UU Drt NO. 7 TAHUN 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi Sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Perpu No. 1 Tahun 1971
(Dalam satu Naskah)
BAB. I
TENTANG
TINDAK-PIDANA EKONOMI
Pasal 1
Yang
disebut tindak-pidana ekonomi ialah :
1e. Pelanggaran sesuatu ketentuan dalam atau berdasarkan :
a.
"Ordonnantie
Gecontroleerde Goederen 1948" ("Staatsblad" 1948 No. 144),
sebagaimana diubah dan ditambah dengan "Staatsblad" 1949 No. 160;
b.
"Prijsbeheersing-ordonnantie
1948" ("Staatsblad" 1948 No. 295);
c.
"Undang-undang
Penimbunan Barang-barang 1951 " (Lembaran Negara tahun 1953 No.4);
d.
"Rijsterdonnantie
1948" ("Staatsblad" 1948 No. 253);
e.
"Undang-undang
Darurat kewajiban penggilingan padi" (Lembaran Negara tahun 1952 No.33);
f.
"Deviezen
Ordonnantie 1940" ("Staatsbld" 1940 No. 205).
g.
"Crisis-uitvoerordonnantie
1939" ("Staatsblad" 1939 No. 658), sebagaimana kemudian diubah
dan ditambah.
h.
"Rechterordonnantie"
("Staatsblad" 1882 No. 240), sebagaimana kemudian diubah dan
ditambah.
i.
"Indische
Scheepvaartwet" ("Staatsblad" 1936 No. 700) dan
"Scheepvaartverordening 1936 ("Staatsblad" 1936 No. 703),
sebagaimana kemudian diubah dan ditambah. ( Huruf g s/d i Vide Psl 1 UU 8 Drt 1958)
j. Berdrijsreglementerings-Ordonnantie
1934 (Staatsblad 1938 No. 86).
k. Kapokbelangen-Ordonnantie
1935 (Staatsblad 1935 No. 165).
l. Ordonnantie aetheirsche
Olien 1937 (Staatsblad 1937 No. 601).
m. Ordonnantie
Cassave-producten 1937 (Staatsblad 1937 No. 602).
n. Krosok-Ordonnantie 1937
(Staatsblad 1937 No. 604). Sebagaimana
diubah dengan
Undang-undang Darurat No. 12 tahun 1954 (Lembaran-Negara tahun 1954 No.
147)". (Huruf J s/d n Vide Psl 1 Perpu 01
Tahun 1960)
2e. Tindak-tindak
pidana tersebut dalam pasal-pasal 26, 32 dan 33 undang-undang darurat ini;
3e. Pelanggaran
sesatu ketentuan dalam atau berdasar undang-undang lain, sekadar undang-undang
itu menyebut pelanggaran itu sebagai tindak-pidana ekonomi.
Pasal 2
(1) Tindak-pidana ekonomi tersebut dalam
pasal 1 sub 1 e adalah kejahatan atau pelanggaran, sekadar
tindak itu menurut ketentuan dalam undang-undang yang bersangkutan adalah
kejahatan atau pelanggaran. Tindak-pidana ekonomi yang lainnya, yang tersebut
dalam pasal 1 sub 1 e adalah kejahatan, apabila tindak itu dilakukan dengan
sengaja. Jika tindak itu tidak dilakukan dengan sengaja, maka tindak itu adalah
pelanggaran.
(2) Tindak-pidana ekonomi tersebut dalam
pasal 1 sub 2e adalah kejahatan.
(3) Tindak-pidana ekonomi tersebut dalam
pasal 1 sub 3e adalah kejahatan, apabila tindak itu mengandung anasir sengaja;
jika tindak itu tidak mengandung anasir sengaja, tindak-pidana itu adalah
pelanggaran; satu dengan lainnya, jika dengan undang-undang itu tidak
ditentukan lain.
Pasal 3
Barang-siapa
turut melakukan suatu tindak-pidana ekonomi, yang dilakukan di dalam
daerah-hukum Republik Indonesia, dapat dihukum pidana; begitu pula jika ia
turut-melakukan tindak-pidana ekonomi itu di luar Negeri.
Pasal 4
Jika
dalam undang-undang darurat ini disebut tindak-pidana ekonomi pada umumnya atau
suatu tindak-pidana ekonomi pada khususnya, maka di dalamnya termasuk pemberian
bantuan pada atau untuk melakukan tindak-pidana itu dan percobaan untuk
melakukan tindak-pidana itu, sekadar suatu ketentuan tidak menetapkan
sebaliknya.
BAB. II
TENTANG
HUKUMAN-PIDANA DAN TINDAKAN TATA-TERTIB
Pasal 5
Jika
dengan undang-undang tidak ditentukan lain, maka tidak boleh diadakan lain
ketentuan dalam arti hukum-pidana atau tindakan tata-tertib daripada
hukuman-pidana atau tindakan tata-tertib yang dapat diadakan sesuai dengan
undang-undang darurat ini.
Pasal 6
(1) Barang-siapa melakukan suatu
tindak-pidana ekonomi:
a. dalam hal
kejahatan sekadar yang mengenai tindak-pidana ekonomi termasuk dalam pasal 1
sub 1 e dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun dan hukuman
denda setinggi-tingginya satu juta rupiah, atau dengan salah satu dari
hukuman-pidana itu;
(Vide Psl II UU Drt 8 Tahun 1958)
b. dalam hal
kejahatan sekadar yang mengenai tindak-pidana ekonomi termasuk dalam pasal 1
sub 2e dan berdasar sub 3e dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua
tahun dan hukuman denda setinggi-tingginya seratus ribu rupiah atau dengan
salah satu dari hukuman-pidana itu;
c. dalam hal
pelanggaran sekadar yang mengenai tindak-pidana ekonomi tersebut dalam pasal 1
sub 1e dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun dan hukuman
denda setinggi-tingginya seratus ribu rupiah, atau dengan salah satu dari
hukuman-pidana itu;
d. dalam hal
pelanggaran yang berdasarkan pasal 1 sub 3e dihukum dengan hukuman kurungan
selama-lamanya enam bulan dan hukuman denda setinggi-tingginya lima puluh ribu
rupiah, atau dengan salah satu dari hukuman-pidana itu.
(2) Jika harga barang, dengan mana atau
mengenai mana tindak-pidana ekonomi itu dilakukan, atau yang diperoleh-baik
seluruhnya, maupun sebagian-karena tindak-pidana ekonomi itu, lebih tinggi
daripada seperempat bagian hukuman denda tertinggi yang disebut dalam ayat 1
sub a sampai dengan d, hukuman denda itu dapat ditentukan setinggi-tingginya
empat kali harga barang itu.
(3) Lain daripada itu dapat dijatuhkan juga
hukuman-hukuman tersebut dalam pasal 7 ayat 1 atau tindakan tata-tertib
tersebut dalam pasal 8, dengan tidak mengurangi dalam hal-hal yang
memungkinkannya dijatuhkannya tindakan tata-tertib yang ditentukan dalam
peraturan lain.
Pasal 7
(1) Hukuman tambahan adalah :
a. pencabutan
hak-hak tersebut dalam pasal 35 Kitab Undang-undang Hukum Pidana untuk waktu
sekurang-kurangnya enam bulan dan selama-lamanya enam tahun lebih lama dari
hukuman kawalan atau dalam hal dijatuhkan hukuman denda sekurang-kurangnya enam
bulan dan selama-lamanya enam tahun;
b. penutupan
seluruhnya atau sebagian perusahaan si-terhukum, di mana tindak-pidana ekonomi
dilakukan, untuk waktu selama-lamanya satu tahun;
c. perampasan
barang-barang-tak-tetap yang berwujud dan yang tak berwujud, dengan mana atau
mengenai mana tindak-pidana ekonomi itu dilakukan, atau yang seluruhnya atau
sebagian diperolehnva dengan tindak-pidana ekonomi itu, begitu pula harga-lawan
barang-barang itu yang menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barang-barang
atau harga-lawan itu kepunyaan si-terhukum atau bukan;
d. perampasan
barang-barang-tak-tetap yang berwujud dan yang tak berwujud, yang termasuk
perusahaan si-terhukum, di mana tindak-pidan ekonomi itu dilakukan, begitu pula
harga-lawan barang-barang itu yang menggantikan barang-barang itu, tak perduli
apakah barang atau harga-lawan itu kepunyaan si-terhukum atau bukan, akan
tetapi hanya sekadar barang-barang itu sejenis dan, mengenai tindak-pidananya,
bersangkutan dengan barang-barang yang dapat dirampas menurut ketentuan
tersebut sub c di atas;
e. pencabutan
seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian
keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan kepada si-terhukum oleh
Pemerintah berhubung dengan perusahaannya, untuk waktu selama-lamanya dua
tahun;
f. pengumuman
putusan hakim.
(2) Perampasan barang-barang yang bukan
kepunyaan si-terhukum tidak dijatuhkan, sekadar hak-hak pihak ketiga dengan
itikad baik akan terganggu.
(3) Dalam hal perampasan barang-barang, maka
hakim dapat memerintahkan, bahwa hasilnya seluruhnya atau sebagian akan
diberikan kepada si-terhukum.
Pasal 8
Tindakan
tata-tertib ialah :
a.
penempatan
perusahaan si-terhukum, di mana dilakukan suatu tindak-pidana ekonomi di bawah
pengampunan untuk waktu selama-lamanya tiga tahun, dalam hal tindak-pidana
ekonomi itu adalah kejahatan dan dalam hal tindak-pidana ekonomi itu adalah
pelanggaran untuk waktu selama-lamanya dua tahun;
b.
mewajibkan pembayaran uang-jaminan
sebanyak-banyaknya seratus ribu rupiah dan untuk waktu selama-lamanya tiga
tahun dalam hal tindak-pidana ekonomi adalah kejahatan; dalam hal tindak-pidana
ekonomi adalah pelanggaran maka uang-jaminan itu adalah sebanyak-banyaknya lima
puluh ribu rupiah untuk waktu selama-lamanya oleh si-terhukum;
c.
mewajibkan
mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak, meniadakan apa yang dilakukan tanpa
hak, dan melakukan jasa-jasa untuk memperbaiki akibat-akibat satu sama lain,
semua atas biaya si-terhukum, sekadar hakim tidak menentukan lain.
