan untuk
mempertimbangkan secara umum peraturan-peraturan untuk menentukan tanggung
jawab dari directors. Kadang dikatakan directors itu adalah trustees. Kalau hal
ini berarti bahwa directors dalam melaksanakan tugas-tugasnya bertindak dalam
hubungannya sebagai fiduciary (trustee yang bertindak dengan good faith,
kepercayaan dan keyakinan yang kuat serta terus terang) perusahaan, maka
pernyataan ini dapat dikatakan benar.
Bosworth V.Allen 168,N.Y 157,61 N.E 163,
55 L.R.A 751, 85 Am St.Rep.667 ” Directors terikat oleh segala peraturan yang
mengandung keadilan, moral, dan kejujuran dengan tujuan sesuai dengan yang
ketentuan yang diatur dan dibebankan oleh hukum kepada mereka yang berada dalam
kewajiban sebagai fiduaciary dan tanggung jawab. Mereka terikat, dalam
tindakan-tindakan jabatannya, dengan suatu ukuran keterbukaan keterusterangan
yang tinggi, tidak memikirkan diri sendiri, dan beritikad baik. Prinsip ini
adalah tidak dapat ditawar, esential dan dijunjung tinggi.” Kavanaugh v.
Kavanaugh Knitting CO.226.N.Y 185,193,123 N.E 148,151.
Telah jelas bahwa director harus loyal
dan setia (allegiance) terhadap perusahaannya-Ioyalitas yang tidak terbagi dan
kesetiaan yang mempengaruh setiap tindakannya sehingga setiap tindakan ini
dimaksudkan tidak lain untuk kebaikan perusahaan. Setiap kepentingan director
selain daripada itu akan menjadi suatu penelitian yang ketat dan tidak ada
kompromi. Dia tidak akan mengambil keuntungan dengan menggunakan perusahaan dan
tidak akan berbenturan dengan hak-hak perusahaan; dia tidak akan mengambil
kesempatan untuk kepentingan dirinya sendiri atas hal-hal yang jelas memang
menjadi milik dari perusahaan. Dia diperlukan untuk menggunakan pendapatnya
yang indenpenden. Dalam pelaksanaan tugasnya sebagai director, tentunya dia
harus bertindak jujur dan beritikad baik, tapi hal ini tidak cukup. Namun dia
juga harus melaksanakan dengan suatu tingkat keahlian dan kebijaksanaan dan
ketelitian.
Dalam kasus utama di Pengadilan Banding,
sehubungan dengan tugas dari director dikatakan Mereka harus mengetahui dan
memberikan arahan kepada general affairs dari institusi tersebut, dan
kebijaksanaan bisnisnya, dan mempunyai pengetahuan umum tentang tatacara pelaksanaan
bisnisnya, karakterisasi inventasinya, dan sumberdaya karyawannya. Tidak ada
kebiasaan dan praktek yang menjadikan jabatan director hanya sebagai kehormatan
namun tanpa tanggungjawab, atau hanya nama yang menjadi penarik perhatian.
Sosok seorang director harus memberikan kepercayaan dan mempunyai tingkah laku
yang menarik, namun juga harus mampu memberikan perlindungan.” Kavanaugh v.
Commonwealth Trust Co. 223 N.Y 103, 106, 119 N.E 237, 238.
Dengan kata lain, directors
bertanggungjawab atas kelalaian dalam pelaksanaan tugasnya. Tidak menjamin,
director tidak bertanggung jawab atas kekeliruan pendapat atau kesalahan kalau
melakukannya dengan keahlian dan kebijaksanaan yang masuk akal. Dikatakan
director dalam melaksanakan tugas bisnis perusahaannya harus melaksanakannya
pada tingkat yang kesetiaan dan ketelitian selayaknya seorang yang bijaksana
yang akan melaksanakan kepentingannyan dengan cara serius dan penting. Walaupun
demikian, peraturan umum ini tidak begitu membantu. Dalam analisa terakhir,
apakah seorang director tidak melaksanakan tugasnya, apakah seorang director
telah lalai, tergantung atas fakta, dan keadaan situasi masing-masing kasus,
bentuk perusahaan yang terlibat, besarnya,dan sumber keuangannya, jenis
transaksinya dan urgensi dari problem tersebut. Director disebut sebagai
memberikan ketelitian dan keahlian” tergantung pada tuntutan situasi. New York
Cent. Railroad Company v. Lockwood, 17 Wall 357,382,383,21 L.Ed.627.
Tidak dapat diragukan, director bank
lebih terikat ketat dengan pertanggungjawaban daripada director dari suatu
perusahaan bisnis biasa. Director dari bank dipercayakan untuk mengelola
deposito, dan saham-saham yang memerlukan perlindungannya dari pembebanan
pertanggungjawaban pribadi. Gause v. Commonwealth Trust Co.,196. N.Y 134,153-155,89
N.E 476,24 L.R.A, N.5 967.
Tetapi kewaskitaan tidak perlu bagi
director, walaupun bagi director bank. Hukum mengenal bahwa director yang
paling konservatif pun tidak akan tidak pernah membuat kesalahan, dan dia kan
berbuat suatu kesalahan, tapi bila ia menggunakan prinsip ketelitian dan
kehati-hatian yang biasa digunakan oleh seorang banker yang bijaksana, maka ia
akan dibebaskan dari tanggung jawab walaupun opininya kemudian dapat dikatakan
sebuah kesalahan dan pendapatnya salah.
Akhirnya, untuk menentukan apakah
transaksi yang disetujui oleh director adalah dapat menjadikannya
bertanggungjawab atas kelalaian, kita harus melihat dari fakta bahwa mereka
yang ada pada saat timbulnya masalah, bukan setelah atau dijelaskan oleh mereka
yang ada sesudah kejadian “ Purdy v. Lynch 145 N.Y 462,475.40 N.E 232,236.