Pasal 9
(1) Tindakan tata-tertib yang disebut dalam
pasal 8 dijatuhkan bersama-sama dengan hukuman pidana, kecuali dalam hal
diberlakukan pasal 44 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dengan pengertian,
bahwa dalam hal itu tidak dapat dijatuhkan tindakan tata-tertib tersebut dalam
pasal 8 sub b.
(2) Dalam hal diberlakukan pasal 44 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana maka waktu yang ditentukan untuk penempatan di bawah
pengampunan dapat diperpanjang tiap-tiap kali dengan setahun dengan putusan
hakim.
Pasal 10
(1) Dalam putusan hakim yang menjatuhkan
hukuman tambahan atau tindakan tata-tertib tersebut dalam pasal 8, segala hal
yang istimewa dan segala akibat, sekadar perlu, diatur menurut keperluan,
termasuk pengangkatan seorang atau lebih pengampun dalam hal penempatan di
bawah pengampunan.
Dalam hal dijatuhkan hukuman tambahan sebagai disebut
dalam pasal 7 ayat 1 sub b, dapat juga diperintahkan supaya si-terhukum
menyerahkan segala surat-surat yang diberikan kepadanya oleh Pemerintah untuk
keperluan perusahaannya;
menjual barang-barang persediaan yang ada di dalam
perusahaannya di bawah pengawasan;
dan memberikan bantuannya dalam pencatatan
barang-barang persediaan itu.
(2) Hakim yang menjatuhkan hukuman tambahan
atau tindakan tata-tertib masih dapat mengadakan peraturan sebagai termaksud di
atas dalam putusan kemudian setelah menerima tuntutan dari penuntut umum atau
atas permintaan si tersangka, ataupun mengadakan perubahan atau tambahan dalam
peraturan yang telah diadakan itu. Pemeriksaan perkara itu dilakukan dalam
sidang tertutup; putusan diucapkan di muka umum. Putusan itu harus memuat
alasan-alasan; terhadap putusan itu tidak dapat dimintakan bandingan atau
kasasi.
(3) Menteri Kehakiman dapat mengadakan
aturan-aturan selanjutnya untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam pasal
ini.
Pasal 11
(1) Sekedar hakim tidak menentukan lain,
maka pengampu yang diangkat berdasarkan pasal 10 atau pasal 29 Undang-undang
darurat ini mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama dengan hak-hak
dan kewajiban-kewajiban pengampu termaksud dalam pasal 463 "Burgelijk
Wetboek." Orang lain tidak boleh melakukan suatu perbuatan pengurusan
tanpa penguasaan dari pengampu itu.
(2) Putusan pengampuan itu oleh panitera
pengadilan yang memutus hal itu diumumkan di dalam Berita Negara dan di dalam
satu atau lebih suratkabar yang akan ditunjuk oleh Hakim.
Pasal 12
Dalam
putusannya hakim menentukan, bahwa uang-jaminan seluruhnya atau sebagian akan
menjadi milik Pemerintah, apabila tidak dipenuhi syarat umum bahwa si-tersangka
tidak akan melakukan suatu tindak-pidana ekonomi, atau apabila tidak dipenuhi
syarat-syarat khusus yang ditentukan oleh hakim. Dalam hal itu pasal-pasal 14b,
ayat 2 dan 3, 14c ayat 3, 14d, 14c dan 14f Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan
pasal-pasal 3, 4 dan 5 "Staatsblad" 1926 No. 251 juncto 486 berlaku
sepadan.
Pasal 13
(1) Hak melaksanakan perampasan tidak lenyap
karena meninggalnya si-terhukum.
(2) Tindakan tata-tertib tersebut dalam
pasal 8 sub a dan b lenyap karena meninggalnya si-terhukum.
Pasal 14
(1) Pembayaran jumlah uang yang dalam hal
perampasan ditaksir atas barang-barang yang tidak disita, dilakukan menurut
aturan-aturan mengenai pelunasan hukuman denda dengan sukarela. Jika pelunasan
itu tidak dilakukan, maka aturan-aturan mengenai pelaksanaan hukuman denda
berlaku sepadan.
(2) Ketentuan dalam ayat 1 berlaku juga bagi
uang-jaminan, jumlah uang tersebut dalam pasal 8 sub c dan biaya lain daripada
biaya pengumuman putusan hakim, dengan pengertian bahwa tidak dijatuhkan
hukuman badan pengganti.
Pasal 15
(1) Jika suatu tindak-pidana ekonomi
dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu
perserikatan orang yang lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan-pidana
dilakukan dan hukuman-pidana serta tindakan tata-tertib dijatuhkan, baik terhadap
badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu, baik terhadap mereka
yang memberi perintah melakukan tindak-pidana ekonomi itu atau yang bertindak
sebagai pemimpin dalam perbuatan atau kelalaian itu, maupun terhadap
kedua-duanya.
(2) Suatu tindak-pidana ekonomi dilakukan
juga oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan
orang atau suatu yayasan, jika tindak itu dilakukan oleh orang-orang yang, baik
berdasar hubungan-kerja maupun berdasar hubungan lain, bertindak dalam
lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu, tak perduli
apakah orang-orang itu masing-masing tersendiri melakukan tindak-pidana ekonomi
itu atau pada mereka bersama ada anasir-anasir tindak-pidana tersebut.
(3) Jika suatu tuntutan-pidana dilakukan
terhadap suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau
yayasan, maka badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu pada waktu
penuntutan itu diwakili oleh seorang pengurus atau, jika ada lebih dari seorang
pengurus, oleh salah seorang dari mereka itu. Wakil dapat diwakili oleh orang
lain.
Hakim dapat memerintahkan supaya seorang pengurus
menghadap sendiri di pengadilan, dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus
itu di bawa ke muka hakim.
(4) Jika suatu tuntutan-pidana dilakukan
terhadap suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau
suatu yayasan, maka segala panggilan untuk menghadap dan segala penyerahan
surat-surat panggilan itu akan dilakukan kepada kepala pengurus atau di tempat
tinggal kepala pengurus itu atau di tempat pengurus bersidang atau berkantor.
Pasal 16
(1) Jika ada cukup alasan untuk menduga,
bahwa seseorang yang meninggal dunia, sebelum atas perkaranya ada putusan yang
tak dapat diubah lagi, telah melakukan tindak-pidana ekonomi, maka hakim --
atas tuntutan penuntut umum -- dengan putusan pengadilan dapat :
a. memutus
perampasan barang-barang yang telah disita. Dalam hal itu pasal 10
undang-undang darurat ini berlaku sepadan;
b. memutus
bahwa tindakan tata-tertib yang disebut pada pasal 8 sub c dan d dilakukan
dengan memberatkannya pada harta orang yang meninggal dunia itu.
(2) Putusan itu diumumkan oleh panitera
dalam Berita Negara dan di dalam satu atau lebih surat kabar yang akan ditunjuk
oleh hakim. Turunan dari putusan itu disampaikan kepada rumah di mana orang itu
meninggal dunia.
(3) Setiap orang yang berkepentingan dapat
memajukan surat keberatan kepada panitera pengadilan atas putusan itu dalam
masa tiga bulan setelah pengumuman termaksud ayat 2.
(4) Dalam hal itu jaksa didengar; pihak yang
berkepentingan itu didengar juga, setidak-tidaknya dipanggil semestinya untuk
menghadap.
(5) Putusan hakim harus memuat
alasan-alasan. Terhadap putusan itu tidak dapat dimintakan bandingan atau
kasasi.
(6) Ketentuan tersebut dalam ayat 1 pada
permulaan kalimat dan di bawah a berlaku juga, jika berdasarkan alasan-alasan
dapat diterima bahwa tindak-pidana ekonomi itu dilakukan oleh seorang yang
tidak dikenal. Putusan itu diumumkan dalam Berita Negara dan di dalam satu atau
lebih surat kabar yang akan ditunjuk oleh hakim.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang penegasan dari
pasal 16 ayat (6) Undang-undang No. 7 Drt tahun 1955 (Lembaran-Negara tahun
1955 No. 27) tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.
Pasal 1.
Istilah "seorang yang tidak dikenal" sebagai yang
termaksud dalam pasal 16 ayat (6) dari Undang-undang No. 7 Drt tahun 1955
(Lembaran-Negara tahun 1955 No. 27) tentang Pengusutan, Penuntutan dan
Peradilan Tindak Pidana Ekonomi ditegaskan dengan menambah pasal 16 tersebut
dengan ayat-ayat (7), (8) dan (9) sebagai berikut : (7) Yang diartikan dengan
"seorang yang tidak dikenal" termaksud pula :
a.setiap orang yang diketahui namanya dan tempat kediamannya diluar
negeri yang telah dipanggil dengan perantaraan Perwakilan Republik Indonesia
yang bersangkutan atau dengan surat panggilan yang ditempelkan pada tempat
pengumuman di Pengadilan Negeri atau yang ditempatkan dalam satu surat kabar
atau lebih dan tidak datang menghadap kepada instansi yang memanggilnya;
b.setiap orang yang diketahui namanya, akan tetapi tidak diketahui tempat kediamannya, yang telah dipanggil dengan surat panggilan yang ditempatkan pada tempat pengumuman di Pengadilan Negeri atau yang ditempatkan dalam satu surat kabar atau lebih dan tidak datang menghadap kepada instansi yang memanggilnya. Pemberitahuan putusan Pengadilan kepada orang-orang tersebut dalam huruf a dan huruf b dilakukan dengan penempelan surat pemberitahuan itu pada tempat pengumuman di Pengadilan Negeri yang bersangkutan atau dengan penempatan dalam satu surat kabar atau lebih yang akan ditunjuk oleh Hakim. (8) Ayat-ayat (3), (4) dan (5) dari pasal 16 berlaku terhadap perkara-perkara tersebut dalam ayat-ayat (6) dan (7) dari pasal itu. (9) Orang-orang tersebut dalam ayat-ayat (6) dan (7) tidak boleh diwakili oleh siapapun juga.
b.setiap orang yang diketahui namanya, akan tetapi tidak diketahui tempat kediamannya, yang telah dipanggil dengan surat panggilan yang ditempatkan pada tempat pengumuman di Pengadilan Negeri atau yang ditempatkan dalam satu surat kabar atau lebih dan tidak datang menghadap kepada instansi yang memanggilnya. Pemberitahuan putusan Pengadilan kepada orang-orang tersebut dalam huruf a dan huruf b dilakukan dengan penempelan surat pemberitahuan itu pada tempat pengumuman di Pengadilan Negeri yang bersangkutan atau dengan penempatan dalam satu surat kabar atau lebih yang akan ditunjuk oleh Hakim. (8) Ayat-ayat (3), (4) dan (5) dari pasal 16 berlaku terhadap perkara-perkara tersebut dalam ayat-ayat (6) dan (7) dari pasal itu. (9) Orang-orang tersebut dalam ayat-ayat (6) dan (7) tidak boleh diwakili oleh siapapun juga.
BAB. III
TENTANG
CARA MENGUSUT TINDAK-PIDANA EKONOMI.
Pasal 17
(1) Selain daripada mereka yang pada umumnya
dibebani pengusutan tindak-pidana, maka yang berhak mengusut tindak-pidana
ekonomi ialah pegawai-pegawai yang ditunjuk oleh Perdana Menteri setelah
mendengar Menteri yang bersangkutan.
(2) Semua pegawai, yang dibebani pengusutan
tindak-pidana ekonomi, dibebani juga pengusutan tindak-pidana yang disebut
dalam pasal 26, 32 dan 33 undang-undang darurat ini.
(3) Jika untuk mereka yang disebut pada ayat
1 belum ditentukan sumpah-jabatan, maka sumpah itu akan ditentukan oleh Perdana
Menteri.
Pasal 18
(1) Pegawai-pegawai pengusut setiap waktu
berwenang mensita atau menuntut penyerahan untuk disita semua barang yang dapat
dipergunakan untuk mendapat keterangan atau yang dapat dirampas atau
dimusnahkan menurut ketentuan-ketentuan undang-undang.
(2) Barang-barang yang disebut dalam pasal 7
ayat 1 sub d hanya dapat disita, jika disetujui oleh jaksa.
(3) Pensitaan dilakukan :
a. sekadar
mengenai barang-barang-tak-tetap yang tak-berwujud yang didaftarkan dalam suatu
daftar, dengan penyerahan atau pengiriman dengan surat tercatat sepucuk surat
keterangan pensitaan kepada orang yang berhak dan penyalinan ataupun pencatatan
dari salinan surat keterangan itu dalam daftar-daftar tersebut;
b. sekadar
mengenai tagihan-tagihan atau barang-barang-tak-tetap yang tak-berwujud yang
tidak termasuk sub a, dengan penyerahan atau pengiriman dengan surat tercatat
sepucuk surat keterangan pensitaan kepada orang yang berhak dan, jika hak-hak
itu dapat dilakukan terhadap orang-orang tertentu, juga kepada mereka itu.
(4) Jika pensitaan dihapuskan, maka jaksa
berusaha supaya dibuat surat keterangan selekas-lekasnya mengenai penghapusan
itu dan supaya dengan surat itu dilakukan sepadan dengan ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan dalam ayat 3 mengenai surat-surat keterangan pensitaan.
(5) Menteri Kehakiman dengan persetujuan Menteri yang bersangkutan
berhak menetapkan aturan-aturan lebih lanjut mengenai cara dan akibat-akibat
pensitaan itu.
Pasal 19
(1) Pegawai pengusut setiap waktu dapat
menuntut diperlihatkannya segala surat yang dipandang perlu untuk diketahuinya,
supaya mereka dapat melakukan tugasnya sebaik-baiknya.
(2) Orang yang karena jabatannya atau
pekerjaannya diwajibkan merahasiakan sesuatu hal dapat menolak untuk
memperlihatkan surat-surat itu atau bagian-bagian surat-surat itu yang termasuk
kewajiban merahasiakan itu.
Pasal 20
(1) Pegawai-pegawai pengusut pada setiap
waktu berhak memasuki setiap tempat yang menurut pendapatnya perlu dimasuki
untuk menjalankan tugasnya. Jika perlu pegawai-pegawai itu masuk ke dalam
tempat itu dengan bantuan kekuasaan umum.
(2) Bertentangan dengan kemauan penghuni
mereka tidak akan masuk ke dalam sebuah rumah selain untuk mengusut suatu
tindak-pidana ekonomi dan disertai oleh seorang komisaris polisi atau oleh
walikota, atau atas perintah tertulis dari jaksa.
(3) Dalam waktu dua kali 24 jam tentang
pemasukan rumah itu harus dibuat berita-acara, yang selanjutnya disampaikan
kepada jaksa. Dalam berita-acara itu dimuat keterangan mengenai waktu dan
maksud pemasukan itu. Pegawai-pegawai termaksud di atas berwenang meminta
disertai oleh orang-orang yang akan ditunjuk olehnya; dalam hal itu, maka hal
itu disebut dalam berita-acara tersebut.
Pasal 21
(1) Untuk kepentingan pengusutan maka
pegawai-pegawai pengusut berwenang mengambil contoh ("monster") dari
barang:
a. yang
berada di tempat umum, atau yang berada di suatu tempat yang boleh dikunjungi
oleh khalayak ramai;
b. yang
berada di tempat yang boleh dimasuki oleh pegawai pengusut menurut
undang-undang darurat ini;
c. yang
ditawarkan, diangkut atau yang ditawarkan untuk diangkut, diimpor atau
diekspor;
d. yang
diserahkan ("afgeleverd").
(2) Pemegang barang-barang itu wajib memberi
bantuan menurut petunjuk-petunjuk pegawai pengusut dan di bawah pengawasan
pegawai itu dan , jika diminta, memberi alat-alat bantuan dan pertolongan
dengan cuma-cuma.
(3) Jika kewajiban yang tersebut dalam ayat
2 tidak dipenuhi maka pegawai pengusut dapat mengadakan apa yang diperlukan itu
atas biaya dan risiko pemegang barang itu.
Pasal 22
(1) Untuk kepentingan pengusutan
pegawai-pegawai pengusut berwenang menuntut, supaya bungkusan barang-barang
dibuka, jika hal itu dipandang perlu untuk memeriksa barang-barang itu.
(2) Pasal 21 ayat 2 dan 3 berlaku sepadan.
Pasal 23
(1) Pegawai-pegawai pengusut dapat menuntut,
supaya pengemudi-pengemudi kendaraan memberhentikan kendaraannya dan menyetujui
pemeriksaan tentang diturutinya peraturan-peraturan yang dimaksud dalam pasal 1
undang-undang darurat ini. Jika dipandangnya perlu pegawai pengusut dapat
menuntut supaya kendaraan itu dibawa ke suatu tempat tertentu dan membongkar
atau menyuruh membongkar atau mengosongkan atau menyuruh mengosongkan kendaraan
itu. Jika dianggap perlu pegawai pengusut dapat menuntut, supaya pengemudi
kendaraan itu memberi pertolongan menurut petunjuk-petunjuk pegawai pengusut
itu.
(2) Tuntutan supaya berhenti, mengizinkan
pemeriksaan atau memberi bantuan dapat diminta juga kepada orang yang
mengangkut barang-barang itu.
(3) Pegawai pengusut mengambil
tindakan-tindakan yang dipandang perlu untuk menjamin dipenuhinya tuntutan yang
disebut dalam pasal ini.
Pasal 24
(1) Menteri Kehakiman dengan persetujuan Menteri yang
bersangkutan berhak menentukan
aturan-aturan tentang cara melaksanakan tuntutan-tuntutan untuk berhenti yang
dimaksud dalam pasal 23.
(2) Menteri Kehakiman - dengan persetujuan
Menteri yang bersangkutan berwenang menentukan, bahwa untuk kepentingan
pengusutan tindak-pidana ekonomi diadakan rintangan-rintangan di jalan-jalan di
darat atau di perairan.
Pasal 25
Terhadap
pengusutan tindak-pidana ekonomi untuk selanjutnya berlaku ketentuan-ketentuan
tersebut dalam "Het Herziene Indonesische Reglement" kecuali jika
undang-undang darurat ini menentukan lain.
Pasal 26
Dengan
sengaja tidak memenuhi tuntutan pegawai pengusut, berdasarkan suatu aturan dari
undang-undang darurat ini adalah tindak-pidana ekonomi.
BAB. IV
TENTANG
TINDAKAN-TINDAKAN TATA-TERTIB SEMENTARA.
Pasal 27
(1) Jika ada hal-hal yang dirasa sangat
memberatkan si-tersangka dan kepentingan-kepentingan, yang dilindungi oleh
ketentuan-ketentuan yang disangka telah dilanggar, memerlukan tindakan-tindakan
dengan segera, maka jaksa berwenang dalam segala perkara mengenai tindak-pidana
ekonomi, kecuali yang tersebut dalam pasal 6 ayat 3, selama pemeriksaan di muka
pengadilan belum dimulai, untuk memerintahkan kepada si-tersangka sebagai
tindakan sementara, supaya ia :
a. tidak
melakukan perbuatan-perbuatan tertentu;
b. berusaha
supaya barang-barang tersebut dalam perintah itu yang dapat disita dikumpulkan
dan disimpan di tempat yang ditunjuk dalma perintah itu.