“Kearifan yang berkembang setelah
kejadian, serta mendapatnya dan konsekwensinya sebagai suatu sumber, adalah
suatu standar menilai seorang lelaki” Costello v. Costello, 209 N.Y
252,262,103, N.E 148,152.
Walaupun tidak ada kasus yang tepat
sebagai intinya, sepertinya apabila bank bertentangan dengan kebijaksanaan
publik, ingin membeli beberapa surat berharga, setuju untuk membelinya kembali
dengan harga yang sama, lebih jauh lagi dimana bank membeli surat berharga dan
memberi kesempatan pada penjualnya untuk membelinya kembali, dengan demikian
menimbulkan resiko untuk rugi dengan tidak ada kemungkinan untuk mendapat
apapun kecuali bunga yang didapat bank dalam tenggang waktu tersebut. Di sini,
apabila harga pasar saham naik, maka pemegang hak untuk memberi kembali saham
tersebut akan menggunakan haknya untuk memperoleh saham tersebut kembali dari
bank pada harga terendah penjualannya pada bank. Sedangkan kalau harga pasar
turun, maka pemegang hak untuk membeli kembali tidak akan menggunakan haknya,
dan bank akan tetap merugi. Jadi, setiap keuntungan yang didapat dari kenaikan
tajam dari harga surat berharga tersebut dipastikan untuk penjual, sedangkan
setiap resiko untuk mengalami kerugian yang besar adalah hal yang tidak dapat
ditolak oleh bank. Apabila perjanjian seperti ini dibiarkan berlarut-Iarut,
maka akan memaksa bank untuk menyisihkan surat berharga yang dibelinya ini
selama 6 bulan. Bank tentunya tidak dapat melepaskan dirinya dari kewajibannya
untuk terikat dengan “penjualan cepat” tersebut. Dengan perkataan lain,
sementara ketika opsi untuk penjualan kembali akan memaksa bank untuk menahan
sejumlah dana cash sejumlah harga yang diterima dari surat berharga yang
dijualnya, dilain pihak pembelian kembali akan memaksa bank untuk menahan surat
berharga tersebut dalam jangka waktu 6 bulan juga. Dalam hal kedua situasi ini,
kondisi keuangan bank yang sebenarnya tidak dapat ditentukan secara keseluruhan
berdasarkan buku dan literatur. Hal ini akan bergantung kepada fluktuasi dari
pasar. Dalam kedua peristiwa ini kesatuan tanggung jawab yang tidak nampak di
laporan neraca.
Directors tidak berposisi sebagai
pengawas atas kepercayaan yang diberikan orang lain, tanpa ia menghiraukan
itikad baik, secara pribadi maka ia akan bertanggung jawab atas kerugian yang
ditimbulkan dari pelanggaran atas perjanjian yang dibuatnya. Matter of
Smoth,279 N.Y 479,489,18 N.E 2d 666: lihat Fletcher Cyc.Corp,.Perm.Ed, #847.
Jika pertanggungjawabah dibebankan pada directors ini maka harus didasarkan
kepada alasan yang lebih kuat.
Saya berpendapat tanggung jawab dalam
transaksi ini karena seluruh pengaturannya sangat tidak hati-hati, sangat
beresiko, sangat tidak biasa dan tidak perlu jika dibandingkan dengan konsep
praktek dari prinsip kehati-hatian bank. Seorang direktur bank ketika ditunjuk
datau dipilih akan mengambil arahan bahwa dia akan, sejauh dalam hal-hal yang
melibatkan tgasnya akan bertindak sebagai “pengatur administrasi yang teliti
dan jujur untuk segala hal yang berhubungan dengan bank atau perseroan yang
mengelola harta benda”. Banking Law, #117. Prinsip ini hanyalah untuk
menambahkan pada hal-hal yang memang telah dibebankan oleh hukum pada mereka.
Kejujuran saja tidaklah cukup; kejujuran dari direksi dalam hal ini tidak usah
dipertanyakan lagi. Tapi harus ada hal-hal yang lebih daripada kejujuran harus
ada juga ketelitian, dan hal ini berarti kebijaksanaan dan kehati-hatian.
Transaksi ini, seperti telah dikatakan, sangat tidak biasa; sangat unik, tetapi
memang sejauh ini tidak ada dalam catatan yang menunjukkan adanya usaha unutk
mendapatkan advis dari seorang penasehat. Maka sangat tidak mengejutkan tidak
ada suatu contoh yang dapat ditemukan untuk dipergunakan dalam situasi seperti
itu.
Yang memang bisa diterima akal dari
tindakan bank ini, ingin membuat suatu investasi, dalam jangka watu pendek atau
sebaliknya, untuk pembeli surat berharga dibawah pengaturan dimana apresiasi
akan diberikan kepada penjual dan dilain pihak kerugian yang timbul akan dibebankan
kepada bank? Perbedaan point lima setengah tidak menjawabnya. Itu tidak dapat
menjadi dasar dari keberatan bahwa apapun kerugian harus dibebankan kepada bank
dan setiap keuntungan yang diperoleh akan menjadi hak dari customer.
Dalam hal ini ada hal yang lebih dari
sekedar pendapat bisnis yang bagi orang-orang pasti tidak akan setuju. Para
direktur jelas telah gagal untuk memberi ketelitian yang memang dituntut dalam
situasi seperti itu. Kecuali kita memang mengabaikan sepenuhnya doktrin bahwa
direktur dapat lalai dalam menjalankan tugas administrasinya, maka dalam
transaksi ini maka tanggungjawab akan dibebankan pada direktur.
Akibat yang sama dapat dicapai jika kita
mengadopsi versi dari tergugat dari transaksi ini, sebut saja, pembelian ini
pertamakali oleh Guaranty Company, dengan opsi untuk membeli kembali ada pada
Alleghany Corporation, dan transaksi ini dibiayai oleh bank, maka bunga
seketika yang diperoleh bank dalam jangka pendek ini adalah investasi 5 V2.
Darimana pun kita meninjau transaksi
ini, maka karena itu, hal ini sungguh tidak berhati-hati, sangat berbahaya,
sangat tidak biasa dan dan sangat berlawanan dengan prinsip kehati-hatian bank
sehubungan tanggungjawab direksi dalam menyetujui transaksi derivatif saham.
Dengan menetapkan bahwa transaksi ini
dalam litigasi adalah berkaitan dengan pembebanan tanggung jawab atas
partisipasi Tergugat, pertanyaan selanjutnya adalah bagian dari kerugian apa
yang dapat dikenakan pada transaksi yang tidak perlu ini? Para Argumentasi para
Tergugat adalah opsi dari perjanjian ini adalah Ultra vires, bank berhak untuk
menjual surat berharga ini kapan saja karena penjualan ke Alleghany Corporation
ini tidak berada dalam suatu kewajiban hukum yang dapat dijalankan. Maka karena
itu para Tergugat menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada tanggungjawab yang
dapat dikenakan pada mereka karena tidak ada suatu causa langsung yang
menghubungkan antara opsi dan kerugian yang timbul. Lebih jauh lagi, telah
disarankan oleh seorang saksi dengan apa yang disebutnya “Forward sale”
dari koresponden surat berharga yang dapat dipergunakan sebagai perlindungan,
apabila ada perkiraan bahwa akan ada kerugian yang timbul. Transaksi ini tidak
dapat dikatakan suatu transaksi yang biasa dijalankan oleh Trust Company atau
seluruh cabang daripadanya. Berdasarkan ini sudah jelas bahwa Tergugat memang
tidak pernah mempertimbangkan untuk menjual surat berharga ini dlam jangka
waktu 6 bulan, sebaliknya mereka tetap menyimpannya berdasarkan dari opsi
pembelian kembali tersebut. Apabila hal ini tidak demikian, bagaimana dapat
perjanjian Guaranty Company untuk mentake over surat berharga itu dari Trust
Company pada akhir dari jangka waktu 6 bulan itu bila company gagal untuk
melaksanakan opsinya? Dapat dijelaskan Perusahaan ini pada kenyataannya memang
kemudian telah mentake over surat berharga ini dari bank pada April 1931,
sesuai dengan perjanjiannya. Para Tergugat sekarang tidak dapat menyatakan
bahwa bank menahan surat berharga tersebut selama 6 bulan, tidak ada
hubungannya dengan opsi pembelian kembali dan perjanjian antara perusahaan dan
bank. Jelas, apapun kerugian yang timbul dalam jangka waktu 6 bulan tersebut
langsung terkait pada opsi dari perjanjian tersebut, apakah para Tergugat dapat
dikenakan oleh karenanya.
Isu yang sebenarnya dalam kerugian ini
adalah berkaitan dengan apakah direksi dapat dibebankan dengan total loss yang
ditimbulkan ketika surat berharga tersebut dijual, dengan kerugian paling
tinggi 81 %, atau hanya pada porsi kerugian yang terkumpul dalam jangka waktu 6
bulan tersebut, mengadalan suatu pinjaman dalam jangka waktu itu, padahal
sebenarnya dalam waktu itu para Tergugat dapat mengadakan penilaian ulang untuk
menjual surat berharga tersebut. Catatan menunjukan bahwa tidak ada satu pun
dari surat berharga itu terjual sampai dengan tanggal 8 Oktober 1931, kira-kira
6 bulan sesudah jatuh tempo kesempatan Alleghany untuk membeli kembali surat
berharganya. Missouri Pacific Railroad pergi ke receivership April 1933 dan
antara 2 August dan 25 September 1933, $ 126.000 lebih surat berharga telah
dibeli perusahaan ini dalam rangka untuk menutupi kerugian Total loss
diperkirakan $2.250;000.
Saya percaya bahwa penurunan harga surat
berharga pada 16 April 1931 tidak mempunyai hubungan causa dengan opsi yang
mempunyai batas waktu tersebut. Director tidak bertanggungjawab atas kerugian
lebih dari pada yang ditimbulkannya ketika melakukan pelanggaran atas
tugas-tugasnya. Porsi dalam transaksi ini yang diwarnai dengan ketidak
hati-hatian dan kelalaian adalah dalam opsi membeli kembali. Begitu opsi
membeli kembali telah jatuh tempo, tidak ada alasan apapun bagi direktur untuk
tidak berusaha untuk menjualnya kembali. Seluruh kerugian yang ada pada saat
telah jatuh tempo yaitu pada 16 April 1930 adalah kerugian yang timbul dari
hasil pendapat bisnis direktur yang memutuskan untuk tetap menyimpan surat
berharga itu. Kerugian yang lebih lanjut tidak dapt dikatakan dari ketidakhati-hatian
namun berdasarkan dari telah jatuh temponya opsi pembelian kembali.
Makanya para Tergugat hanya
bertanggungjawab pada hal-hal yang berkaitan dengan ketidakhati-hatian pada
opsi pembelian kembali, opsi inilah yang menjadi motivasi dari kerugian yang
timbul dalam jangka waktu sesudah 16 April 1931.
Dengan demikian pengadilan berpendapat
tergugat diputuskan bertanggung jawab.
Berbagai pendapat pengadilan dimuka
dapat dipahami sebagai presedent bagi penentuan perlindungan direksi
melalui business judgment rule di Indonesia.
PENUTUP
1. A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian bab-bab di muka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Regulasi seperti dalam
UUPT yang mengatur laporan direksi dikategorikan melakukan pengaturan perseroan
yang salah dan harus mempertanggungjawabkan belum memadai dan cukup.
2. UUPT belum dapat
menentukan “standar direksi” seperti presiden di negara lain yang
menetapkan standar duty of care dan duty of loyality dalam
penetuan pengelolaan perseroan yang salah.