(2) Terhadap perintah-perintah itu pasal 10
ayat 1 berlaku sepadan.
(3) Perintah-perintah itu hilang kekuatannya
setelah lewat masa enam bulan dan tetap mempunyai kekuatan hanya sampai saat
mulai tidak dapat diubah lagi putusan hakim yang penghabisan dalam perkara itu.
Perintah-perintah itu dapat diubah atau dicabut oleh jaksa atau oleh pengadilan
yang memeriksa perkara itu, sebelum perkara itu diputus oleh hakim. Pengadilan
itu dapat bertindak demikian karena jabatannya atau atas permohonan
si-tersangka; si-tersangka ini senantiasa didengar, setidak-tidaknya dipanggil
semestinya untuk menghadap kecuali :
a. jika
pengadilan telah dengan segera memutus untuk mengubah perintah itu sesuai
dengan permohonan si-tersangka atau mencabutnya;
b. jika belum
lampau masa dua bulan sejak permohonannya yang, dahulu dan yang sama maksudnya
diputus.
Pengadilan
mengambil putusan tentang suatu permohonan si-tersangka dalam waktu lima hari
setelah permohonan itu diterima di kepaniteraan pengadilan.
Pasal 28
(1) Jika
ada hal-hal yang dirasa sangat memberatkan si-tersangka dan
kepentingan-kepentingan, yang dilindungi oleh ketentuan-ketentuan yang disangka
telah dilanggar, memerlukan tindakan-tindakan dengan segera, maka pengadilan
berwenang dalam segala perkara mengenai tindak-pidana ekonomi, kecuali yang
tersebut dalam pasal 6 ayat 3, sebelum pemeriksaan di muka pengadilan, atas
tuntutan jaksa dan setelah si-tersangka didengar, setidak-tidaknya dipanggil
semestinya untuk menghadap, untuk memerintahkan sebagai tindakan sementara :
a. penutupan
sebagian atau seluruh perusahaan si-tersangka, di mana tindak-pidana ekonomi
itu.disangka telah dilakukan;
b. penempatan
perusahaan si-tersangka, di mana tindak-pidana ekonomi itu disangka telah
dilakukan, di bawah pengampuan;
c. pencabutan
seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau pencabutan seluruh atau sebagian
keuntungan, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada si-tersangka
berhubung dengan perusahaan itu;
d. supaya
si-tersangka tidak melakukan perbuatan yang tertentu;
e supaya
si-tersangka berusaha supaya barang-barang tersebut dalam perintah itu yang
dapat disita, dikumpulkan dan disimpan di tempat yang ditunjuk dalam perintah
itu.
(2) Terhadap perintah-perintah itu pasal 10
ayat 1 berlaku sepadan.
(3) Perintah-perintah itu hilang kekuatannya
setelah lewat masa enam bulan dan tetap mempunyai kekuatan hanya sampai saat
tidak dapat diubah lagi putusan hakim yang penghabisan dalam perkara itu.
Perintah-perintah itu oleh pengadilan yang memeriksa perkara itu, dapat
diperpanjang satu kali dengan waktu selama-lamanya enam bulan dan dapat diubah
atau dicabutnya. Pengadilan itu dapat bertindak demikian karena jabatannya,
atas tuntutan jaksa dan, mengenai perubahan atau pencabutan perintah itu, juga
atas permohonan si-tersangka; si-tersangka ini senantiasa didengar,
setidak-tidaknya dipanggil semestinya untuk menghadap, kecuali
a. jika
pengadilan telah dengan segera memutus untuk mengubah perintah itu sesuai
dengan permohonan si-tersangka atau mencabutnya;
b. jika belum
lampau masa dua bulan sejak permohonannya yang dahulu yang sama maksudnya
diputus.
Pengadilan mengambil putusan tentang suatu permohonan
si-tersangka dalam waktu lima hari setelah permohonan itu diterima
dikepaniteraan pengadilan.
Pasal 29
(1) Selambat-lambatnya tiga hari setelah
putusan-putusan termaksud dalam pasal 27 dan 28 dilaksanakan, si-tersangka
dapat mohon bandingan pada Pengadilan Tinggi.
(2) Pengadilan Tinggi mutus selekas-lekasnya
tentang hal itu. Si-tersangka didengar, setidak-tidaknya dipanggil dengan semestinya
untuk menghadap.
Pasal 30
Putusan-putusan termaksud dalam pasal 27 dan 28 dapat
segera dilaksanakan.
Pasal 31
Jika suatu perkara berakhir dengan tidak dijatuhkan
hukuman pidana atau tindakan tata-tertib, ataupun dengan dijatuhkan hukuman
pidana atau tindakan tata-tertib yang demikian rupa, sehingga tindakan
tata-tertib sementara yang dijatuhkan dipandang terlampau berat, maka atas
permohonan bekas-si-tersangka atau ahli-warisnya pengadilan dapat memutus,
bahwa kepada bekas-si-tersangka atau ahli-warisnya diberikan sejumlah uang
sebagai penggantian-kerugian. Jumlah uang itu dibebankan pada Kas Negara. Yang
berhak mengambil putusan itu ialah pengadilan yang mengadili perkara itu dalam
tingkat penghabisan.
BAB. V
TENTANG
PERBUATAN-PERBUATAN YANG BERTENTANGAN DENGAN HUKUMAN PIDANA ATAU TINDAKAN TATA-TERTIB.
Pasal 32
Barangsiapa
sengaja berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan suatu
hukuman-tambahan sebagai tercantum dalam pasal 7 ayat 1 sub a, b atau e, dengan
suatu tindakan tata-tertib seperti tercantum dalam pasal 8, dengan suatu
peraturan seperti termaksud dalam pasal 10, atau dengan suatu tindakan
tata-tertib sementara, atau menghindari hukuman tambahan, tindakan tata-tertib,
peraturan, tindakan tata-tertib sementara seperti tersebut di atas, maka ia
melakukan suatu tindak-pidana ekonomi.
Pasal 33
Barangsiapa
sengaja, baik sendiri maupun dengan perantaraan seorang lain, menarik
bagian-bagian kekayaan untuk dihindarkan dari tagihan-tagihan atau pelaksanaan
suatu hukuman, tindakan tata-tertib atau tindakan tata-tertib sementara, yang
dijatuhkan berdasar undang-undang darurat itu, maka ia melakukan suatu
tindak-pidana ekonomi.
Pasal 34
(1) Perbuatan-perbuatan-hukum yang
bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 32 dan 33 adalah batal.
(2) Kebatalan itu tidak dapat dipergunakan
sebagai lawanan yang merugikan seorang, yang tidak mengetahui tentang adanya
hukuman, tindakan tata-tertib atau tindakan tata-tertib sementara, yang
dijatuhkan, kecuali jika padanya ada alasan untuk dapat menduga adanya hukuman,
tindakan tata-tertib atau tindakan tata-tertib sementara itu.
(3) Isteri (suami), keluarga sedarah atau
keluarga semenda sampai dengan pupu ketiga dari dan mereka yang bekerja pada
orang, atas siapa hukuman, tindakan tata-tertib atau tindakan tata-tertib
sementara itu dijatuhkan, dianggap bahwa pada mereka ada alasan untuk dapat
menduga adanya hukuman, tindakan tata-tertib atau tindakan tata-tertib
sementara, kecuali jika mereka dapat membuktikan sebaliknya.
BAB. VI
TENTANG KEKUASAAN
DAN SUSUNAN PENGADILAN
Pasal 35
(1) Pada tiap-tiap Pengadilan Negeri
ditempatkan seorang Hakim atau lebih dibantu oleh seorang panitera atau lebih,
dan seorang jaksa atau lebih yang semata-mata diberi tugas masing-masing
mengadili dan menuntut perkara pidana ekonomi.
(2) Pengadilan tersebut pada ayat 1 disebut
"Pengadilan Ekonomi."
Pasal 36
Seorang
hakim pada Pengadilan Ekonomi dapat dipekerjakan pada lebih dari satu
Pengadilan Ekonomi.
Pasal 37
Pengadilan
Ekonomi dapat bersidang juga di luar tempat kedudukan Pengadilan Negeri.
Pasal 38
Ketentuan
dalam pasal 36 berlaku sepadan bagi jaksa dan panitera Pengadilan Ekonomi.
Pasal 39
(1) Jika beberapa tindak-pidana ekonomi
dilakukan oleh lebih dari satu orang, baik bersama-sama maupun masing-masing
sendiri-sendiri, dan tindak-tindak-pidana itu satu sama lain berhubungan
sedemikian rupa, sehingga dianggap perlu, bahwa tindak-tindak-pidana itu
diadili oleh satu Pengadilan Ekonomi, maka kekuasaan Pengadilan itu terhadap
seorang orang yang disebut tersangka atau pengikut-serta, akan mengakibatkan,
bahwa Pengadilan itu juga berkuasa mengadili orang-orang lain yang menjadi
tersangka atau pengikut-serta dalam perkara itu.
(2) Jika si-tersangka adalah suatu badan
hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau suatu yayasan, maka yang
berkuasa ialah Pengadilan di tempat, di mana badan hukum, perseroan,
perserikatan orang atau yayasan itu berkedudukan atau mempunyai kantornya.
BAB. VII
TENTANG
PEMERIKSAAN DI MUKA PENGADILAN DALAM TINGKAT PERTAMA
Pasal 40
Sekadar
undang-undang darurat ini tidak menentukan lain, maka Pengadilan Ekonomi dalam
mengadili perkara pidana ekonomi berpedoman kepada hukum acara pidana yang
berlaku bagi Pengadilan Negeri.