3. Apabila direksi di
dalam mejalankan kewenangannya harusnya tidak melanggar prinsip fiduliary
duty sesuai standar pelanggaranduty of care dan duty
of loyality, maka direksi dapat memanfaatkan business judgement
rule untuk pembelaan dirinya bila ia dipertanggungjawabkan dalam
pengelolaan perseroan.
4. B. Saran
5. Perlu memperbaharui
UUPT berkenaan dengan ketentuan pertanggungjawaban direksi.
6. Membuat standar duty
of care dan duty of loyality dalam ketentuan UUPT.
7. Memasukkan secara
khusus prinsip fiduciary dalam kurikulum perkuliahan hukum
perusahaan di Fakultas Hukum di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Ronald A. Ivan Fox dan David
P. Twoney. Busineess Law & The Regulatory Environment. Cincinnamati,
Ohio : South-Western Publishing, 1995.
Asser’s, C. Pengkajian Hukum
Perdata Belanda (Haandeeiding toot de Beofening Van Het
Nederlands Burgelijk Recht). Diterjemahkan oleh Sulaiman Binol. Jakarta :
Dian Rakyat, 1991.
Bapepam, Cetak Biru Pasar Modal
Indonesia 2000-2004, Jakarta: Bapepem, 1999.
Barry E. Shapiro, “The Future of Labour
Relations in the Federal Sector,” Labour Law Journal, (Vol. 6
August 1992).
Black, Henry Champbell. Balcks
Laws Dictionary. ST. Paul, Minn : West Publshing Co., 1990.
Block Dennis J., Nancy R. Barton dan
Stephen A. Radin, The Business judgement Rule Fiduciary Duties of
Corporate Directors,Prentice Hall law & Business, Third edition, 1990.
Buxbaum, Ricard M. “A Comperative View
of Modern Company Law.” Makalah disampaikan pada seminar On The Impact
of Company and Capital Markets Law in Economic Development, Major
Prodecural and Subtantive Issues. BPHN-ELIPS Project. Jakarta. Tanggal 11
Agustus 1994.
Charity Scott, “Caveat Vendor:
Broker-Dealer Liability Under the Securities Exchange Act,” Securities
Regulation Law Journal, (Vol. 17, 1989).
Clark Robert Charles, Corporate
Law, Boston & Toronto: little, Brown and Company, 1986
David Milmann & Durrant
Christoper, Corporate Insolvency : Law and
Pratice, London: Sweet & Maxwell, 1987.
Davies Paul L., Gower and
Davies’ Principles of Modern Company Law, Thomson Sweet &Maxwell, 2003
——————–., Gower’s Principles of
Modern Company Law, London, Sweet Maxwell, 1977
Denis & Josephine Biscare, Smith
& Keenan’s Company Law For Students, Financial Times, Pitman
Publishing, 1998
Denis Keenan & Josephine
Biscare, Smith & Keenan’s Company Law For Students, Financial
Times, Pitman Publishing, 1999.
Dennis J. Block, Nancy E. Barton dan Stephen
A. Radin, The Business Judgement Rule: Fiduciary Duties of Corporate
Directors, Prentice Hall Law & Business, 1990.
Detlev F. Vagts, Basic Corporation Law Materials~aftd Cases,
The Foundation Press Inc. New York, 1989.
Detlev F. Vagts,Basic Corporation Law
Materials-Cases Text, (New York: The Foundation Press Inc. 1989) .
Dine Janet, Company Law- Sweet
&Maxwell’s Textbook Series, Sweet & Maxwell, 2001.
————-, Company Law,
Macmillan Press Ltd., 1998
Emerson, Thomas T. “Laws as A Force
Social Progres.” 18. Connecticut. Law Review 1. 1985.
Faulk, Martha & Irving M.
Mehler. The Elements of Legal Writing, New York :
Macmillan Publishing Company, 1994.
Friedman, Wolfgang. Legal
Theory. London.: Steven & Sons. 1953.
Fuady Munir, Hukum Bisnis,
Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1994
—————-, Perseroan Terbatas-
Paradigma Baru, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003
George R.G. Clarke dan Robert Cull,
Political and Economics Determinants of The Likelihood of Privatizing Argentina
Public Bank,Jurnal of Law and economics, (Vol. XLV, April 2002), The
University of Chicago.
Hartono, Sunaryati. Hukum
ekonomi Pembangunan. Bandung : Inti Indayu, 1987.
———————–. Kapita Selekta
Pebandingan Hukum. Bandung : PT. Aditya Bakti, 1991.
Herwidayatmo, Implementasi Good
Corporate Governance Untuk Perusahaan Publik Indonesia, tulisan utama
yang dimuat dalam Usahawan, No. 10 TH XXIX Oktober 2000.
Himawan, Charles. The
Foreign Invesment In Indonesia. Singapore : Gunung Agung,
1980.
———————–, “Pendekatan Ekonomi Terhadap
Hukum Sebagai Sarana Pengembalian Wibawa Hukum”. Disampaikan Pada Pidato
Pengukuhan Guru Besar Tetap Pada Fakultas Hukum UI, Jakarta, Tanggal 24 April
1991.
Holly J. Gregory dan Marshal E. Simms,
“Pengelolaan Perusahaan (Corporate Governance): Apa dan Mengapa Hal
Tersebut Penting,” makalah disampaikan pada “Lokakarya Pengelolaan Perusahaan (Corporate
Governance), kerjasama, Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan
University of South Carolina, Jakarta, tanggal 4 Mei 2000
Ihromi, T.O. Antropologi &
Hukum. Jakarta : Yayasan Obor, 1993.
Iver, Mac. The Web of
Goverment. New York : Macmillan Company, 1958.
J Neville., dalam Re Brazillian
Rubber Plantation &Estates Ltd [1911] 1 Ch. 425, sebagaimana
dikutip dalam Lipton
Janet Dine, Company Law- Sweet
&Maxwell’s Textbook Series, Sweet & Maxwell, 2001.
Joel Seligman, Corporations Cases
and Materials, Little Brown and Company Boston New York Toronto London,
1995.
Julian, Simon & Faul Burstin. Basic
research Methode In Social Science, New York,78.
Kantaatmadja, Komar. “Undang-undang
Perseroan Terbatas 1995 dan Implikasinya Terhadap Modal Asing.” Era
Hukum 6 / th .2. (Oktober 1995)
Keriekhoff, Valerine J.L. “Analisis
Konten Dalam Penelitian Hukum : Suatu Telaah Awal. “ Era Hukum 6
/ th.2. (Oktober 1995)
Kerlinger, Fred N. Foundation of
Behavior Research. London: Hult International 1977.
Koentjaraningrat. Metode-metode
Penelitian Masyarakat. Jakarta : PT. Garmedia. 1977.
Lewis D. Salomon Donald E. Schwartz,
Jeffrey D. Bauman & Etliot J. Weiss, Corporation Law and Policy
Materials and Problems,Third Edition, West Publishing CQ., St. Paul, Minn,
1994.
Lipton dan Abraham Herzberg, Understanding
Company Law, Brisbane, The Book Law Company Ltd, 1992.
Lipton Philip dan Abraham
Herzberg, Understanding Company Law, Brisbane, The Book Law
Company Ltd, 1992.
Lubis, T. Mulya. Hukum dan
Ekonomi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1987.
——————-. Hak Asasi Manusia dan
Pembangunan. Jakarta : Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. 1987.
Manan, Bagir. “ Undang-undang Perseroan
Terbatas Menghadapi Pasar Bebas.” Makalah Disampaikan Pada Seminar Sehari
Penerapan UUPM dan UUPT serta Kaitannya Dengan Aspek Manajemen, Investor dan
Profesi Akuntan.Bandung, Tanggal 16 Desember 1995.
Metzger, Michael B, Jane F Mallor., A.
James Barnes. Bussiness Law and Regulatory Environment. Homewood,
Illinois Co, 1986.
Musselman, Vernon A dan John H.
Jackson. Ekonomi Perusahaan Konsp-konsep dan praktek-praktek
sezaman (Business : Contemporary Concepts and Practices). Diterjemahkan oleh
Wilhelmus W.Bakowatun. Jakarta : Intermedia, 1989.
Nasution Bismar dan Zulkarnain
Sitompul, Hukum Perusahaan, Bandung: 2005.
Nasution Bismar dan Zulkarnain
Sitompul, Pengelolaan Perseroan Terbatas, Medan : BooksTerrace
& Library : 2006
Nasution Irma Hani, Analisis Hukum
Terhadap Tanggung Jawab Direktur Dalam Perseroart-Terhatas, Naskah
Publikasi Tesis, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2003.
Nasution, Bismar, Keterbukaan
Dalam PasarModal, Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program
Pascasarjana, 2001.
_______________, “Indonesia Pasca IMF:
Perlu Memerankan Hukum Dalam Pemulihan Ekonomi”, Disampaikan pada Diskusi
dengan Tema “Indonesia Pasca IMF”, Ikatan Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara, Medan 20 Oktober 2003
______________. Diktat Hukum
Perusahaan, Program MagÃster Ilmu Hukum USU, 2003.
_____________. Metode Penelitian
hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Makalah, Disampaikan pada Dialog
Interaktif tentang Penelitian hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah
Akreditasi, Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari 2003.
Nonet, Philippe and Philip Zelnick. New
York : Happers & Row, Publishers, 1978.
Pennington Robert R., Directors’
Personal Liability, Collin Professional Books, 1997
People’s Daily, “Independent
Director System to Improve Corporate Governance”, 22 Agustus 2001,
http://english.peopledaily.com.cn.
Peursen, C.A. Van. Susunan Ilmu
Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu ( De Opbouw van de
Wetensleer ). Diterjemahkan oleh J. Drust. Jakarta. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama, 1993.
Pound, Roscoe. Interpretations
of Legal History. Florida : WM. W. Gaunt & Sons. Inc. 1968.
Pramono, Rudhi. Pelaksanaan
Pidana Perkara Dengan Sistem Pemasyarakatan. Yogyakarta : Liberty,
1988.
Priest Margot, R. Mecredy-Williams,
Barbara R.C Doherty dan James W. O’reilly, Directors’ Duties in Canada,
CCH Canadian Limited, 1995
Privat Sector development Department-the
Wold Bank, International Corporate Governance, 1998, dalam Sofyan A. Djalil
Purbacaraka, Purnadi dan Soeyono
Soekamto. Perihal Kaedah Hukum. Bandung : Alumni, 1982.
Rahardjo Satjipto. Ilmu Hukum
. Bandung : Alumni, 1982.
———————. Hukum dan Perubahan
Sosial. Bandung : Alumni, 1983.
Rajagukguk, Erman. “Pembaharuan Hukum
Perusahaan Menurut Undang-undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.”
Makalah disampaikan pada Lokakarya Pembaharuan Hukum Perusahaan Menurut
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Sekolah Tinggi
Hukum Swadaya. Medan. Tanggal 25 Juli 1995.
Revised Model Business Corporation Act
Section$.(3) dalam Charles R. O’kelley, Jr & Robert B.
Thompson, Corporations and Others Business Associations Cases and
Materials, Little Brown and Company, United States of America, 1992.
Rido, Ali. Badan Hukum dan
Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan,
Wakap. Bandung : Alumni, 1986.
————. Ed. Hukum Dagang. Bandung
: Remaja Karya CV, 1988.
Robert Charles Clark, Corporate
Law, Boston &Toronto: little, Brown and Company, 1986.
Ryan Christopher L., Company
Directors, Liabilities, Rights and Duties, CCH Editions Limited, Third
Edition, 1990.
Sarantakos. Social
Research,
, 1993.