BAB. VIII
TENTANG
BANDINGAN.
Pasal 41
(1) Pada Pengadilan Tinggi di Jakarta
diadakan Pengadilan Tinggi dengan nama Pengadilan Tinggi Ekonomi yang
semata-mata diberi tugas mengadili perkara pidana ekonomi dalam tingkatan
bandingan.
(2) Pengadilan Tinggi Ekonomi terdiri dari
seorang ketua, seorang anggota Hakim Tinggi merangkap wakil-ketua dan
sekurang-kurangnya 2 orang anggota Hakim Tinggi lainnya, dibantu oleh seorang
panitera dan beberapa orang panitera-pengganti.
Pasal 42
Pengadilan
Tinggi Ekonomi memutus perkara dengan tiga orang hakim, termasuk dan wakil
ketua.
Pasal 43
(1) Terhadap putusan Pengadilan Ekonomi
dapat dimohonkan bandingan, kecuali jika putusan terakhir diberikan mengenai
suatu pelanggaran ekonomi dan jika dalam putusan penghabisan:
a. tidak
dijatuhkan hukuman pidana atau tindakan tata-tertib;
b. tidak
dijatuhkan hukuman pidana lain atau tindakan tata-tertib lain daripada
le. hukuman
denda;
2e. perampasan,
pada mana ditaksir harga barang-barang yang dirampas;
3e. pembayaran
uang-jaminan;
4e. pembayaran
uang sebagai termaksud dalam pasal 8 sub c., yang tidak lebih banyak daripada
seribu rupiah;
5e. mengembalikan
si-terhukum kepada ibu/bapaknya dengan tidak menjatuhkan hukuman pidana.
(2) Jaksa dapat memohon bandingan, kecuali
jika putusan terakhir dijatuhkan mengenai pelanggaran dan :
a. tidak
dijatuhkan hukuman atau tindakan tata-tertib;
b. tidak
dituntut hukuman pidana atau tindakan tata-tertib lain daripada hukuman pidana
atau tindakan tata-tertib yang disebut dalam ayat 1 sub b.
Pasal 44
Apabila
pada peradilan tingkat pertama dilalaikan cara-cara yang harus diindahkan pada
peradilan itu, maka kelalaian itu tidak dapat dipergunakan sebagai dasar untuk
membatalkan putusan Pengadilan Ekonomi, jika kelalaian itu tidak merugikan
pihak kejaksaan dalam tuntutannya atau pihak si-tersangka dalam pembelaannya.
Pasal 45
Sekadar
undang-undang darurat ini tidak menentukan lain, maka Pengadilan Tinggi Ekonomi
dalam mengadili perkara pidana ekonomi dalam tingkat bandingan berpedoman
kepada hukum acara pidana dalam tingkat bandingan yang berlaku bagi Pengadilan
Tinggi.
Pasal 46
Bagi Pengadilan Tinggi Ekonomi ketentuan
dalam pasal 37 berlaku sepadan.
BAB. IX
TENTANG
PERMOHONAN KASASI.
Pasal 47
Kecuali
dalam hal termaksud dalam pasal 48, maka terhadap putusan yang diambil mengenai
suatu tindak-pidana ekonomi, dapat dimajukan permintaan kasasi dalam waktu dan
menurut cara yang ditentukan untuk perkara pidana biasa dalam Undang-undang
Mahkamah Agung.
Pasal 48
(1) Apabila pada peradilan dalam tingkat
pertama atau dalam tingkat bandingan dilalaikan cara-cara yang harus diindahkan
pada peradilan itu, maka kelalaian itu tidak dapat dipergunakan sebagai dasar
yang membatalkan putusan itu, jika kelalaian itu tidak merugikan pihak
kejaksaan dalam tuntutannya, atau pihak si-tersangka dalam pembelaannya.
(2) Hal yang tersebut pada ayat 1 itu
dianggap ada, apabila kelalaian itu dilakukan dalam tingkat pertama dan atas
kelalaian itu tidak dimajukan keberatan, baik dari pihak kejaksaan maupun dari
pihak tersangka.
BAB. X
TENTANG
BADAN-BADAN ATAU PEGAWAI-PEGAWAI PENGHUBUNG
Pasal 49
Untuk
kepentingan pengusutan, penuntutan dan peradilan tindak-pidana ekonomi, maka
dengan persetujuan Menteri Kehakiman oleh Menteri yang bersangkutan dapat
diangkat badan-badan atau pegawai-pegawai yang dianggap ahli dalam perekonomian
sebagai badan-atau pegawai-penghubung yang diwajibkan memberikan bantuannya
kepada hakim, pegawai penuntut an pengusut baik di luar maupun di dalam
persidangan.
BAB. XI
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 50
(1) Segala perkara yang pada saat
undang-undang darurat ini mulai berlaku telah diadili dan diputus oleh sesuatu
Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi, dianggap diadili atau diputus oleh
Pengadilan Ekonomi dan Pengadilan Tinggi Ekonomi menurut ketentuan-ketentuan
undang-undang darurat ini.
(2) Perkara-perkara yang belum diadili akan
diadili oleh Pengadilan Ekonomi menurut undang-undang darurat ini.
(3) Apabila ketentuan-ketentuan dalam atau
berdasarkan undang-undang lain bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam
undang-undang ini, maka akan berlaku ketentuan-ketentuan dalam undang-undang
ini.
KETENTUAN
PENUTUP
(1) Undang-undang Darurat ini mulai berlaku
pada hari diundangkan.
(2) Undang-undang Darurat ini disebut:
"Undang-undang Tindak-pidana Ekonomi."
Agar
supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undang-undang darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Mei 1955.
Presiden Republik Indonesia, ttd. SOEKARNO. Perdana
Menteri, ttd. ALI SASTROAMIDJOJO.Menteri Kehakiman,ttd. DJODY GONDOKUSUMO. Menteri Perekonomian, ttd. ROOSSENO. Menteri Kesejahteraan Negara, ttd. SIRADJUDDIN ABBAS. Menteri Keuangan, ttd. ONG ENG
DIE
Diundangkan
pada tanggal 13 Mei 1955.
Menteri Kehakiman,
ttd. DJODY GONDOKUSUMO.
PENJELASAN
Penjelasan Umum
1.
Agar
dengan efektif dapat memberantas pelanggaran-pelanggaran ekonomi, maka perlu
lebih dahulu diketahui apa yang dimaksudkan dengan pelanggaran-pelanggaran itu
dan apakah sifat dari pelanggaran-pelanggaran itu.
2.
Dalam
Undang-undang Darurat ini yang dimaksud dengan tindak-pidana ekonomi ialah
pelanggaran sesuatu ketentuan dalam atau berdasarkan,
a. Ordonnantie gecontroleerde goederen
1948" ("Staatsblad" 1948 No. 144),
b. "Prijsbeheersing-ordonnantie
1948" ("Staatsblad" 1948 No. 295),
c. Undang-undang Penimbunan Barang-barang 1951
(Lembaran-Negara tahun 1953 No. 4),
d. "Rijstordonnantie 1948"
("Staatsblad" 1948 No. 253),
e. Undang-undang Darurat kewajiban
penggilingan padi (Lembaran-Negara tahun 1952 No. 33),
f. "Deviezen Ordonnantie 1940
("Staatsblad" 1940 No. 205), (pasal 1 sub 1e).
Untuk
sementara penunjukan pelanggaran-pelanggaran itu sebagai tindak-pidana ekonomi
dianggap cukup luas untuk mencapai maksud Pemerintah yang tersebut di atas itu.
Apabila di kemudian hari dipandang perlu pelanggaran sesuatu ketentuan dalam
atau berdasarkan undang-undang lain dikuasai oleh Undang-undang Darurat ini,
maka hal itu dapat dicapai dengan menyebut - dalam undang-undang yang bersangkutan
- pelanggaran-pelanggaran itu sebagai tindak-pidana ekonomi (pasal 1 sub 3e) atau dengan mencantumkan pasal-pasal pidana yang
bersangkutan dalam pasal 1 sub 2e.
3. Adapun
kebanyakan dari tindak-pidana itu mempunyai 3 macam sifat yakni,
a. lahirnya
tindak-pidana ekonomi sebagai tindak-pidana adalah belum lama berselang, yakni
baru sejak tahun 1941, sehingga banyak pelanggar berpendapat, bahwa pelanggaran
tindak-pidana ekonomi bukanlah suatu hal yang luar biasa, dan bahwa penuntutan
dan pengusutan perbuatan itu adalah merupakan suatu "bedrijfsrisico"
biasa saja yang dapat diperhitungkan dalam "calculatie".
Dalam
kalangan perdagangan adalah banyak anasir-anasir yang tidak akan menghentikan
praktek yang jahat itu selama mereka masih mempunyai kesempatan untuk berbuat
demikian.
b. mengancam
dan merugikan kepentingan-kepentingan yang sangat "gecompliceerd",
sehingga orang biasa sering - para hakim dan jaksa kadang-kadang - tidak
mempunyai gambaran yang sebenarnya tentang kepentingan-kepentingan itu dan
dengan demikian memberikan nilai kepadanya yang sangat berbeda satu daripada
yang lain,
c. memberi
keuntungan besar kepada si pelanggar yang senantiasa sangat menarik si
pelanggar baik dengan maupun tiada dengan memperhitungkan laba dan rugi untuk
melakukan perbuatan itu.
Untuk
menginsafkan orang, bahwa tindak-pidana ekonomi itu adalah tindak-pidana dan
untuk membasmi pendapat yang dimaksud sub a itu, maka dalam peradilan kriminil
harus diadakan tindakan-tindakan "repressie" sebagaimana diatur dalam
pasal 7 dan 8 Undang-undang Darurat ini.