Schooter Heidi Mandanis, Fiduciary
Duties Demanding Cousin : Bank Director Liability for Unsafe or Unsound Banking
Practices,George Washington Law Review, Januari, 1995.
Seligman Joel, Corporations Cases
and Materials, Little Brown and Company Boston New York Toronto London,
1995
Singgih, Kejahatan Korporasi
yang Mengerikan, Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas
Pelita Harapan, Tangerang, 2005.
Sitompul Asril, Pasar Modal :
Penawaran Umum & Permasalahannya, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2000, hal. 136-139. bandingkan pula dengan Bismar Nasution, Diktat
Hukum Pasar Modal : Good Corporate Governance, Perlindungan Lingkungan Hidup
dan Insider Trading, Universitas Sumatera Utara, 2002
Sjahdeini Sutan Remy, Tanggung
Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit Jurnal Hukum Bisnis
Soekamto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian
Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Peneribit Rajawali Press, Jakarta,
1990.
________________________________. Penelitian
Hukum Normatif. Jakarta : CV. Rajawali, 1985.
Soekanto, Soerjono. Pengantar
Hukum . Jakarta : UI Press, 1986.
Soemitro Ronny Hanitijo, Metodologi
Penelitian Hukum, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982.
Steven H. Giffis,
Law Dictionary, New York, USA : Baron’s Educational Series,
Inc., 1984.
Suad Husnan, Laporan Ketua Tim
Kerja Statement of Corporate Intent (SCI) BUMN tahun
2003-2005.
Subekti. R dan Tjitrosudibio, Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Jakarta : Praduya
Paraminta, 1977.
Sunggono Bambang, Metode
Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Penerbit PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2001.
Sunita Kikeri, Jhon Nellis, Mary
Shirley, Privatization : The Lessons of Experience, (Washington D.C
: The World Bank, 1997).
Sutan Reny Sjahdeini, Tanggung
Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 14,
Ju1i 2001
Sutanto, Retnowulan. Kapita
Selekta Hukum Ekonomi. Tanpa Penerbit. 1995.
_____________. Kitab
Undang-undang Hukum Dagang dan Undang-undang Hukum Kepailitan (
Wetboek van Koophandel en failissements verondening), Jakarta : Praduya
Paramita, 1976.
SX Corporate Governance Council,
Principles of Good Governance and Best Practice Recommendations, Australian
Stock Exchange, 2003.
The Audit Committee Handbook 2003,
http://www.hm-treasury.gov.uk/media/8D2/62/audit_committee_handbook2003.pdf,
Tumbuan Fred BG, Tanggung Jawab Direksi
dan Komisaris serta RUPS Perseroan Terbatas menrurut Undang-undang No. l Tahun
1995, Makalah Kuliah S2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun Ajaran
2001-2002
_____________. “Keberadaan dan
Kemandirian Perseroan Terbatas Sebagai Badan Usaha Tunggal dan Sebagai Badan
Usaha Tunggal dan Sebagai Anggota Group”. Makalah disampaikan tanpa Tempat
Penyajian, Jakarta, Tanggal 23 Januari 1991.
_____________ “Perseroan Terbatas dan
Organ-organnya.” Makalah disampaikan pada Kursus Ikatan Notaris Indonesia. INI.
Surabaya, Tanggal 30 Mei 1988.
——————. “Mergers and Other Forms of
Corporate Cooperation.” Makalah disampaikan Pada Seminar On The Impact of
Company and Capital Markets Law in Economic Development, Major Procedural and
Subtantive Issues. BPHN-ELIPS Project. Jakarta. Tanggal 11 Agustus 1994.
Undang-undang tentang Perseroan Terbatas
. Undang-undang Nomor.1 Tahun 1995. L.N. No.13. T.L.N. No.3587.
Undang-Undang tentang Perseroan
Terbatas, UU.No.1 Tahun 1995, L.N. 13, T.L.N. No.3587.
V.V Ramanadham, Privatization : A Global
Perspective, (London and New York : Routledge, 1993)
Vernon A. Messelman dan John H.
Jackson, Introduction To Modern Bussiness, diterjemahkan oleh Kusma
Wiriadisastra, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 1992).
Vagts, Detlev F. Basic Corporate
Law. Westbury, New York : The Foundation Press, Inc, 1989.
Weyner, Miron, ed. “Modernisasi dan
Perkembangan Kesadaran Hukum Masyarakat”. Hukum 6 (Tahun
Kelima 1979)
Yani Ahmad & Gunawan Widjaya, Seri
Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Penerbit PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2000, .
Zulkarnain Sitompul, “Pembatasan
Kepemilikan Bank : Gagasan Untuk Memperkuat Sistem Perbankan,” Jurnal
Hukum Bisnis, (Volume 22, No. 6, Tahun 2003).
* Disampaikan pada
Seminar Nasional Sehari dalam Rangka Menciptakan Good Corporate Governance pada
Sistem Pengelolaan dan Pembinaan PT (Persero) BUMN ”Optimalisasi Sistem
Pengelolaan, Pengawasan, Pembinaan Dan Pertanggungjawaban Keberadaan PT
(Persero) Dilingkungan Bumn Ditinjau Dari Aspek Hukum Dan Transparansi” diselenggarakan
oleh Inti Sarana Informatika, Hotel Borobudur Jakarta, Kamis, 8 Maret 2007.
** Mendapat Sarjana
Hukum dari USU (1983), Magister Hukum dari Universitas Indonesia (1994), Doktor
dari Universitas Indonesia (2001), Guru Besar Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU
(2004), Dosen Fakultas Hukum USU Medan, tahun 1987– sekarang, Dosen
Pascasarjana Hukum USU Medan, tahun 1999–sekarang, Dosen Magister Manajemen
Pascasarjana USU Medan, tahun 2002, Dosen Magister Kenotariatan Pascasarjana
USU Medan, tahun 2002-sekarang, Dosen Magister Hukum Pascasarjana Univ.