Agar
supaya kesulitan termaksud sub b dapat diatasi, maka para hakim dan jaksa yang
diberi tugas mengadili dan menuntut si tersangka harus orang-orang yang ahli
dalam soal perekonomian atau sekurang-kurangnya harus orang-orang yang khusus
diberi tugas mengadili (menuntut) perkara pidana ekonomi dan yang dapat
mencuruhkan segala pikiran dan tenaga kepada soal-soal itu (pasal 35 dan 38, 41
dan 46).
Untuk
menjaga agar hakim atau jaksa selalu dapat bantuan dan pertimbangan dari
seorang ahli baik di luar maupun di dalam persidangan, maka kepadanya
diperbantukan penjabat-penjabat yang ahli dalam soal perekonomian (pasal 51 ).
Untuk
memberantas perbuatan yang dimaksud sub c, maka ancaman hukuman harus berat,
procedure harus cepat berlangsung dan harus diadakan kemungkinan untuk
meniadakan keuntungan yang telah diterima (pasal-pasal 6, 7, 8, 9, 10, 12, 13,
15, 16, dan Bab III).
4. Sebagian
dari aturan-aturan tercantum dalam Undang-undang Darurat ini telah diatur juga
secara "fragmentaris" dalam undang-undang yang bersangkutan. Dengan
Undang-undang Darurat ini maka tercapailah kesatuan dalam perundang-undangan
ekonomi.
5. Tentang
tindak-pidana ekonomi Undang-undang Darurat ini mengatur hal-hal sebagai
berikut.:
a. jika
undang-undang yang bersangkutan tidak menentukan lain, maka tindak-pidana
adalah kejahatan, apabila perbuatan itu dilakukan dengan sengaja, dan
pelanggaran, apabila dilakukan tidak dengan sengaja (pasal 1 ayat 1 ),
b. diadakan
ancaman hukuman kumulatif (pasal 6),
c. kemungkinan
menjatuhkan hukuman langsung terhadap sesuatu badan hukum dengan sebagainya
(pasal 15),
d. sebagai
perluasan pasal 2 kitab Undang-undang Hukum Pidana maka perbuatan ikut serta
yang dilakukan di luar negeri dapat dihukum pidana juga pasal 3),
e. diadakan
peraturan yang melarang adanya "verkapte bestraffing" (pasal 5),
f. percobaan
melakukan dan turut-membantu melakukan tindak-pidana ekonomi diperluas sampai
pelanggaran (pasal 4),
g. tidak
memenuhi tuntutan seorang pegawai pengusut, berdasarkan Undang-undang Darurat
ini, adalah suatu tindak-pidana ekonomi (pasal 26),
h. melakukan
sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan hukuman tambahan atau tindakan
tata-tertib yang dijatuhkan, adalah suatu tindak-pidana ekonomi (pasal 32),
i. melakukan
penarikan bagian-bagian kekayaan untuk dihindarkan dari tagihan atau
pelaksanaan hukuman atau tindakan tata-tertib adalah suatu tindak-pidana
ekonomi (pasal 33),
j. diadakan
hukuman tambahan khusus (pasal 7),
k. diadakan
tindakan-tindakan tata-tertib (pasal 8).
6. Undang-undang
Darurat ini selanjutnya mengatur kekuasaan Perdana Menteri untuk menunjuk
pegawai-pegawai pengusut istimewa (pasal 17) dan kekuasaan-kekuasaan istimewa
dari pegawai-pegawai pengusut sebagai berikut:
a. hak meminta atau menyuruh meminta
barang-barang tertentu (pasal 18)
b hak memeriksa segala surat yang dianggap
perlu diperiksa (pasal 19)
c. hak masuk dalam setiap tempat untuk
mengadakan pemeriksaan (pasal 20),
d. hak mengambil contoh ("monster")
dari barang yang berada di tempat umum (pasal 21),
e. hak membuka bungkusan barang (pasal 22)
f, hak menghentikan kendaraan (pasal 23),
g, hak minta bantuan dari mereka yang diawasi
atau kepada pengemudi kendaraan (pasal 23)
7. Kepada
penuntut-umum (jaksa) diberikan kekuasaan-kekuasaan sebagai berikut:
a. untuk mengambil tindakan-tindakan
tata-tertib sementara terhadap orang yang disangka melakukan suatu
tindak-pidana ekonomi (pasal 27),
b. untuk memajukan usul, supaya hakim akan
mengambil tindakan-tindakan tata-tertib sementara terhadap orang yang disangka
melakukan suatu tindak-pidana ekonomi (pasal 28),
c. untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu,
jika orang yang melakukan suatu tindak-pidana ekonomi meninggal dunia sebelum
perkaranya diadili oleh hakim,
d. perkuasaan hak membeslag (pasal 18).
8. Susunan dan kekuasaan peradilan.
Pada tiap-tiap Pengadilan Negeri ditempatkan seorang hakim atau lebih
dan seorang jaksa atau lebih yang semata-mata diberi tugas masing-masing mengadili
dan menuntut perkara pidana ekonomi (eenmansrechtsspraak). Pengadilan itu
disebut Pengadilan Ekonomi (pasal 35). Sedapat mungkin ditunjuk sebagai hakim
dan jaksa penjabat yang ahli dalam soal-soal perekonomian.
Dengan
menugaskan perkara pidana ekonomi kepada jaksa dan hakim yang melulu diberi
tugas menyelesaikan perkara pidana itu, maka Pemerintah mengharap, bahwa
mereka, dibantu oleh badan-badan dan pegawai-pegawai penghubung yang dianggap
ahli dalam perekonomian, yang diwajibkan memberikan bantuannya kepada hakim,
pegawai penuntut dan pengusut, baik di luar maupun di dalam persidangan (pasal
49), pula dibantu oleh pegawai-pegawai pengusut istimewa (pasal 17) dengan
hak-hak istimewa (pasal-pasal 18 dan selanjutnya), akan melakukan kewajibannya
dengan sebaik-baiknya. Berhubung dengan sangat kurangnya tenaga-tenaga hakim
dan jaksa, maka diadakan kemungkinan untuk mempekerjakan seorang hakim dan
jaksa pada lebih dari satu Pengadilan Ekonomi (pasal 36 dan pasal 38).
Untuk
mempercepat dan mempermudah mengadili beberapa perkara pidana ekonomi yang
dilakukan oleh lebih dari satu orang, baik bersama-sama maupun masing
sendiri-sendiri yang ada hubungannya satu dengan yang lain, maka diadakan
kemungkinan untuk mengadili perkara-perkara itu oleh satu Pengadilan Ekonomi
(pasal 39).
Dalam tingkat
pertama maka Pengadilan Ekonomi dalam mengadili perkara pidana ekonomi
berpedoman kepada hukum acara pidana yang berlaku bagi Pengadilan Negeri
sekedar Undang-undang Darurat ini tidak menentukan lain (pasal 40).
Pada Pengadilan
Tinggi di Jakarta diadakan Pengadilan Tinggi dengan nama Pengadilan Tinggi
Ekonomi yang semata-mata diberi tugas mengadili perkara pidana ekonomi dalam
tingkatan bandingan (pasal 41).
Pengadilan
Tinggi Ekonomi adalah suatu badan "Collegiaal" (pasal 42).
Dengan
maksud mempercepat pemeriksaan dan penyelesaian perkara, maka dalam hal-hal
tersebut dalam pasal 43 tidak diberi kesempatan kepada jaksa atau tersangka
untuk memajukan permohonan banding (pasal 43).
Juga karena
"verzuim van vormen" tidak diberi kesempatan. untuk meminta banding,
jika kelalaian itu tidak merugikan pihak kejaksaan dalam tuntutannya atau tidak
si tersangka dalam pembelaannya (pasal 44).
Sekedar
Undang-undang Darurat ini tidak menentukan lain, maka Pengadilan Tinggi Ekonomi
dalam mengadili perkara pidana ekonomi dalam tingkat banding yang berlaku bagi
Pengadilan Tinggi (pasal 45).
Permohonan
kasasi dapat dimajukan dalam waktu dan menurut cara yang ditentukan untuk
perkara biasa dalam Undang-undang Mahkamah Agung (pasal 47).
Permohonan
kasasi karena "verzuin van vormen" tidak diperbolehkan, jika
kelalaian itu tidak merugikan pihak kejaksaan dalam tuntutannya atau pihak si
tersangka dalam pembelaannya (pasal 48).
Dari uraian
sesingkat di atas ini jelaslah, betapa banyaknya tambahan-tambahan dan
perubahan-perubahan yang harus diadakan dalam perundang-undangan hukum pidana,
hukum acara pidana dan susunan serta kekuasaan peradilan dan betapa pentingnya
diadakan kesatuan dalam perundang-undangan ekonomi, apabila kita ingin
memberantas secara efektif pelanggaran-pelanggaran ekonomi itu.
PENJELASAN PASAL DEMI
PASAL
Pasal 1
Dalam
menentukan perbuatan-perbuatan yang akan dipandang sebagai tindak-tindak-pidana
ekonomi, Pemerintah hanya menyebut peraturan-peraturan-tindak saja, sedang
peraturan-peraturan-pidana berdasarkan peraturan induk itu dimasukkan dalam
Undang-undang Darurat ini dengan mempergunakan kata-kata "atau
berdasarkan". Dengan demikian maka di bawah a termasuk "Verordening
Gecontroleerde Goederen 1948" ("Staatsblad" 1948 No. 145), surat
keputusan "Secretaris van Staat Hoofd van het Departement van Economische
Zaken" tanggal 21 Juni 1949 No. 7050 BAD, surat keputusan Menteri
Perekonomian tanggal 26 April 1952 No. 5441 M, dan tanggal 26 April 1952 No.
5442 M, surat Menteri Perekonomian tanggal 30 Juni 1952 No. 1891 KP 1841 dan
tanggal 30 Juni 1952 No. 1892 KP 1841 dan sebagainya.