Pancasila Jakarta, tahun 2001–sekarang, Dosen Magister Hukum Pascasarjana Univ.
Krisnadwipayana Jakarta, tahun 2001–2002, Dosen Magister Hukum Pascasarjana
Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM), Jakarta, tahun 2003-sekarang. Magister
Hukum Pascasarjana Universitas Islam, Jakarta, tahun 2004-sekarang. Dosen
Magister Hukum Pascasarjana Universitas Nasional, Jakarta, 2005. Dosen Penguji
dan Pembimbing Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia, tahun
2002-sekarang. Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum dan Ketua Program Doktor
Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Tahun 2006-sekarang
[1] Henry Campbell
Black , Black’s Law Dictionary, hal. 625.
[2] 375 U.S. 180,
195-196 (1965).
[3] Charity Scott,
“Caveat Vendor: Broker-Dealer Liability Under the Securities Exchange
Act,” Securities Regulation Law Journal, (Vol. 17, 1989), hal. 291.
[4] Lihat, Janet
Dine, Company Law- Sweet &Maxwell’s
Textbook Series, Sweet & Maxwell, 2001, hal 217.
[5] Denis Keenan
& Josephine Biscare, Smith & Keenan’s Company Law For Students,
Financial Times, Pitman Publishing, 199, hal 317.
[6] Joel
Seligman, Corporations Cases and Materials, Little
Brown and Company Boston New York Toronto London, 1995.
[7] Philip Lipton
dan Abraham Herzberg, Understanding Company Law, Brisbane, The
Book Law Company Ltd, 1992, hal 342.
[8] Janet
Dine, Company Law, Macmillan Press Ltd., 1998, hal 179.
[9] Lihat. Ibid, hal.
209
[10] Ibid.
[11] Bayer v.
Beran, 49 N.Y.S.2d 2, 6 (1944)
[12] Detlev F.
Vagts, Op. Cit, hal. 210.
[13] Ibid.
[14] Ibid.
[15] Casey v.
Woodruff, 49 N.Y.S.2d 625, 643 (1944)
[16] Komisaris adalah
organ/badan pengawas dalam pelaksanaan tugas pengelolaan dan pengurusan Direksi
terhadap kepentingan PT. Dalam hal. ini Komisaris tidak mempunyai peran dan
fungsi eksekutif.
[17] Metzger, Mallory
dan Barnes al. Business law and the Regulatory Enviroment Concepts and
Cases, (Home wood, Illinois, 1986), hal 550
[18] Ibid.
[19] Kemiripan
jabatan komisaris dalam hukum perseroan Indonesia dan Belanda tidak terlepas
dari hukum perseroan Indonesia yang berasal dari hukum perseroan Belanda
[20] Zulkarnain
Sitompul, “Perlindungan Dana Nasabah Bank,”(Jakarta : Fakultas Hukum UI,
2002), hal. 36-38
[21] Johnston
v. Greene, 35 Del. Ch.479 (1956)
[22] Lewis v. Fuqua,
502 A. 2d 962 (Del. 1985)
[23] Zulkarnain
Sitompul dan Bismar Nasution, “Pengelolaan Perseroan Terbatas”, (Medan :
BooksTerrace & Library, 2006) hal, 17
[24] Lihat, Detlev F.
Vagts, Op. Cit, hal. 196
[25] Direksi adalah
organ/badan yang mewakili kepentingan perseroan dengan menjalankan pe.rseroan
untuk memimpin dan mengemudikan perseroan dalam melakukan usaha-usahanya
sesuai dengan kehendak RUPS.
[26]
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD )Pengumuman PT oleh Direksi
diatur dalam pasal 44 ayat 1 yang menyatakan bahwa tiap-tiap Perseroan Terbatas
harus diurus oleh beberapa pengur.us, kawan-kawan peserta atau lain-lainnya
yang semua itu harus diangkat oleh para pesero, dengan atau tidak dengan mendapat
upah dan dengan atau tidak dengan diawasi oleh beberapa komisaris.
[27] Michael B. Metzger,
Jane P. Ma11or, A. James Barnes,: Business Law and The Regulatory
Environment, (Homewood, Illinois: Irwin, 9.986), hal, 629.
[28] Bismar
Nasution, “Indonesia Pasca IMF: Perlu Memerankan Hukum Dalam Pemulihan
Ekonomi”, Disampaikan pada Diskusi dengan Tema “Indonesia Pasca IMF”, Ikatan
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan 20 Oktober 2003.
Hal 8.
[29] Privat Sector
development Department-the Wold Bank, International Corporate Governance,
1998, dalam Sofyan A. Djalil,Loc. Cit.
[30] Lihat People’s
Daily, “Independent Director System to Improve Corporate Governance”, 22
Agustus 2001, http://english.peopledaily.com.cn.
[31] Bismar
Nasution, Op.Cit, hal 9.
[32] ASX Corporate
Governance Council, Op. Cit, hal 20.
[33] Lihat Council of
Institutional Investors, Independent Director Definition, http://www.cii.org.
[34] L.C Soesanto,
Universitas Diponegoro, The Spectrum of Corporate Crime in Indonesia,http://www.aic.gov.au/publications/proceedings/12/soesanto.pdf
[35] Quasi-public
corporations adalah korporasi-korporasi yang tidak seutuhnya bersifat
publik, dalam arti berkerja untuk tujuan pemerintahan, tetapi operasi atau
aktivitas dari korporasi tersebut turut memberikan kenyamanan, kemudahan, atau
kesejahteraan khalayak umum, seperti perusahaan telepon, gas, air, listerik,
dan perusahaan. (Black’s Law Dictionary)
[36] Vicarious
Liability adalah pembebanan pertanggungjawaban pada seseorang atas
tindakan yang dilakukan oleh orang lain, semata-mata berdasarkan hubungan antara
kedua orang tersebut.
[37] Khanna, Corporate
Criminal Liability: What Purpose Does It Serve?, 109 Harv. L.Rev.
1477, The Harvard Law Review Association, 1996, hal.2
[38]Elkins Act adalah Undang-undang
federal Amerika Serikat (1903) yang mendukung pelaksanaan Interstate
Commerce Act (undang-undang perdagangan antara negara bagian)
dengan melarang pemotongan harga dan bentuk-bentuk perlakuan istimewa
lainnya terhadap jasa pengangkut (shipper) yang besar (Black’s Law
Dictionary).
[39] Robert Charles
Clark dalam Sutan Remy Syahdeni, “ Hukum Kepailitan (Jakarta : Pustaka Utama
Grafiti, 2002) hal. 429
[40] Ibid
[41] Ibid,
hal. 430
[42] Ibid
[43] Ibid
[44] Ibid, hal. 431
[45] Teori Business
judgment rule mengalami perkembangannya sebagai yurisprudensi dalam
Prinsip Common Law di Amerika dimulai dengan keputusan Lousianna Supreme Court,
dalam kasus Percy V Millaudon pada tahun 1829. Lihat Dennis J. Block, Nancy R.
Barton dan Stephen A. Radin, The Business judgment Rule Fiduciary
Duties of Corporate Directors, Prentice Hall law & Business, Third
edition, 1990, hal 4
[46] Detlev F. Vagts,
Basic Corporation Law Materials-Cases Text, (New York: The Foundation
Press Inc. 1989) hal 212. , lihat juga Robert Charles Clark, Corporate
Law, Boston &Toronto: little, Brown and Company, 1986, hal 123 yang
menyatakan bahwaBusiness Judgement Rule adalah “ a presumption that in
making a business decision, the director of corporation acted on an informed
basis in good faith and in the the honest belief that the action was taken in
the best interest of the company”.
[47] Lihat United
Copper Securities Co. v. Amalgamated Copper Co.,244 U.S 261, 263-4, 37
S.Ct.509,61 Led. 1119 (1917).
[48] United Copper
Securities Co. v. Amalgamated Copper Co.supra, 244 US. Pada 263-64, 37 Sct.
Pada 510
[49] Cf. Miller v.
American Telephone &Telegraph Co. 507, F.2d 759 (3d Cir.1974).
[50] Ashwander
v.Tennesse Valley Authority, supra 297 U.S pada 343, 56 S.Ct. pada 481.
[51] Klotz v.
Consolidated Edison of New York, Inc. supra , 386 F.Supp. pada 581.
[52] (Oleh
Pengadilan) Peraturan Pengadilan Chancerry menyatakan dalam bagian 23.1 :
“Penggugat harus menyatakan secara khusus dan tertentu usaha-usaha, jika ada,
yang dibuat oleh Penggugat untuk mendapatkan tindakan yang diinginkan dari
direksi atau penguasa yang sebanding dan juga alasan-alasan dari kegagalannya
untuk mendaptkan tindakan tersebut atau dengan tidak melakukan usaha tersebut”
[53] Maldonado
v.Flynn, Del. Ch, 413 A.2d 1251 (1980).
[54] (Oleh
Pengadilan) Lihat Dent, The Power of Directors to Terminate Shareholder
Litigation: The Death of Derivatif Suit? 75 Nw,U.L./Rev,96,98 & n. 14
(1980); Komentar, The Deman and Standing Requirements in Stockholder Derivative
Actiona, 44 U.Chi L. Rev; 168, 192 & nn. 153-54 (1976) (herein Stockholder
Derivative Action).
[55] ( Oleh Pengadilan)
8 del C # 141 (a) menyatakan “Bisnis dan hubungan setiap perusahaan yang diatur
berdasarkan peraturan ini (bab ini) akan diatur oleh atau arahan dari Dewan
Direksi.
[56] ( Oleh
pengadilan) Lihat Arsht, The Business Judgment Rile Revisited, 8 Hofstr
L.Rev.93,97, 130-33 (1979).
[57] (Oleh
Pengadilan). Dengan perkataan lain ketika pemegang saham, setelah melakukan
tuntutannya dan mendapatkan gugatannya ditolak, menyerang Dewan Direksi dengan
menyatakan bahwa hal tersebut tidak patut, keputusan Dewan termasuk ke dalam
peraturan “business judgment” dan akan dihormati/dindahkan apabila memenuhi ketentuan
peraturan. Lihat Sent, supra note 24, 75 Nw. U.L Rev. pada 100-01 & nn.
24-25. Situasi ini harus dibedakan dari contoh kasus, dimana tuntutan tidak
dibuat, dan kekuasaan dari Dewan untuk menghentikan, dalam hal diskualifikasi,
memperlihatkan ambang permasalahan
Sebagai contoh apa yang telah dianggap
sebagai suatu putusan yang salah untuk tidak menuntut, lihat Stockholder
Derivative Actions, supra note 24, 44 U.Chi.L.Rev. pada 193-98. kami menyadari
bahwa dalam praktek kedua hal tersebut dapat overlap.
[58] (Oleh
Pengadilan) Bahkan dalam situasi ini dapat menggunakan litigasi untuk
menetapkan kurangnya kekuasaan dari pemegang saham, mis. “standing”.
[59] (Oleh
pengadilan) Kami tidak menutup akan pengadilan yang berdifat diskresi dari
lalda isu yang )da tetapi isu tidak ditampilkan dalam banding ini. Uhat Lewis
v.Andeno”, supra,615 F.2d pada l80.Atau kaml perlu menutup kemungkinan bahwa
mosi lain akan berlanjut atau bergabung dengan
menghentikan pra pengadilan mosi summary judgment, e.g masi sebagaian untuk
summary judgment.
[60] (Oleh
pengadilan) Langkah ini terdiri dari semangat dan pilosopi dari pernyataan Vice
Chancellor: “Dibawah sistim hukum kita, pengadilan dan tidak litigants harus
memutuskan hal-hal yang memenuhi litigasi”. 413 A.2d. pada 1263