Demikian
halnya adalah mengenai peraturan-peraturan berdasarkan peraturan-peraturan
termaksud pada b, c, d, e dan f Pemerintah menganggap sangat penting tindakan
tata-tertib dan tindakan tata-tertib sementara yang disebut dalam pasal 8
sampai dengan 16, 17 sampai dengan 24 dan 27 sampai dengan 31, sehingga
pelanggaran pasal-pasal tersebut yang dicantumkan dalam pasal 26, 32 dan 33,
menurut pasal 1 sub 2 dianggap sebagai tindak-pidana ekonomi. Pasal 1 sub 3
tidak memerlukan penjelasan; lihatlah penjelasan umum.
Pasal 2
Pasal
ini mengadakan perbedaan antara tindak-pidana ekonomi yang dianggap kejahatan
dan tindak-pidana ekonomi yang dianggap pelanggaran. Mengadakan perbedaan ini
perlu karena Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengadakan perbedaan antara
kejahatan dan pelanggaran dan perbedaan akibat antara kejahatan dan pelanggaran
itu.
Pasal 3
Telah dijelaskan dalam
penjelasan umum.
Pasal 4
Pasal
ini menyimpang dari pasal 54 dan 60 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Hal ini
dianggap perlu mengenai tindak-pidana ekonomi yang dipandang pelanggaran.
Maksimum hukuman pokok yang mengancam pelanggaran ekonomi itu dikurangi dengan
sepertiga, jika dilakukan percobaan atau ikut membantu perbuatan itu.
Pasal 5
Pasal
ini melarang mempergunakan hukuman-hukuman pidana dan tindakan-tindakan
tata-tertib lain daripada yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Darurat
ini.
Pasal 6
Dalam
pasal ini ditentukan hukuman dan tindakan tata-tertib yang pada umumnya dapat
dijatuhkan terhadap tindak-pidana ekonomi. Ayat 1 dan 2 mengatur hukuman pidana pokok sedang dalam
ayat 3 disebut hukuman tambahan dan tindakan tata-tertib yang perinciannya
diatur dalam pasal-pasal yang berikut.
Hukuman
pokok adalah sama dengan hukuman pokok yang disebut dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (pasal 10 KUBP) akan tetapi maksimum hukuman pokok itu adalah
lebih berat daripada yang lazim dipergunakan. Adapun alasan-alasannya telah
diuraikan dalam penjelasan umum.
Kemungkinan
untuk menjatuhkan bersama-sama hukuman kawalan dan hukuman denda adalah sesuai
dengan pandangan beberapa instansi yang bersangkutan, bahwa tindakan itu dalam
banyak soal merupakan suatu tindakan represi yang setepat-tepatnya.
Pasal 7
Pasal 7
mengenai hukuman tambahan. Hukuman tambahan ini dapat dijatuhkan, baik terhadap
kejahatan, maupun terhadap pelanggaran. Hukuman tambahan yang disebut pada a
dikutip dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (pasal 35 KUHP).
Hukuman
tambahan yang disebut dalam b - penutupan perusahaan si terhukum - adalah suatu
hukuman yang tepat bagi mereka yang berpendapat bahwa melakukan suatu
tindak-pidana ekonomi adalah normal, sehingga jika mereka itu tertangkap karena
melakukan tindak-pidana ekonomi hal itu pada hemat mereka itu merupakan
risiko-perusahaan biasa, yang dapat diperhitungkan dalam perhitungannya. Dalam
dunia perusahaan adalah pengulang-pengulang (recidivisten) yang tidak akan
berhenti melakukan tindak-pidana ekonomi sampai mereka tidak mampu lagi
melakukan tindak- pidana ekonomi itu. Adalah kemungkinan, bahwa penutupan
perusahaan itu tidak rasional, misalnya apabila perusahaan itu adalah
perusahaan yang mengambil bagian yang penting sekali dalam proses produksi atau
distribusi. Untuk kemungkinan itu diadakan hukuman pengawasan atau pengampunan
(pasal 8 sub a).
Penutupan
perusahaan ialah suatu hukuman. Penyerahan perusahaan yang ditutup kepada orang
lain, sehingga orang itu dapat melanjutkan perusahaan itu dengan tak terganggu,
menimbulkan suatu pelarian dari hukuman itu. Oleh sebab itu maka penyerahan
serupa itu dapat dihukum pidana berdasarkan pasal 32 dan penyerahan itu adalah
batal menurut pasal 34, ayat 1.
Hukuman
perampasan (pasal 7 sub c dan d) adalah penting sekali dalam peradilan
tindak-pidana ekonomi. Hukuman itu di samping sifat hukuman, mempunyai tujuan
besar untuk mengakhiri pelanggaran dan membawa kembali barang-barang yang
bersifat ekonomi dalam masyarakat. Titik berat terutama terletak pada hal yang
terakhir itu. Berhubung dengan itu maka hukuman perampasan sebagai diuraikan
dalam pasal 39 Kitab Undang-undang Hukum Pidana diperluas dalam Undang-undang
Darurat ini: perampasan dapat dilakukan pada segala kejahatan ekonomi dan
hampir segala pelanggaran ekonomi. Lagi pula perampasan itu tidak dibatasi
sampai "benda", yakni barang bergerak yang berujud, akan tetapi dapat
dilakukan juga terhadap barang tak bergerak dan yang tak berujud, misalnya
hisab bank. Untuk menghindarkan kemungkinan, bahwa perampasan itu akan salah
dipergunakan, maka ditentukan, bahwa perampasan itu hanya dapat dilakukan
setelah diperoleh persetujuan dari jaksa yang bersangkutan (bandingkanlah pasal
18 ayat 2). Selanjutnya dianggap baik, apabila perampasan dapat dilakukan juga
terhadap barang yang bukan kepunyaan atau milik si terhukum. Hal ini misalnya
terjadi, jika tindak-pidana ekonomi itu dilakukan oleh seorang direktur dari
suatu badan hukum, sedang barang yang harus dirampas adalah barang dari badan
hukum itu.
Dunia
perniagaan amat tergantung atas surat-surat izin: untuk dapat mengimpor dan
mengekspor barang-barang tertentu perlu diperoleh lisensi; untuk mendapat
premi-premi tertentu orang harus melakukan prestasi-prestasi tertentu. Hak-hak
dan keuntungan-keuntungan itu diberikan oleh Pemerintah. Jika suatu pemborong
tidak mempergunakan kayu yang diperoleh dengan lisensi dalam perusahaannya,
akan tetapi menjual kayu itu di pasar gelap dengan harga yang tinggi sekali,
tentu pemborong tidak harus mendapat lisensi yang baru.
Pasal 8
Pasal 8
menyebut tindakan-tindakan tata-tertib yang dapat diambil jika dilakukan
sesuatu tindak-pidana ekonomi. Dengan tegas dinyatakan, bahwa tindakan
tata-tertib bukanlah tindakan tata-tertib yang semata-mata dapat diambil: pasal
6 ayat 3 menentukan, bahwa pun tindakan tata-tertib yang disebut dalam
peraturan-peraturan lain, dapat dilakukan. Dengan kata-kata lain: pasal 8 adalah
suatu tambahan, meskipun suatu tambahan yang penting sekali.
Dalam a
disebut pengampuan perusahaan si terhukum. Pengampuan itu dapat dilakukan
terhadap suatu perusahaan di mana selalu dilakukan kecurangan-kecurangan atau
di mana peraturan-peraturan yang diadakan untuk membesarkan produktivitet,
dilalaikan. Di samping itu ada hal-hal lain di mana tindakan ini dapat diambil.
Pasal 11 memberi hak kepada hakim untuk mengadakan tindakan-tindakan dan
mengeluarkan aturan-aturan sesuai dengan taraf keadaan perusahaan.
Dalam
beberapa hal lebih baik pengampuan itu harus ditafsirkan sebagai pengawasan.
Keuntungan yang diperoleh dari perusahaan itu dapat diberikan kepada si
terhukum, akan tetapi kerugian yang diderita harus dipikul oleh yang bersalah.
Dalam b
disebut uang-jaminan. Uang jaminan itu hampir sama dengan hukuman denda.
Perbedaan antara uang jaminan dan hukuman denda ialah, bahwa hukuman denda yang
mungkin dijatuhkan itu lebih dahulu diserahkan kepada penuntut umum, sehingga
pelaksanaannya dapat dilakukan dengan pasti dan dengan segera (bandingkanlah
lebih lanjut pasal 12).
Dalam c
pembayaran sejumlah uang sebagai pencabutan keuntungan menurut taksiran, yang
diperoleh dari suatu tindak-pidana atau dari tindak-tindak-pidana semacam itu.
Tindakan itu diambil di samping hukuman pokok yang mungkin terdiri atas hukuman
denda.
Dalam d
disebut kewajiban untuk mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak atau
meniadakan apa yang dilakukan tanpa hak atas biaya si terhukum. Tindakan itu
telah dikenal dalam beberapa peraturan. Yang belum dikenal ialah kewajiban
melakukan jasa-jasa untuk memperbaiki akibat-akibat yang terjadi karena suatu
tindak-pidana ekonomi dilakukan. Tindakan itu dapat menguntungkan baik
Pemerintah maupun orang partikulir, misalnya dalam hal kepada si pembeli harus
dikembalikan harga yang diterima oleh penjual lebih dari harga yang diizinkan
menurut peraturan harga. Pelaksanaan praktis dari tindakan tata-tertib ini
dapat diatur oleh hakim menurut ketentuan pasal 10 ayat 1 dan 2.
Pasal 9
Pada
umumnya tindakan tata-tertib tidak dijatuhkan tersendiri. Tindakan tata-tertib
tidak merupakan suatu hukuman yang bermaksud untuk menakuti, akan tetapi
tindakan itu bermaksud untuk mencabut keuntungan yang diperoleh dengan tanpa
hak, dan untuk memperbaiki perekonomian sedapat mungkin. Hanya dalam hal,
menurut undang-undang tidak akan dijatuhkan hukuman karena pesakitan tidak atau
kurang dapat dipertanggung jawabkan, akan tetapi ada alasan untuk menjatuhkan
tindakan tata-tertib untuk kepentingan perekonomian, maka tindakan tata-tertib
yang disebut dalam pasal 9, dapat diambil tanpa hukuman pidana.
Pasal 10
Berhubung
dengan luasnya hukuman tambahan dan tindakan tata-tertib dan karena sifatnya
tindakan tata-tertib itu, maka dianggap perlu diberikan hak kepada hakim untuk
membatasi hukuman dan tindakan itu pada pelaksanaannya yang dianggap perlu oleh
hakim dalam praktek. Jika misalnya dijatuhkan tindakan penutupan perusahaan si
terhukum, maka pelbagai konsekwensi dari hal itu harus ditentukan, seperti
penyerahan perkakas-perkakas mesin tertentu, atau sebagian dari administrasi
atau pemberitahuan, bahwa perusahaan itu ditutup pada bangunan-bangunan
perusahaan itu.
Jika
keuntungan tertentu dicabut, maka tentu surat-surat yang berisi keuntungan itu
harus diserahkan, dan sebagainya.
Jika
dijatuhkan tindakan pengampuan maka sudah tentu kepentingan dari hak yang
diberikan kepada hakim menjadi titik berat mengenai peraturan-peraturan yang
mengatur akibat-akibat dari pengampuan itu, hak-hak dan kewajiban-kewajiban
dari pengampuan harus diatur dan sebagainya.
Pasal-pasal 11, 12, 13
dan 14 tidak memerlukan penjelasan.
Pasal 15
Pasal 15
menetapkan, bahwa hukuman atau tindakan dapat dijatuhkan juga terhadap
badan-badan hukum, perseroan-perseroan, perserikatan-perserikatan dan yayasan-yayasan.
Dalam hukum pidana ekonomi aturan itu sangat dibutuhkan, oleh karena banyak
tindak-pidana ekonomi dilakukan oleh badan-badan itu.
Ilmu
hukum pidana modern telah mengakui ajaran, bahwa hukuman dapat diucapkan
terhadap suatu badan hukum.
Ayat 1
pasal 15 menentukan, bahwa suatu tindak-pidana ekonomi dapat dilakukan oleh
suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan atau suatu yayasan. Ayat
2 menentukan, dalam hal-hal mana suatu tindak-pidana ekonomi dianggap dilakukan
oleh badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu. Tindak-pidana
ekonomi itu dilakukan oleh badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan
itu, apabila tindak-pidana ekonomi itu dilakukan oleh seorang yang mempunyai
suatu hubungan dengan badan itu, baik berdasar hubungan kerja, maupun berdasar
hubungan lain. Selanjutnya ditentukan, bahwa orang itu harus bertindak
"dalam lingkungan badan hukum itu". Anasir-anasir tindak-pidana
ekonomi itu tidak usah berada pada satu orang, akan tetapi dapat dibagi pada
lebih dari satu orang yang bertindak. Misalnya seorang direktur berniat
melakukan suatu tindak-pidana ekonomi, akan tetapi tindak-pidana itu secara
materiil dilakukan oleh seorang bawahan (bandingkanlah pasal 55 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, suruh melakukan). Tuntutan pidana dilakukan
terhadap pengurus yang mewakili badan hukum, perseroan, perserikatan atau
yayasan itu. Jika pengurus itu tidak ditentukan dengan tegas, maka jaksa berhak
untuk menunjuk seorang dari mereka sebagai wakil. Wakil itu dapat diwakili oleh
orang lain, akan tetapi hakim berhak memerintahkan supaya seorang pengurus
menghadap sendiri.
Pasal 16
Tidak Memerlukan
Penjelasan.
Pasal 17
Menurut
redaksi pasal ini maka hak pegawai pengusut yang pada umumnya dibebani
pengusutan tindak-tindak-pidana, tidak dikurangi atau ditiadakan. Semua orang
itu tetap berhak mengusut. Pasal ini hanya memperluas adanya penjabat-penjabat
yang akan berhak mengusut tindak-pidana ekonomi.
Pasal 18
Pensitaan
barang-barang tak berujud tidak terkenal dalam hukum pidana biasa, pensitaan
barang-barang tak bergerak hanya dapat dilakukan dalam hal-hal tertentu. Ayat 3
dari pasal 18 memberi aturan istimewa. Adalah kemungkinan untuk memberi
peraturan yang lain Kemungkinan itu disebut dalam ayat 5 dari pasal ini.
Pasal 19 sampai dengan
24
Pasal-pasal
ini memberikan beberapa hak kepada pegawai pengusut, yang tidak dikenal dalam
hukum acara pidana biasa. Hak-hak itu dianggap perlu mengingat pentingnya
tindak-pidana ekonomi dan perlunya ada pengusutan yang tepat mengenai
tindak-pidana ekonomi itu. Bandingkanlah selanjutnya penjelasan umum, sebagai
diterangkan di atas ini.
Pasal 25
Tidak memerlukan
penjelasan.
Pasal 26
Tidak
memenuhi perintah yang diberikan dengan sah oleh seorang pegawai pengusut
menurut pasal 216 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya 4 bulan dan dua minggu atau denda setinggi-tingginya
enam ratus rupiah. Ketentuan ini dipandang kurang cukup bagi tindak-pidana
ekonomi, sebab seorang pegawai pengusut yang hanya berhak mengusut suatu
tindak-pidana, tidak berhak membuat surat berita acara, dalam mana disebut
pelanggaran pasal 216 Kitab Undang-undang Hukum Pidana itu. Jika orang itu
hendak melakukan pengawasan yang tepat dan efektif, ia senantiasa harus
disertai oleh seorang saksi atau kawan sejabat. Jika tidak, maka tidak ada
bukti cukup untuk menuntut pelanggaran yang disebut pada pasal 216 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana. Keberatan yang kedua ialah, bahwa maximum hukuman
pidana yang diancam dalam pasal 216 Kitab Undang-undang Hukum Pidana itu adalah
terlalu ringan. Berhubung dengan itu maka sengaja tidak menuruti tuntutan
pegawai pengusut yang berdasarkan sesuatu aturan Undang-undang Darurat ini,
dijadikan tindak-pidana ekonomi. Juga hukuman yang ditetapkan dalam pasal 6
sampai dengan 8 undang-undang ini, dapat dijatuhkan kepada orang yang tidak
memenuhi perintah yang dimaksud di atas itu.
Pasal 27
Pasal 27
- dan atas dasar yang sama juga pasal 28 sampai dengan 30 - telah diuraikan
dalam penjelasan umum. Maksudnya pasal-pasal itu ialah, supaya gangguan dalam
dunia perekonomian yang terjadi karena dilakukan sesuatu tindak-pidana ekonomi,
dapat ditiadakan dengan segera, sedang reaksi yang dengan segera dapat diadakan
atas tindak-pidana itu menimbulkan suatu "preventieve werking" yang
kuat.
Pasal 31
Berdasarkan
pasal 31 dapat diberikan penggantian kerugian karena dijatuhkan tindakan
tata-tertib sementara yang kurang tepat.
Pasal 32
Memenuhi
hukuman tambahan atau tindakan tata-tertib yang dijatuhkan, seringkali tidak
mudah dapat dipaksakan kepada yang bersalah. Seorang pengusaha yang membandel
mempunyai banyak alat-alat untuk menghindarkan diri dari pelakuan pelbagai
hukuman atau tindakan tata-tertib, sehingga sukar dapat diambil tindakan yang
tepat terhadap orang itu. Kesulitan itu dapat diatasi, apabila dengan sengaja
berbuat sesuatu yang bertentangan dengan suatu hukuman tambahan atau suatu
tindakan tata-tertib atau tindakan tata-tertib sementara atau menghindari
hukuman tambahan atau tindakan tata-tertib (sementara) itu, dijadikan suatu
tindak-pidana ekonomi.
Pasal 33
Jika
diancam atau dijatuhkan hukuman berat terhadap kekayaan, maka seringkali yang
terancam dan terhukum berusaha untuk menghindarkan diri dari hukuman kekayaan
itu. Hal itu dapat diatasi, jika seorang yang, sengaja, baik sendiri, maupun
dengan perantaraan orang lain, menarik bagian-bagian kekayaan untuk dihindarkan
dari tagihan-tagihan atau pelaksanaan suatu hukuman atau tindakan tata-tertib
(sementara) yang dijatuhkan berdasarkan undang-undang ini, dianggap melakukan
suatu tindak-pidana ekonomi.
Pasal 34
Perbuatan
hukum yang diuraikan dalam pasal 32 dan 33 pada umumnya telah batal menurut
undang-undang sipil. Tidak seorang pun boleh menarik keuntungan dari seorang
terhukum yang berbuat sesuatu yang menghindarkan diri dari hukuman yang
dijatuhkan kepadanya.
Pada
umumnya itikad buruk ("kwade trouw") harus dibuktikan. Tetapi suami
(isteri) dan kaum keluarga si terhukum sampai dengan pupu ketiga dan mereka
yang bekerja pada orang yang bersalah itu, dianggap tidak mempunyai itikad
baik, kecuali, jika mereka dapat membuktikan sebaliknya.
Pasal 35 sampai dengan
49
Telah dijelaskan dalam
penjelasan umum.
Pasal 50
Tidak memerlukan
penjelasan.
KETENTUAN PENUTUP
Tidak memerlukan
penjelasan.
--------------------------------
CATATAN
Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN
NEGARA TAHUN 1955 YANG TELAH DICETAK ULANG